Perekonomian dan Modernisasi Jerman Tersandung Rem Utang

Tidak ada negara G7 lain yang memiliki batasan ketat terhadap pinjaman baru seperti yang berlaku di Jerman
Jam utang di Berlin menunjukan jumlah utang Jerman (Foto: dw.com/id - Jörg Carstensen/dpa/picture alliance)

TAGAR.id - Baru-baru ini, Mahkamah Konstitusi Jerman memutuskan bahwa anggaran pemerintah telah melanggar aturan “rem utang” dalam konstitusi. Anggaran pemerintah tiba-tiba harus menyusut 60 miliar euro. Sabine Kinkartz melaporkannya untuk DW.

Di Jerman, pemerintah federal dan 16 negara bagian diwajibkan menyeimbangkan pembukuan mereka dan secara praktis dilarang mengambil pinjaman tambahan. Tidak ada negara G7 lain yang memiliki batasan ketat terhadap pinjaman baru seperti yang berlaku di Jerman. Aturan ini dalam bahasa sehari-hari di Jerman disebut "Schuldenbremse” (rem utang).

Pasal 109 ayat 3 Undang-Undang Dasar Jerman Grundgesetz menyatakan: "Anggaran Federal dan Negara Bagian, pada prinsipnya harus seimbang tanpa pendapatan dari kredit." Itu berarti, negara hanya boleh membelanjakan uang sebanyak pemasukannya, yang terutama berasal dari pajak dan retribusi.

Persyaratan ini diperkenalkan tahun 2009 di bawah kepemimpinan Kanselir Angela Merkel (CDU), dengan Menteri Keuangannya Peer Steinbrück (SPD). Ketika itu pemerintahan koalisi terdiri dari dua partai terbesar Jerman, CDU dan SPD, dan karena itu sering disebut "koalisi besar". Artinya, mereka juga punya banyak suara di parlemen dan bisa menetapkan perubahan konstitusi.

"Rem Utang" ditetapkan pada masa damai dan makmur

Dalam pidatonya di depan para perdana menteri negara bagian pada saat itu, Menteri Keuangan Peer Steinbrück mengatakan bahwa keputusan itu adalah "keputusan yang mempunyai arti penting dalam sejarah - sebuah keputusan yang akan menjamin kapasitas keuangan negara untuk bertindak, khususnya yang berkaitan dengan keadilan antargenerasi." Pada prinsipnya, negara dilarang membuat utang yang bisa membebani generasi selanjutnya.

Namun saat itu pun sudah terjadi perdebatan sengit. Partai Hijau dan Partai Kiri yang merupakan oposisi, sangat menentang gagasan itu dengan alasan bahwa negara justru telah membatasi kemampuannya untuk bertindak.

Di sisi lain, para pendukung "rem utang" menyatakan, negara harus berhenti mengeluarkan lebih banyak uang daripada pemasukannya. Terutama karena bunga utang selalu menjadi makin besar, seiring dengan bertambahnya jumlah utang. Hal ini, kata mereka, akan lebih membatasi dan membebani generasi-generasi penerus.

Rem utang akhirnya ditetapkan secara mengikat bagi pemerintahan federal pada tahun 2016, dan bagi negara bagian pada tahun 2020. Pada tahun 2014, ketika perkembangan ekonomi terus membaik, Menteri Keuangan saat itu Wolfgang Schäuble (CDU) sudah mampu menyajikan anggaran berimbang untuk pertama kalinya dalam 45 tahun. Anggaran itu disebutnya "anggaran nol hitam." Maksudnya, negara tidak perlu mengambil pinjaman baru untuk membiayai belanjanya. Istilah "nol hitam” segera menjadi slogan kampanye CDU dan dianggap sebagai bukti kepiawaian dalam mengelola keuangan negara.

Pengecualian pada "masa darurat"

Namun rem utang memang tidak bersifat mutlak. Ada situasi dan kondisi di mana pemerintahan federal tetap bisa membuat pinjaman baru, maksimal sebesar 0,35% dari output perekonomian, jika terjadi bencana atau situasi darurat. Untuk itu, parlemen Jerman Bundestag harus menetapkan "situasi daruat” untuk tahun berjalan.

Hal ini misalnya terjadi pada 2021 dan 2022, ketika dunia dilanda pandemi Covid-19 yang melumpuhkan perekonomian global, juga di Jerman. Setelah pandemi bisa dihadapi, Rusia mendadak melakukan invasi ke Ukraina. Negara-negara NATO dan Uni Eropa lalu ramai-ramai mendukung Ukraina dengan pengiriman senjata dan bantuan dana miliaran euro.

Untuk tahun 2023, parlemen Jerman memang tidak menetapkan "situasi darurat." Tetapi pemerintahan koalisi SPD, Partai Hijau dan FDP menggunakan anggaran khusus yang sebenarnya disiapkan untuk masa pandemi, tetapi belum digunakan seluruhnya. Praktik inilah yang ditolak oleh oposisi CDU, dan mereka mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

Keputusan Mahkamah Konstitusi membenarkan gugatan CDU dan memerintahkan pemerintahan di Berlin untuk menaati aturan "Schuldenbremse". Jadi, pemerintah koalisi saat ini tidak bisa melaksanakan rencananya. Padahal, pemerintahan koalisi sudah menggunakan sebagian dari dana 60 miliar euro untuk belanja hal-hal lain di luar anggaran belanja pandemi.

Sekarang, pemerintah harus mencari jalan bagaimana menutup kekurangan biaya miliaran euro itu. Pemerintahan SPD-Partai Hijau-FDP sudah mengatakan, mereka akan meminta parlemen menetapkan tahun 2023 sebagai "situasi darurat." Lalu bagaimana dengan tahun anggaran 2024? Hal itu masih menjadi perdebatan sengit. Oposisi CDU sudah mengancam akan mengajukan gugatan baru, jika pemerintah menetapkan anggaran 2024 dengan pinjaman baru.

Situasi ini membuat banyak proyek modernisasi yang direncanakan terancam gagal. Misalnya proyek besar digitalisasi, pembangunan infrastruktur penting, dan proyek transformasi energi untuk beralih dari energi fosil ke energi terbarukan, salah satu isu terpenting bagi Partai Hijau. Karena itu banyak pihak beranggapan, Schuldenbremse yang ditetapkan tahun 2016 terlalu ketat dan malah "mengikat tangan pemerintah" untuk meluncurkan proyek-proyek masa depan. (hp/as)/dw.com/id. []

Berita terkait
Jerman Butuh Banyak Pekerja Terampil dari Luar Negeri
Sekarang peraturan bagi imigran dari negara-negara non-UE berubah selangkah demi selangkah