Pengacara: Tuntutan Irman Terlalu Tinggi

Pengacara Irman Gusman, Maqdir Ismail, menilai tuntutan kepada kliennya yaitu pidana penjara selama tujuh tahun terlalu tinggi.
Mantan Ketua DPD Irman Gusman berdiskusi dengan kuasa hukumnya saat mengikuti sidang lanjutan perkara dugaan suap impor gula di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (11/1). (Foto: Ant)

Jakarta, (Tagar/1/2) - Pengacara Irman Gusman, Maqdir Ismail, menilai tuntutan kepada kliennya yaitu pidana penjara selama tujuh tahun dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun, terlalu tinggi.

"Saya kira tuntutan ini terlalu tinggi. Pertama, tuntutan ini tidak sesuai dengan fakta persidangan dan menurut hemat kami, ini tuntutan yang berlebihan," kata Maqdir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (1/2).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Irman selama tujuh tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider lima bulan kurungan ditambah pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah terdakwa Irman Gusman selesai menjalani pidana pokok, karena dinilai terbukti menerima Rp100 juta dari pemilik CV Semesta Berjaya.

"Kemudian mengenai pencabutan hak politik. Saya kira ada kekeliruan dari JPU mengartikan hak yang bisa dicabut. Hak yang bisa dicabut itu menurut UU adalah hak yang diberikan oleh pemerintah, bukan hak asasi manusia terutama itu harus berhubungan dengan kejahatan atau hasil perbuatan pidana itu sementara hak politik didapatkan seseorang sebagai hak asasi yang diberikan oleh Undnag-undang Dasar," ungkap Maqdir.

Maqdir dan tim penasihat hukum akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada 8 Februari 2017.

"Banyak hal yang akan kami sampaikan dalam pembelaan. Kami coba buktikan bahwa seolah-olah ada transaksi, seolah-olah ada komunikasi soal uang Rp100 juta itu. Secara faktual di persidangan hanya pembicaraan antara Memi dan Pak xaveriandy, bahkan Pak Irman sendiri tidak pernah tahu mengenai itu, bagaimana ini bisa disebut suap? Sebab suap itu harus ada pembicaraan antara pemberi dan penerima," tambah Maqdir.

Maqdir juga membantah bahwa kleinnya meminta Rp300 per kilogram gula yang bisa disalurkan oleh Perum Bulog kepada CV Semesta Berjaya.

"Saya kira tidak ada buktinya mengenai pembicaraan 'commitment fee', yang ada 'whatsapp' secara sepihak ditulis oleh Memi kepada Pak Irman. Bagaimana Memi memanfaatkan foto antara Memi dalam pertemuan dengan Pak Irman seolah-olah apa yang dikehendaki oleh Memi adalah persetujuan dari Pak Irman. Ini yang memanfaatkan jabatan Pak Irman itu adalah Memi, bukan Pak Irman memanfaatkan jabatannya," jelas Maqdir.

Perbuatan penerimaan suap Rp100 juta itu diawali saat pemilik CV Semesta Berjaya, seorang pengusaha dari Sumbar yang merupakan rekan Irman, Memi bertemu dengan Irman pada 21 Juli 2016 di rumah Irman dan menyampaikan telah mengajukan permohonan pembelian gula impor ke Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Sumbar sebanyak 3.000 ton untuk mendapatkan pasokan gula.

Tapi permohonan pembelian itu lama tidak direspon Perum Bulog sehingga Memi meminta Irman untuk mengupayakan permohonan CV Semesta Berjaya itu.

Irman bersedia membantu dengan meminta "fee" Rp300 per kg atas gula impor Perum Bulog yang akan diperoleh CV Semesta Berjaya dan akhirnya disepakati oleh Memi. selanjutnya Memi melaporkan kepada suaminya, Xaveriandy Sutanto.

Irman kemudian menghubungi Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti agar menyuplai gula impor ke Sumbar melalui Divisi Regional (Divre) Sumatera Barat (Sumbar) karena selama ini disuplai melalui Jakarta yang mengakibatkan harga menjadi mahal. Irman pun merekomendasikan Memi sebagai teman lamanya yang memiliki CV Semesta Berjaya sebagai pihak yang dapat dipercaya untuk menyalurkan gula impor tersebut.

Djarot pada 22 Juli 2016 lalu menghubungi Kepala Perum Bulog Divre Sumbar Benhur Ngkaimi dan menyampaikan titipan pesan dari Irman agar Memi diberikan alokasi gula impor. Atas arahan tersebut Benhur Ngkaimi menyatakan siap melaksanakannya.

CV Semesta Berjaya akhirnya mendapat distribusi gula impor Perum Bulog secara bertahap mulai 12 Agustus 2016 sampai 10 September 2016 sebesar 1.000 ton gula dan disalurkan Xaveriandy dan Memi ke beberapa lokasi yang di luar peruntukannya selain di Padang yaitu ke Medan dan Pekanbaru.

Memi bersama Xaveriandy pada 16 September 2016 mengantarkan uang Rp100 juta sebagai uang terima kasih ke rumah Irman di Jalan Denpasar C3 No 8 Kuningan Jakarta dan tidak lama setelahnya, ketiga orang itu diamankan petugas KPK.

"Terdakwa Irman berusaha mengaburkan penerimaan uang suap tersebut dengan cara 4-5 hari setelah penangkapan, penasihat hukumnya melaporkan penerimaan itu ke KPK seolah-olah sebagai gratifikasi. Hal ini tidak benar karena sejak awal terdakwa Irman sudah meminta 'commitment fee' sebesar Rp300 per kilogram. Bahwan menurut Irman sendiri yang sering menerima oleh-oleh dari teman-temannya yang pulan dari luar negeri, Irman tidak pernah melaporkan gratifikasi tersebut ke KPK," tambah jaksa Ahmad Burhanuddin.

Meski kewajiban Irman adalah menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat berkaitan dengan masalah pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi baik dalam hal perancangan UU, tapi Irman sudah menerima uang dari masyarakat yang menyampaikan aspirasinya itu.

"Terdakwa telah menerima uang sebesar Rp100 juta dari Xaveriandy Sutanto dan memi karena telah mempengaruhi Dirut Perum Bulog dalam mengupayakan CV Semesta Berjaya milik Xaveriandy dan Memi untuk mendapat alokasi pembelian gula impor dari Bulog yang secara nyata bertentangan dengan kewajiban terdakwa sebagai anggota dan atau Ketua DPD," kata jaksa Lie Setiawan. (fet/ant)

Berita terkait
0
Kesehatan dan Hak Reproduksi Adalah Hak Dasar
Membatasi akses aborsi tidak mencegah orang untuk melakukan aborsi, hal itu justru hanya membuatnya menjadi lebih berisiko mematikan