Pengamat Sebut Menang Lawan Kotak Kosong Cacat Demokrasi dan Primitif

Pengamat sebut menang lawan kotak kosong cacat demokrasi dan primitif. Fenomena gunung es transaksi politik.
Pengamat Sebut Menang Lawan Kotak Kosong Cacat Demokrasi dan Primitif | Munafri Arifuddin dan pendukungnya saat pengumuman hitung cepat versi tim internal yang memenangkan Munafri atas kotak kosong, Rabu 27/6/2018. (Foto: Tagar/Rio Anthony)

Jakarta, (Tagar 28/6/2018) - Pilkada Makassar, Sulawesi Selatan, yang diikuti calon tunggal dimenangkan kotak kosong berdasarkan hasil hitung cepat atau quick count

Pasangan Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi kalah dari kotak kosong. Pasangan tersebut meraih sekitar 46 persen suara sementara kotak kosong didukung oleh sekitar 53 persen suara, menurut beberapa hasil hitung cepat hingga Rabu (27/6) malam waktu setempat.

Pengamat Politik dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta TB Masa menilai, kemenangan kotak kosong melawan calon tunggal adalah cacat demokrasi. Menurutnya, rakyat menolak dan tidak menghendaki calon tunggal. Sehingga calon tunggal yang kalah dengan kotak kosong tidak memiliki legitimasi.

"Dari mana legitimasnya, apa alasan politiknya dari niat dan dukungan. Rakyat  tidak mendukung. Secara moral apakah pemimpin yang tidak didukung oleh rakyat, dia legitimasi tidak. Padahal demokrasi itu justru dimaksudkan untuk menguatkan legitimasi pada pilihan yang dikehendaki oleh rakyat. Berarti kotak kosong itu sebuah legitimasi untuk mengatakan calon tunggal itu tidak legitimate," ujarnya saat dihubungi Tagar News, di Jakarta, (28/6).

Menurutnya, adanya kekeliruan yang sebenarnya sejak awal sudah bisa diantisipasi. Apalagi kata dia, demokrasi telah membuka ruang kepada partai politik untuk memunculkan pilihan-pilihan kandidat pada Pilkada.

"Ini ironi demokrasi, demokrasi itu membuka ruang pada alternatif-alternatif," katanya.

TB Masa menilai, hal ini adalah kegagalan dari partai politik karena dianggap tidak menjalankan fungsi perekrutan dengan baik. Menurutnya, parpol seharusnya memunculkan kandidat lain dalam Pilkada serentak dalam pesta demokrasi.

"Dari sini kita bisa melihat kebelakang, masak partai tidak menawarkan alternatif. Itu kegagaan dari partai, mengapa cuma satu calon, kan tidak logis," tegasnya.

"Padahal kita lihat kan ada kandidat-kandidat lain yang bisa dimunculkan, mengapa tersandra, yang muncul hanya calon tunggal. Itu kan pertanyaan besar padahal demokrasi itu membuka ruang kepada masyarakat untuk dipilih, mana ada calon tunggal," jelasnya.

Menurutnya, kemenangan kotak kosong atas calon tunggal ibarat puncak gunung es bahwa politik transaksi itu sudah sampai pada tahap mengerikan lantaran telah mengalahkan akal sehat.

Jika dilihat dari keadaban politik, kata dia, fenomena semacam ini merupakan bentuk politik yang yang sangat primitif.

"Masak politik primitif bisa muncul di alam demkorasi. Itu tidak sah dan tetap kalah harus memilih ulang," ujarnya.

Dengan alasan itu, menurutnya, calon tunggal harus mengikuti Pilkada ulang karena calon tunggal yang kalah dengan kotak kosong tidak legitimate, dianggap tidak sah.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada mengatur bagaimana jika Pilkada hanya diikuti calon tunggal. Dalam Pasal 54 D diatur, pemenang Pilkada dengan calon tunggal harus memperoleh suara lebih dari 50 persen suara sah. Namun, bila suara tidak mencapai lebih dari 50 persen, maka pasangan calon yang kalah boleh mencalonkan lagi dalam pemilihan berikutnya.

Pasal 25 ayat 1 PKPU Nomor 13 Tahun 2018 mengatur, apabila perolehan suara pada kolom kosong lebih banyak dari perolehan suara pada kolom foto Pasangan Calon, KPU menetapkan penyelenggaraan Pemilihan kembali pada Pemilihan serentak periode berikutnya.

Sementara pada ayat 2 disebutkan, pemilihan serentak berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diselenggarakan pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sebagaimana jadwal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pertama Kali di Makassar

Lembaga riset Celebes Research Center (CRC) yang melakukan hitungan cepat (quick count) menempatkan kolom kosong menjadi peraih suara terbanyak mengalahkan pasangan calon Munafri Afifuddin-Rachmatika Dewi (Appi-Cicu).

"Data yang masuk untuk pilkada Makassar sudah 86 persen dan kolom kosong unggul tipis dari paslon tunggal," ujar Direktur CRC Herman Heizer sperti dikutip Antara di Makassar.

Ia mengatakan data server yang diterimanya untuk sementara menempatkan kolom kosong dengan persentase perolehan suara 53,45 persen diikuti paslon Appi-Cicu 46,55 persen.

Herman menyatakan kemenangan kolom kosong di Pilkada Makassar cukup mengejutkan. Pilkada Makassar hanya diikuti oleh pasangan calon tunggal Munafri Afifuddin-Andi Rachmatika Dewi.

"Pilkada dengan paslon tunggal adalah yang pertama kali terjadi di Makassar dan pemenangnya juga kolom kosong," katanya.

Pada pemilihan kepala daerah serentak ini paslon Appi-Cicu didukung oleh koalisi partai politik (parpol) yang mengontrol 43 kursi di DPRD Makassar. (rmt)

Berita terkait
0
Pro Kontra UE Beri Label Nuklir dan Gas Sebagai Energi Hijau
Parlemen Eropa dukung proposal mengenai pelabelan gas alam dan pembangkit listrik tenaga nuklir sebagai investasi ramah iklim