Untuk Indonesia

Perang Jokowi Lawan Corona, Kerja Sama Negara dan Rakyat

Kerja sama yang kuat antara rakyat dan negara akan menjadi bukti apakah kita bersama dapat melewati wabah corona ini.
Presiden Jokowi (kiri) berbincang dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kanan). (Foto: Antara/Wahyu Putro A)

Oleh: *Irwan Firdaus

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin langsung upaya terbaru pencegahan penyebaran covid-19 atau virus corona. Perintah terbaru Jokowi kepada aparatnya adalah agar segera melakukan tes cepat dan massal kepada mereka yang diduga terpapar virus corona di daerah yang menunjukkan angka tinggi terjangkit wabah ini. Kasus kumulatif positif Covid-19 dari tanggal 2 Maret 2020 sampai 5 April 2020 yaitu 2.273 positif, 164 sembuh dan 108 meninggal

Bagaimana upaya ini Presiden Jokowi berperang menaklukan Covid-19 ini dapat kita lihat dari cara Cina meredam virus ini di kota Wuhan dan membandingkannya dengan tetangga dekat Singapura serta Korea Selatan. Lalu bagaimana jika virus masih belum terkendali hingga bulan suci Ramadan dan hari raya Idul Fitri dalam dalam waktu kurang dari dua bulan?

Cerita Sukses Wuhan

Kisah optimis dan cerita melegakan datang dari Kota Wuhan, Cina. Upaya positif menghentikan penyebaran wabah mematikan ini di Cina dilakukan dengan menutup kota Wuhan dan Provinsi Hubei dengan jumlah penduduk sekitar 59 juta orang. Provinsi dengan jumlah penduduk yang mirip dengan jumlah penduduk Jawa Barat atau Jawa Timur

Penduduk di Kota Wuhan dikunci tak boleh keluar kota. Penduduk kota dilarang keluar rumah kecuali untuk hal-hal yang penting seperti pergi ke rumah sakit dan mengambil jatah makanan. Selama hampir dua bulan sejak 23 Januari 2020 ketika wabah masih menulari sekitar 600 orang, penduduk kota Wuhan secara tertib mengikuti perintah Presiden Republik Rakyat Tiongkok Xi Jinping untuk tidak keluar rumah.

Tidak keluar rumah artinya tidak menjadi tertular dan tidak menulari virus corona ini kepada keluarga dan kepada orang lain. Karantina atau penutupan atau oleh barat disebut Lockdown itu berhasil. Presiden Xi Jinping sukses mengendalikan virus Corona di Cina karena Republik Rakyat Tiongkok dengan sistemnya mengendalikan pergerakan masyarakat, hal yang tidak bisa secara ketat dilakukan dalam kasus Italia. 

Cina juga memiliki sumber daya manusia yang cukup dan mumpuni seperti paramedis, sarana, dan sistem kesehatan yang mendukung, serta petugas keamanan dalam jumlah yang memadai. Hal ini tidak dapat atau tak mudah diterapkan di Eropa atau Amerika.

Saat di Cina mulai terdengar cerita sukses pengendalian wabah mematikan ini, situasi yang optimis yaitu terjadi kontrol dan pengendalian yang terukur juga terjadi di Singapura dan Korea Selatan. Dengan taktik dan strategi berbeda tanpa karantina ketat, kedua negara ini tampak mulai meraih keberhasilan mengendalikan virus mematikan corona ini. 

Dua negara ini jelas menggunakan pendekatan yang berbeda dengan Cina. Tidak perlu menutup kota secara ketat dan tak perlu melumpuhkan ekonomi seperti Cina. Pemerintah Singapura dan Korea Selatan menyerukan warganya agar patuh melaksanakan tes massal cepat dan penelusuran orang-orang yang terpapar atau kemunginan tertular dari mereka yang positif corona serta karantina ketat mereka yang poitif tertular. 

Isolasi pasein menjadi hal yang utama serta kedisiplinan untuk tinggal di dalam rumah. Ditambah bonus ketertiban warga Singapura dan Korea Selatan yang mengikuti arahan pemerintah agar tinggal dahulu di rumah, upaya tes massal cepat serta tracing mereka yang terpapar atau tertular virus corona terbukti berhasil menekan penyebaran virus ini. 

Tiga negara tersebut menunjukan perkembangan yang optimis dalam mengendalikan dan mengontrol penyebaran virus yang tak terlihat oleh mata (kasat mata) ini. Yang satu (Cina) oleh barat disebut menggunakan pendekatan yang keras, dan pendekatan yang berbeda namun dengan hasil yang melegakan terjadi dan dilaksanakan di Singapura dan Korea Selatan. 

Kunci keberhasilan pengendalian ini adalah kerjasama yang kuat antara rakyat dan negara. Kerjasama yang kuat antara warganegara dan pemerintah akan memberi optimisme bagi kita dalam menghadapi dan mengendalikan wabah virus yang dapat mematikan ini.

Dengan strategi menutup kota Wuhan di Republik Rakyat Tiongkok, per hari Kamis 19 Maret 2020, setelah hampir 6 minggu stricked-lockdown atau karantina penuh dan penutupan kota di Kota Wuhan dan Provinsi Hubei, untuk pertama kalinya dilaporkan nol kasus baru Covid-19.

Artinya pendekatan yang sangat keras dan tegas yang dilancarkan Presiden Xi Jinping mulai terlihat hasilnya. Bahwa dengan risiko memblokade orang, menutup perekonomian, menutup pabrik, dan bisnis-bisnis serta melarang gerakan orang keluar rumah, menutup kota Wuhan dan Provinsi Hubei oleh Presiden Xi Jinping setelah enam minggu, kini tampak membuahkan hasil. 

Angka kematian dapat ditekan sehingga tidak lebih banyak lagi korban positif corona meninggal. Sebaliknya angka sembuh meningkat dan angka penularan menurun. Virus berkurang penyebarannya dan angka penularan dilaporkan nol sejak Kamis, 19 Maret 2020.

Meski dalam kacamata Eropa dan Amerika strategi ini disebut sangat keras, namun Presiden Jinping sekaligus sebagai telah memberi contoh hebat penaklukan wabah virus ganas di abad 21 ini. Walau kerja keras ini dikritik oleh barat, dan diledek oleh President Amerika Serikat Donald Trump sebagai “virus China,” Presiden Jinping tak ragu dan tak mundur walau dikritik dari belahan benua lain. 

Kepemimpinan Jinping telah memperlihatkan bahwa Cina berhasil mengatasi wabah virus berbahaya ini dan keberhasilan di Wuhan tampak direplikasi di Italia, Perancis dan Spanyol yang me-lockdown kota-kota tempat wabah berjangkit.

Melihat pengalaman pengendalian penyebaran corona di tiga negara itu, Presiden Jokowi memilih dengan menyerukan, mendorong dan mengingatkan “warga agar tinggal di rumah, bekerja di rumah dan beribadah di rumah serta penerapan menjaga jarak atau social distancing,” atau kini disebut physical distancing adalah upaya untuk menekan penularan dan menghentikan penyebaran virus Covid-19 ini.

Turunan perintah Jokowi adalah Pemerintah Daerah Khusus Ibukota DKI sejak 20 Maret lalu telah mengumumkan agar warga tinggal di rumah, tidak keluar rumah, dan tidak mengadakan acara kumpul-kumpul seperti resepsi. Kegiatan agama juga ditunda dan disambut oleh pemuka agama untuk meniadakan ibadah salat jumat dan ibadah hari minggu bagi umat Kristen dan Katolik. 

Presiden Jokowi memperhatikan situasi dan kerja rezim di Cina, Singapura, serta Korea Selatan dengan sangat cermat. Perlu pertimbangan tingkat tinggi dalam mengambil kebijakan bagi kita, negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia yaitu sekitar 270 juta jiwa. Apabila pemerintah salah mengambil keputusan akan berakibat fatal. Korban bisa jadi jauh lebih tinggi dari angka rata-rata meninggal di dunia. 

Namun mengambil keputusan seperti di Cina bukan hal mudah. Maka, tampaknya Jokowi tidak mengambil langkah ekstrim dan keras seperti karantina ketat atau lockdown. Sekali putusan lockdown diambil maka kita akan ditutup, ekonomi akan lumpuh, secara luar biasa seperti terjadi penutupan ekonomi dan pabrik-pabrik di Wuhan, Cina.

Langkah yang jelas oleh Presiden Jokowi sebagai upaya untuk segera meredam wabah harus didukung sebagai upaya menghindari peningkatan angka kematian. Langkah tegas ini perlu dibarengi disiplin kita sebagai warganegara dan masyarakat yaitu mematuhi seruan yang diulang-ulang “tinggal, bekerja, dan beribadah di rumah.”

Kunci pengendalian virus ini adalah dengan orang tidak pergi keluar rumah sehingga akan menekan penularan. Patuh tinggal di rumah dan menjaga jarak akan menjamin berhentinya wabah. Sebaliknya, keluyuran, pergi keluar rumah ke keramaian akan memperbesar risiko penularan dan penyebaran.

Situasi menentukan saat Ramadan dan Idul Fitri

Tampaknya perkiraan Badan Intelijen Negara atau BIN bahwa puncak dari wabah mematikan ini akan terjadi saat bulan puasa membuat kita semua harus hati-hati untuk memutuskan apakah kita akan pulang kampung merayakan Idul Fitri bulan Mei nanti. BIN memperkirakan puncak wabah corona ini akan terjadi selama 60 hingga 80 hari ke depan sejak ditemukan kasus pertama yang diumumkan Presiden Jokowi pada 2 Maret lalu. Pemerintah sudah mulai mewanti-wanti agar warga tidak mudik karena dikawatirkan pergerakan dan perjumpaan masyarakat dalam jumlah besar akan mendorong peningkatan penularan virus corona secara massif.

Maka fokus pemerintah saat ini selain upaya perang pengendalian virus berbahaya ini adalah juga menyiapkan skenario terbaik jika wabah yang dapat mematikan begitu banyak orang ini masih berlangsung saat kita melaksanakan puasa di bulan Ramadan yang jatuh bulan April dan hari Raya Idul Fitri pada Mei nanti.

Mudik adalah kata kuncinya saat menjelang lebaran. Keputusan penting harus dibuat pemerintah apakah kita dibolehkan mudik, atau sebaliknya dilarang pulang kampung agar terhindar dari pertemuan masal ketika ritual mudik di terminal bus, stasiun kereta api dan bandar udara.

Presiden Xi Jiping berhasil menekan angka kematian akibat corona saat puncak wabah itu di Bulan Februari lalu adalah dengan memerintahkan memperpanjang liburan tahun baru Cina atau Imlek. Dengan itu menghindari bertambahnya angka korban virus serta menghindari perjumpaan orang dalam jumlah besar. Di Tiongkok, Tahun Baru Cina dirayakan ratusan juta warga yang juga hilir mudik pulang kampung seperti tradisi kita di Indonesia. Dan itu menjadi kunci menghindari peningkatan angka penularan yang membuat rendah angka kematian akibat corona di Tiongkok.

Sehingga opsi mudik atau pulang kampung menjadi penting bagi kita untuk dipikirkan: apakah ritual ini dilakukan seperti biasa atau tindakan luar biasa. Jika saat puncak wabah tak ada pertemuan orang di terminal, bandara dan stasiun maka akan memberi optimisme bahwa wabah ini akan dapat dikendalikan. 

Ritual pulang kampung pun akan jadi harus ditimbang-ulang tahun ini apabila wabah mematikan ini masih terjadi nanti saat puncaknya yaitu pada bulan ramadan seperti prediksi BIN dan prediksi yang dibuat peneliti dari lembaga pendidikan tinggi.

Ritual pulang kampung yang melibatkan lebih dari 15 juta orang pulang dan pergi dari satu kota ke kota dan kampung lain akan otomatis membuat lalu lintas padat di darat, laut, dan udara. Pertemuan dan kepadatan perjumpaan serta tiba di kampung adalah wahana yang sangat efektif untuk menulari virus ini dari satu orang ke orang lain. 

Jika skenario mudik atau pulang kampung untuk merayakan Idul Fitri ini tetap dilakukan saat wabah virus corona ini sedang puncaknya pada akhir April dan atau bulan Mei nanti, maka dapat dipastikan angka korban meninggal akan makin tinggi. Perkiraan para ahli dan pengamat, angka positif terinfeksi virus ini saat puncak di akhir April nanti akan berada di kisaran antara 11.000 hingga 71 ribu kasus (The Conversation, 20 Maret 2020).

Pemerintah tampaknya harus menetapkan pelarangan pulang kampung alias mudik bagi semua warga. Sebagai warga negara diharapkan ikut mendukung keputusan pemerintah pada saatnya nanti demi menahan laju penularan virus corona.

Maka pertama kali dalam sejarah negara kita dengan penduduk muslim terbesar di dunia akan melaksanakan Ramadan dan perayaan Idul Fitri tanpa mudik. 

Waktu terus bergerak. Perhitungan yang tepat diperlukan untuk mengantisipasi kebutuhan pangan, saat yang sama protokol manusia yang bekerja dalam mengatur dan dan mendistribusikan barang juga harus diperhatikan sesuai prosedur kesehatan dan pencegahan penularan dan tertular dari corona.

Yang juga penting jika terjadi skenario tidak pulang kampung adalah harus mulai disosialisasikan protokol berbelanja bahan pangan secara offline di pasar-pasar tradisional di kota-kota. Karena kita tahu pertemuan orang yang berbelanja biasanya akan membludak di pasar untuk memenuhi kebutuhan ramadan dan lebaran. 

Harus dihindari terjadi penularan virus corona ini ketika warga, ibu-ibu dan atau bapak-bapak pergi berbelanja offline bertatap muka dan saling tawar menawar di pasar-pasar sekitar kita. Memang kita harus sangat hati-hati dengan tidak menganggap enteng virus yang dapat mematikan ini. Jangan sampai pasar atau tempat berbelanja kebutuhan pangan menjadi tempat terjadinya peningkatan penyebaran virus corona. Maka prosedur dan protokol untuk berbelanja kebutuhun pangan adalah sangat baik mulai disosialisasikan kepada masyarakat.

Maka dalam situasi seperti ini pemerintah bisa terus juga berkampanye agar belanja tanpa perlu bertatap muka dan mendatangi pasar perlu terus ditingkatkan dalam upaya menekan penyebaran virus corona ini. 

Terkait ramadan dan lebaran yang berlangsung ketika penyebaran virus corona ini saat puncaknya maka pemerintah pusat dan daerah harus satu kata terkait keberadaan pusat-pusat perbelanjaan. Apakah mal-mal atau pusat perdagangan tetap dibuka atau ditutup. Diperlukan keputusan yang tunggal antara pusat dan daerah, khususnya di Jakarta dan kota-kota besar lainnya. 

Meski seruan tinggal di rumah terus berkumandang, namun masih banyak anak-anak muda nongkrong di kafe. Hal ini masih terjadi, karena memang tidak ada perintah khusus bahwa tempat itu harus tutup. Dalam suasana liburan ramadan menjelang Idul Fitri harus dibuat aturan yang tegas sehingga menjadi jelas bagi dunia usaha dan menjadi jelas bagi warga masyarakat untuk tidak berkerumun atau mengunjungi tempat-tempat keramaian.

Yang jadi soal juga adalah: harus jelas apakah tempat usaha semacam warung kopi, kafe, atau restoran itu dibolehkan buka atau harus tutup. Ini juga harus jelas dari sisi pemerintah dan aparat keamanan serta para pengusaha. Di sinilah letak sulitnya situasi saat ini. Mana yang boleh buka dan mana yang harus tutup belum jelas bagi masyarakat dan pengusaha. Sehingga adalah tugas pemerintah membuat itu semua menjadi jelas.

Sebaiknya kita warga masyarakat harus mulai mengantisipasi perkiraan situasi dan kondisi seperti ini. Apakah kita harus pulang kampung atau tetap tinggal di kota atau tempat tinggal kita ketika Ramadan dan lebaran nanti. 

Tampaknya pemerintah harus bekerja cepat dan mengambil keputusan yang tak boleh meleset sehingga memberi keamanan terhadap warga masyarakat dan rakyat umumnya dari pandemik virus corona ini. Salah membuat keputusan bisa berakibat fatal bagi warga, sebaliknya jika seruan dan keputusan telah dikeluarkan pemerintah adalah kewajiban kita sebagai warga negara mengikuti dan menaati keputusan pemerintah. 

Memang dibutuhkan kerja sama dan kemauan yang kuat antara rakyat dan negara dalam menghadapi situasi wabah virus seperti ini. Dan ini bukan hanya kita saja di Indonesia, lebih dari 180 negara lain juga menghadapi masalah yang sama. Saat ini, wabah ini menjadi pusat perhatian lebih dari tujuh miliar penduduk dunia saat ini. Semakin kita mengantisipasi dengan baik, kemungkinan buruk yang terjadi atas wabah ini dapat diminimalisir.

Kerja sama yang kuat antara rakyat dan negara akan menjadi bukti apakah kita bersama dapat melewati wabah ini dengan melegakan seperti terjadi di Cina, Singapura atau Korea Selatan sehingga jumlah korban dapat diminimalisir. Jelas kita tak ingin wabah ini mematikan begitu banyak orang seperti yang terjadi di Italia saat ini. Semoga kita rakyat dapat bekerjasama dengan pemerintah dengan cara berdisiplin mengikuti anjuran Presiden Jokowi agar kita bersama dapat memenangkan perang dan menaklukan wabah corona ini. []

*Irwan Firdaus, Alumni Jurusan Sejarah Universitas Indonesia

Berita terkait
Cegah Covid-19 Relawan Jokowi Sasar Kwitang
Relawan Jokowi yang terhimpun dalam Komite Penggerak Nawacita (KPN) kembali gelar aksi sosial di daerah Kwitang, Jakarta Pusat.
Jokowi Datangkan Mesin Penguji Virus Corona
Jokowi melakukan banyak cara untuk mempercepat penanggulangan wabah Covid-19 termasuk mendatangkan mesin yang bisa mengetas 1.400 pasien per hari.
Denny Siregar: Kenapa Jokowi Tidak Melarang Mudik Lebaran
Jadi saya harus paham, kenapa pemerintahan Jokowi sempat bingung menetapkan apakah mudik Lebaran 2020 dilarang atau tidak. Denny Siregar.