Pemkab Cirebon Sebaiknya Berkaca ke Korea Selatan

Pemkab Cirebon sedang mengkaji membuka sekolah dengan belajar tatap muka di kelas untuk tingkat SMA/SMK karena ada di zona hijau Covid-19
Siswi di Sekoah Menengah Wanita Gyungbuk, di Daegu, Korea Selatan, memakai masker dan partisi. Belakangan sekolah kembali ditutup dan siswi belajar di rumah karena terdeteksi kasus Covid-19 baru (Foto: latimes.com/Woohae Cho/For The Times).

Oleh: Syaiful W. Harahap*

Beberapa daerah di Indonesia, seperti di Jawa Barat, mulai merancang belajar di sekolah dengan tatap muka di kelas, terutama untuk tingkat SMA/SMK. Hal ini sudah dilakukan oleh Korea Selatan (Korsel), tapi kembali ditutup dan belajar dari rumah karena terdeteksi kasus-kasus baru Covid-19.

Padahal, tanggal 6 Agustus 2020, seperti dilaporkan situs independen, worldometer, kasus Covid-19 di Korsel 14.499 (peringkat ke-74 dunia) jauh di bawah jumlah kasus di Indonesia 116.871 (peringkat ke-23 dunia). Indonesia membuat klassfikasi daerah, dalam hal ini kecamatan, sebagai zona hijau, merah, dst. dengan indikator jumlah kasus positif Covid-19.

Inilah yang dijadikan Pemkab Cirebon, Jawa Barat, sebagai pijakan untuk mengkaji sekolah tatap muka di kelas, seperti yang diberitakan Tagar, 6 Agustus 2020, melalui berita “Pemkab Cirebon Sedang Mengkaji Belajar Tatap Muka”.

1. Pegawai Dishub Terpapar Covid-19 Sepulang dari Yogyakarta

Yang jadi masalah besar adalah pandemi atau wabah virus corona baru (Coronavirus Disease 2019/Covid-19) tidak mengenal batas wilayah fisik dan administrasi karena virus itu ada dalam tubuh manusia yang tertular Covid-19.

Baca juga: Covid-19 Tak Kenal Batas Wilayah, Daerah dan Negara

Artinya, seseorang yang tertular Covid-19 yang belum terdeteksi akan jadi mata rantai penyebaran Covid-19. Bisa juga warga yang positif Covid-19 juga bisa jadi mata rantai penyebaran virus corona jika tidak menerapkan protokol kesehatan secara ketat, yaitu selalu memakai masker, jaga jarak fisik dan sering mencuci tangan dengan sabun di air yang mengalir.

Sebut saja wilayah Kabupaten Cirebon. Tidak ada jaminan daerah ini akan terus bebas Covid-19 walaupun sekarang kasusnya sedikit karena ada warga dari daerah lain yang datang dan ada pula warga Kabupaten Cirebon yang bepergian ke luar daerah.

Kasus pegawai Dishub Kabupaten Cirebon yang terdeteksi positif Covid-19 setelah pulang dari Yogyakarta. Dua kasus ini menunjukkan tidak ada batas wilayah yang bisa menghadang pandemi Covid-19.

2. Risiko Penyebaran Covid-19 dari Pendatang ke Warga

Ketika satu daerah, misalnya Kabapaten Cirebon, disebut zona hijau apakah kondisi itu bisa dipertahankan dengan tingkat mobilitas warga yang keluar dan masuk ke wilayah Kabupaten Cirebon?

Warga Kabupaten Cirebon yang keluar tentu akan ada interaksi dengan warga lain. Jika tidak menerapkan protokol kesehatan tentu saja ada risiko tertular Covid-19. Warga Kabupaten Cirebon yang tertular di luar wilayah akan jadi mata rantai penyebaran Covid-19 di wilayah Kabupaten Cirebon jika warga itu tidak segera terdeteksi.

Sebaliknya ada juga warga dari daerah lain, bahkan dari zona merah, yang berkujung ke wilayah Kabupaten Cirebon. Jika warga yang datang itu positif Covid-19 tentu ada risiko penularan ke warga yang ditemui atau yang kontak di wilayah Kabupaten Cirebon. Kalau warga pendatang dan warga setempat tidak taat pada protokol kesehatan, maka ada risiko penyebaran Covid-19 dari pendatang ke warga (kasus impor) yang selanjutnya terjadi penularan antar warga (transmisi lokal).

Seperti dikatakan oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, banyak warga yang mengeluh terkait dengan belajar di rumah karena keterbatasan uang untuk membeli pulsa atau paket internet. Selain itu tidak sedikit pula siswa yang tidak mempunyai ponsel atau laptop untuk belajar.

3. Pengawasan yang Ketat Terhadap Mobilitas Warga yang Keluar Masuk

Keluhan warga itu sangat rasional dan masuk akal, tapi dengan kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia yang belum mencapai puncak penyebaran virus terus terjadi.

Ada baiknya kita berkaca ke Korsel terkait dengan pembukaan sekolah di masa pandemi Covid-19. Negeri Ginseng itu berminggu-minggu tidak mendeteksi kasus Covid-19. Dengan kondisi ini otoritas setempat kembali membuka sekolah dengan belajar tatap muka di kelas. Murid memakai masker dan ada partisi transparan yang membatasi antar siswa.

Belakangan kasus baru Covid-19 terus terdeteksi di Korsel. Akhirnya, pemerintah negara itu kembali menutup sekolah sebelum anak-anak celaka karena tertular Covid-19. Belajar kembali di rumah atau dari rumah.

Kalau Pemkab Cirebon tetap akan membuka sekolah dengan belajar tatap muka di kelas, maka perlu pengawasan yang ketat terhadap mobilitas warga yang keluar masuk. Seperti dianjurkan Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) jalankan sekaligus tes terhadap warga yang berisiko tertular Covid-19, misalnya yang baru pulang dari luar daerah, lakukan tracing sampai buntu terhadap warga yang kontak dengan warga yang hasil tes Covid-19 positif, jalankan isolasi bagi yang baru pulang dari luar daerah, terutama dari zona merah.

Tentu saja hal di atas tidak mudah karena banyak pintu masuk ke wilayah Kabupaten Cirebon yang tidak mungkin semua bisa diawasi. Itu artinya risiko penyebaran Covid-19 tetap ada apalagi tes di Indonesia tidak dilakukan secara massal dengan langkah yang sistematis sehingga tidak bisa cepat mendeteksi warga yang terpapar Covid-19. []

* Syaiful W. Harahap, Redaktur di tagar.id

Berita terkait
Fraksi Golkar Jabar Tak Perlu Buru-buru Buka Sekolah
Fraksi Golkar DPRD Jabar apreasisi Pemprov Jawa Barat perpanjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) untuk pelaksanaan sekolah tahun ajaran 2020/2021
Masuk Zona Hijau Kota Sukabumi Bersiap Buka Sekolah
Pemprov Jabar umumkan Kota Sukabumi satu-satunya wilayah di Jabar zona hijau, siap buka sekolah dengan persyaratan protokol kesehatan
Wapres Ma'ruf Amin Tinjau SMAN 4 Kota Sukabumi
Wapres Maruf Amin didampingi Gubernu Jabar dan Mendikbud tinjau SMAN 4 Kota Sukabumi yang akan awal kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas