Pengamat: Keputusan Tarawih Akbar di Monas Bukan Masalah Sensitif

Pengamat: keputusan tarawih akbar di Monas bukan masalah sensitif. “Itu hanya sebuah inovasi kebijakan pemerintah," ujar Trubus Rahadiansyah.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno. (Foto: Tagar/Ardha)

Jakarta, (Tagar 22/5/2018) - Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan, rencana pengadaan salat tarawih akbar di Monas tidak perlu dikritisi.

"Bukan masalah sensitif. Sebenarnya kebijakan salat tarawih di Monas itu hanya sebuah inovasi kebijakan pemerintah," ujar Trubus Rahadiansyah kepada Tagar, Selasa (22/5).

Trubus menilai, salat tarawih di Monas dapat menyambung hubungan yang baik antarseluruh warga Jakarta yang hadir. "Dalam artian membangun interaksi yang positif antarwarga Jakarta. Setidaknya kebijakan itu membangun kondisi yang sejuk di dalam suasana bulan Ramadhan. Hanya sayangnya sebagian masyarakat kita berpikir politis," jelasnya.

Sementara itu, Wakil Gubernur Sandiaga Uno memastikan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI telah membatalkan lokasi salat tarawih akbar pada 26 Mei mendatang di Monas. Hal tersebut menyusul saran para ulama agar lebih baik diadakan di Masjid Istiqlal.

"Kemarin sudah diputuskan oleh kami bahwa kita mengikuti saran ulama dan kita akan koordinasi memindahkan acara tarawih yang tanggal 26 (Mei) tetap berlanjut, tetapi insyaAllah dilakukan di Masjid Isyiqlal," ucap Sandiaga di Balai Kota Jakarta, Selasa (22/5).

Sandiaga mengaku, pihaknya akan mempersiapkan sekitar 30 ribu lebih kotak makanan untuk seluruh warga yang menghadiri kegiatan keagamaan saat Ramadhan tersebut, seperti buka puasa dan salat tarawih bersama.

"Kita sudah siapkan sekitar 30 ribu lebih kotak makanan untuk para jamaah itu mungkin bisa juga dibagi di jamaah di Istiqlal," tuturnya.

"Kita harapkan nanti lebih meningkatkan giroh (semangat) masyarakat untuk lakukan salat tarawih dan kita harus menerangi masjid kita khususnya di akhir hari-hari bulan Ramadhan," sambung Sandiaga.

Diketahui sebelumnya, pengadaan solat tarawih akbar di Monas mendapat kritikan dari MUI, Muhammadiyah, dan PBNU. Salah satunya dari Sekretaris PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti.

"Salat tarawih di Monas bisa menimbulkan kesan politis. Dalam konteks luas dan jangka panjang, bisa menjadi preseden untuk kegiatan serupa oleh pemeluk agama lainnya," imbuh Abdul. (ard)

Berita terkait