Pengamat: Teroris Ubah Strategi Gunakan Pelaku Perempuan

Pengamat: teroris ubah strategi gunakan pelaku perempuan. “Pelaku teror perempuan lebih mudah melewati pemeriksaan keamanan di lapangan sehingga memudahkan aksi teror.”
Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Rudi Setiawan menunjukkan foto keluarga Dita Upriyanto saat penggerebekan rumah terduga teroris di kawasan Wonorejo Asri, Rungkut, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018). Menurut Kombes Pol Rudi Setiawan keluarga Dita Upriyanto merupakan terduga pelaku peledakan di tiga gereja di Surabaya, yakni Gereja Kristen Indonesia (GKI), Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS), dan Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, pada waktu yang hampir bersamaan. (Foto: Ant/Nanda Andrianta)

Jakarta, (Tagar 14/5/2018) – Pengamat teroris sekaligus Direktur The Islah Centre Mujahidin Nur mengungkapkan, jaringan teroris kelompok ISIS dinilai mulai mengubah dan menggeser strategi dengan menggunakan pelaku perempuan dalam aksi mereka.

"Saya melihat ada pergeseran strategi jaringan teroris kelompok ISIS dalam melakukan aksi terorisme termasuk di Indonesia. 'Lone wolf' yang lazimnya dilakukan oleh laki-laki kini dilakukan oleh perempuan," kata Mujahidin Nur di Jakarta, Minggu (13/5).

Mujahidin mengamati aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh Puji Kuswanti di Surabaya dan penangkapan dua perempuan (Ditta Siska Millenia dan Siska Nurazizah) yang akan melakukan penusukan anggota Mako Brimob.

Menurut Mujahidin, tanda-tanda pergeseran strategi itu sebenarnya sudah bisa dibaca beberapa bulan terakhir ini di mana dalam video-video propaganda yang dibuat oleh ISIS sangat sering sekali memperlihatkan perempuan-perempuan ISIS melakukan pelatihan berbagai keahlian tempur baik menembak, memanah, maupun berbagai skill lapangan lainnya.

"Kelompok ISIS juga dalam beberapa bulan terakhir ini mendorong para wanita yang berada di kelompok mereka untuk mengambil bagian dalam aksi-aksi teror di berbagai negara termasuk di Indonesia," ujarnya.

Mujahidin mencontohkan, perempuan yang akan melakukan penusukan seperti di Mako Brimob dan melakukan bom bunuh diri (women kamikaze) seperti di Surabaya adalah fenomena yang sangat jarang terjadi.

"Mungkin persentase bom bunuh dan terorisme secara global di mana pelakunya dilakukan oleh perempuan kurang dari 10 persen," tuturnya.

Selama ini, menurut dia, dikenal berbagai istilah yang melibatkan peran perempuan di antaranya istilah "Black Widows" di Chechnya, " Black Tiger" di Srilanka, bahkan fenomena perempuan yang berperan aktif dalam teror juga terjadi pada kelompok teror Boko Haram, di Nigeria.

Di Indonesia, hal ini merupakan hal baru yang dilakukan oleh kelompok ISIS di mana bom bunuh diri dilakukan oleh perempuan seperti di Surabaya.

"Dan saya pikir ke depan tren perempuan menjadi bagian dalam aksi teror akan banyak terjadi termasuk di Indonesia," kata dia lagi.

Mujahidin menduga, sebagaimana di negara-negara lain, umumnya perempuan yang bisa direkrut dan mau melakukan aksi teror atau bom bunuh diri seperti terjadi di Mako Brimob dan Surabaya sangat mungkin dipengaruhi oleh faktor motivasi-motivasi individual bisa balas dendam karena suaminya terbunuh karena aksi atau keterlibatan dalam terorisme, bisa karena suaminya dihukum karena tindakan terorisme.

Di sisi lain, bisa juga sebagai wujud kemarahan kelompoknya (ISIS) pada pemerintah atau alasan lain karena merasa terisolasi atau termarjinalkan hingga bisa juga mereka (perempuan) melakukan bom bunuh diri untuk kepentingan kelompoknya (ISIS).

"Bagi ISIS sendiri mereka bisa mendapatkan beberapa keuntungan ketika 'lone wolf' dengan melakukan bom bunuh diri ini dilakukan oleh perempuan," jelasnya.

Beberapa keuntungan itu, sebut Mujahidin, yakni pertama, atensi atau pemberitaan media lebih maksimal ketika bom bunuh diri dilakukan oleh perempuan dan atensi besar itu merupakan tujuan utama tindakan terorisme.

Kedua, apabila mereka bisa memaksimalkan perempuan dalam aksi terorisme itu artinya mereka mempunyai jumlah "combatant" (petempur) lebih banyak lagi.

“Ketiga, tentu saja pelaku teror perempuan lebih mudah melewati pemeriksaan keamanan di lapangan sehingga memudahkan aksi teror yang sudah direncanakan,” kata Mujahidin. (ant/yps)

Berita terkait
0
Kesehatan dan Hak Reproduksi Adalah Hak Dasar
Membatasi akses aborsi tidak mencegah orang untuk melakukan aborsi, hal itu justru hanya membuatnya menjadi lebih berisiko mematikan