Pemohon Suaka di Jerman Kualifikasi Tinggi dengan Gaji Rendah

Sebuah studi baru menemukan, pengungsi di Jerman secara keseluruhan terintegrasi dengan baik ke dalam angkatan kerja
Obada Hijjo dari Palestina (Foto: dw.com/id - Ben Knight/DW)

TAGAR.id - Sebuah studi baru menemukan, pengungsi di Jerman secara keseluruhan terintegrasi dengan baik ke dalam angkatan kerja. Namun, banyak yang berkualifikasi terlalu tinggi untuk pekerjaan yang mereka lakukan. Ben Knight dan Thomas Kohlmann melaporkannya untuk DW.

Obada Hijjo menjalani masa yang tidak mudah sejak tiba di Jerman empat tahun lalu. Lulus pendidikan kepolisian di Turki, pria Palestina berusia 30 tahun itu awalnya bekerja sebagai polisi di Tepi Barat, Palestina. Namun, ketika sebuah kasus yang melibatkannya ternyata justru mengakibatkan ancaman terhadap nyawanya, Hijjo dan istrinya terpaksa meninggalkan negara itu, dan kini terdampar di Jerman dengan status "ditoleransi" sebagai pengungsi. Itu berarti, dia belum memiliki izin tinggal resmi.

Selain lulus pendidikan kepolisian di Turki, Obada Hijjo di Turki juga menyelesaikan kuliah di bidang ilmu politik dan administrasi publik dan punya ijazah universitas. Namun, sekarang dia bekerja sebagai sopir taksi di Berlin.

Dua bulan lalu, setelah perjuangan panjang dengan birokrasi Jerman, ijazah sarjana ilmu politiknya akhirnya diakui di Jerman. "Seharusnya prosedurnya hanya butuh paling lama sembilan bulan”, Obada Hijjo bercerita, "tetapi saya terus harus mendapatkan surat yang lain dari universitas. Mereka terus berkata, 'harus ada dokumen ini, harus ada dokumen itu, oh tidak, bukan yang itu, tapi yang ini..' "Mereka tidak mengerti bahwa saya orang Palestina, bukan warga Turki. Bagaimana saya bisa pergi ke Turki? Saya hanya punya status ditoleransi, jadi saya tidak boleh meninggalkan Jerman. Saya pusing dengan tuntutan mereka.

Pengalaman seperti itu dialami oleh banyak pencari suaka di Jerman, seperti Sanaa Abukalam. Setelah melarikan diri dari perang di Suriah lima tahun lalu, dia tiba di Dresden, dan segera dihadapkan dengan rasisme sehari-hari. "Perempuan berjilbab punya banyak masalah,” katanya kepada DW. "Rasisme di sini adalah masalah seperti itu."

Sanaa Abukalam menghabiskan beberapa tahun untuk belajar bahasa Jerman, tetapi sebagai ahli pengobatan alternatif kualifikasinya tidak diakui di Jerman. Dia bersyukur ketika akhirnya mendapat pekerjaan di toko sepatu awal tahun ini.

Sebuah studi baru-baru ini oleh Institut Penelitian IAB menemukan bahwa 41% pengungsi yang telah berada di Jerman selama enam tahun mengatakan, dipekerjakan di bawah tingkat kualifikasi mereka. Untuk pengungsi dari Ukraina, angka tersebut lebih tinggi, lebih 50 persen dari mereka punya kualifikasi labih tinggi daripada oekerjaan mereka sekarang.

Sanaa AbukalamSanaa Abukalam di Dresden (Foto: dw.com/Privat)

Sukses dalam integrasi

Kepala penelitian IAB Herbert Brücker menekankan, di kalangan pengungsi tingkat pekerjaan secara keseluruhan sebenarnya sangat positif. "Kami berpikir pada tahun 2015: Jika kami mencapai tingkat pekerjaan 50% setelah lima atau enam tahun, kami akan sangat baik. Dan kami sekarang berada di posisi 54% pada tahun 2021, terlepas dari pandemi COVID-19. Jadi kami telah melampaui ekspektasi," katanya kepada DW.

Semakin lama para pengungsi berada di Jerman, semakin banyak mereka yang mendapat pekerjaan: "Di antara orang-orang yang telah berada di sini selama tujuh atau delapan tahun, kami memiliki tingkat pekerjaan 62%. Itu cukup bagus. Itu hanya sekitar sepuluh, dua belas poin persentase lebih sedikit daripada tingkat pekerjaan populasi di Jerman," kata Herbert Brücker.

Berpenghasilan lebih rendah

IAB secara secara teratur menilai integrasi kaum imigran ke dalam pasar tenaga kerja Jerman sejak 2016, dan studi saat ini didasarkan pada data pencari suaka yang dilaporkan sendiri yang tiba di Jerman antara 2013 dan 2019.

65 persen pengungsi yang bekerja dan telah berada di Jerman selama enam tahun bekerja penuh waktu pada tahun 2021. Upah bulanan kotor rata-rata pengungsi yang bekerja penuh waktu meningkat dari 1.660 euro (setara dengan Rp 277.228.034,40) pada dua tahun pertama setelah tiba di Jerman menjadi 2,037 euro (setara dengan Rp 340.394.524,68) di tahun keenam.

Pengungsi cenderung jauh lebih muda dari usia rata-rata karyawan Jerman, dan mereka yang memulai kehidupan kerja berpenghasilan lebih rendah daripada yang lebih berpengalaman. "Di antara usia 18 hingga 25 tahun, pendapatan pengungsi adalah 75% dari pendapatan rekan sebaya mereka di Jerman. Kesenjangannya tidak terlalu besar, dan juga akan mendatar seiring waktu. Tapi ada masih banyak ruang untuk perbaikan," kata Herbert Brücker. (hp/as)/dw.com/id. []

Berita terkait
Jerman Kesulitan Mendapatkan Apartemen untuk Tempat Tinggal Pencari Suaka
Berkali-kali pemerintah Kota Fulda meminta bantuan warga yang punya kamar agar menampung pencari suaka dan pengungsi perang dari Ukraina