Pendidikan Bukan Jaminan Bisa Memimpin

Terjadi penyempitan pandangan pendidikan merupakan jaminan bisa memimpin
Pengamat Politik LIPI, Wasisto Raharjo Jati. (Foto: Istimewa)

Jakarta, (Tagar 6/3/2019) - Selama ini kita selalu terjebak dalam paradigma birokratis, sehingga menyempitkan pandangan bahwa kapabilitas tergantung jenjang pendidikan dan intelektualitas. Kepemimpinan bukan soal lamanya pendidikan formal, namun yang terpenting kemampuan penyelesaian masalah.

Salah satu kriteria seseorang dianggap mampu menjadi pemimpin atau teladan, dilihat dari tingkat pendidikannya. Bahkan, wawasan yang luas itu tidak lepas dari jenjang pendidikan yang mapan. Hal itu sudah terpatri di benak masyarakat.

Seperti halnya para calon wakil rakyat yang akan memperebutkan kursi calon anggota DPRD maupun DPR RI. Para calon hadir dari berbagai tingkatan pendidikan, namun kali ini didominasi oleh konstestan lulusan SMA.

Kehadiran calon pemimpin yang hanya lulusan SMA menjadi kekhawatiran masyarakat. Bahkan, terjadi penyempitan pandangan, bahwa kapabilitas itu tergantung jenjang pendidikan dan intelektualitas.

"Selama ini kita terjebak dalam paradigma birokratis sehingga menyempitkan pandangan, kalau kapabilitas itu tergantung jenjang pendidikan dan inteletualitas seseorang," ujar pengamat politik Wasisto Raharjo kepada Tagar News, Senin (4/3).

Wasisto menambahkan, bahwa beberapa pemimpin lulusan SMA lebih baik dan berpengalaman dalam bidang tertentu, daripada pemimpin lulusan Sarjana, baik S1 hingga S3.

"Saya melihat lulusan SMA itu terkadang lebih cakap dan berpengalaman dalam bidang tertentu ketimbang S1 dan mungkin S3," ungkapnya.

Meskipun jumlah caleg didominasi dari kalangan pendidikan SMA, dan berada pada ruang yang berbeda. Tidak bisa dipungkiri, akan ada potensi persoalan main mata di antara kedua belah pihak.

"Tidak bisa dipungkiri kalau ada potensi persoalan main mata antar keduanya misalnya pengesahan anggaran," tuturnya.

Sedangkan menurut pengamat politik Juliaman Saragih, dalam memimpin sebuah wilayah pendidikan bukan aktor tunggal, bukan alasan terbentuknya jiwa dan kualitas kepemimpinan seseorang. Tentu perlu menilai soal karakter dan mentalitas.

"Pendidikan bukanlah aktor tunggal untuk terbentuknya jiwa dan kualitas kepemimpinan, namun soal karakter dan mentalitas seseorang yang perlu," ujar Juliaman Saragih.

Kepemimpinan seseorang juga tidak bisa dilihat soal lamanya pendidikan formal, namun yang terpenting adalah kemampuan yang dimiliki dalam menyelesaikan masalah.

"Kepemimpinan bukan soal lamanya pendidikan formal namun yang penting kemampuan penyelesaian masalah," tutup Wasisto. []

Berita terkait
0
Elon Musk Sebut Pabrik Mobil Baru Tesla Rugi Miliaran Dolar
Pabrik mobil baru Tesla di Texas dan Berlin alami "kerugian miliaran dolar" di saat dua pabrik kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi