Pembayaran Nontunai Tren Ekonomi Baru Masyarakat di Jerman

Pembayaran nontunai dengan kartu dan aplikasi digital makin populer di kalangan masyarakat Jerman terutama di masa pandemi virus corona
Ilustrasi: Ppembayaran dengan kartu kredit (Foto: dw.com/id)

Jakarta – Sekarang semakin banyak orang Jerman yang melakukan pembayaran nontunai di toko dan supermarket terutama di masa pandemi virus corona yang melanda dunia. Ini sebuah tren baru di masyarakat Jerman yang dulu dikenal setia membayar dengan uang tunai. Daniel Heinrich melaporkannya untuk dw.com/id.

Sejak pandemi virus corona, jaringan toko roti terlaris di Jerman, Kamps, tiba-tiba menjadi berita heboh di seluruh negeri. Penyebabnya, Kamps menawarkan apa yang mereka sebut "diskon inovasi" 3% bagi setiap pelanggan yang bersedia membayar dengan kartu atau aplikasi. Dengan alsan, pembayaran non tunai dengan kartu atau aplikasi di smartphone lebih cepat dan lebih higienis.

Praktik pembayaran non tunai merupakan tren baru di Jerman, karena biasanya orang Jerman dikenal konservatif soal bayar-membayar. Mereka hampir selalu membayar dengan uang tunai, dan banyak toko dan restoran yang hanya mau menerima pembayaran tunai.

Padahal di negara-negara tetangga seperti Luxembourg, Prancis dan bahkan di negara-negara Baltik seperti Estonia, pembayaran non-tunai sudah lebih populer. Di Skandinavia, banyak hotel dan bar malah sudah menolak pembayaran tunai.

pengamen jalananPengamen jalanan di London juga menerima "sedekah" lewat aplikasi ponsel (Foto: dw.com/id)

Sementara di Jerman, baru pada tahun 2020 pusat data statistik mencatat 56 persen pembayaran di toko-toko Jerman dilakukan secara non tunai.

1. Ada Corona Tren Pembayaran Beralih ke Kartu dan Aplikasi Digital

Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, baru-baru ini mengatakan, digitalisasi dan pembayaran non tunai harus menjadi prioritas utama. Pembayaran elektronik ini secara luas dipromosikan sebagai "tindakan higienis" yang aman dan cepat di seluruh Uni Eropa, meskipun tidak ada bukti bahwa koin dan uang kertas menimbulkan risiko yang signifikan dalam penularan virus corona.

"Banyak orang yang mulai terbiasa dengan kenyamanan ini," kata Oliver Hommel, pakar pembayaran dan perbankan di konsultan bisnis Accenture. "Keengganan bisnis untuk pembayaran non-tunai sudah menurun secara signifikan," tambahnya.

pemimpin uniPemimpin Uni Eropa Ursula von der Leyen dalam konferensi pers usai KTT Uni Eropa di Brussels, 11 Desember 2020. (Foto: voaindonesia.com - JOHANNA GERON/POOL/AFP)

Tahun 2015, Uni Eropa mewajibkan perusahaan kartu kredit menurunkan biaya transaksi untuk pelaku usaha. Sebab itu kini pengguna sudah jarang menemukan aturan pembelian minimum untuk penggunaan kartu.

Tetapi kenyamanan bagi konsumen justru memberatkan toko-toko kecil. Biaya transaksi 0,25% pada kartu debit dan sampai 3% pada kartu kredit masih dirasa terlalu besar.

Sebaliknya perusahaan-perusahaan besar cenderung lebih beruntung, karena mereka juga masih bisa menegosiasikan persyaratan yang lebih menguntungkan dengan penyedia layanan pembayaran non-tunai.

2. Bagaimana dengan Data?

Salah satu alasan mengapa orang Jerman dulu segan menggunakan pembayaran non tunai adalah karena mereka khawatir dengan data-data pribadi mereka. Ketika pelanggan membayar dengan kartu kredit atau melalui aplikasi pintar, memang data-datanya akan terekam dan dikirim kepada perusahaan penyedia jasa layanan pembayaran itu.

Munculnya teknologi baru di ponsel cerdas, makin banyak model pembayaran non tunai. Ada yang menggunakan jaringan internet, ada juga yang menggunakan teknologi nirsentuh NFC untuk komunikasi jarak dekat.

penyedia layananPenyedia layanan kartu kredit mengumpulkan data-data transaksi untuk iklan dan promosi (Foto: dw.com/id)

Di kebanyakan supermarket, transaksi dengan niai kecil bahkan tidak memerlukan otoriasasi lewat nomor PIN atau password. Ponsel cukup "dilewatkan" saja pada perangkat yang tersedia.

Tapi bagaimana dengan keamanan metode ini? Perangkat seluler mudah diretas, apalagi jika penggunanya kurang mengetahui atau kurang melindungi perangkat yang mereka pakai dari serangan peretasan. Oliver Hommel dari Accenture mengakui, "perangkat seluler tidak sepenuhnya bisa dilindungi dari serangan peretas."

Selain itu, aplikasi pembayaran di poinsel juga sering mengumpulkan banyak data, termasuk lokasi, jenis barang yang dibeli dan jumlah transaksi. Data-data itu kemudian digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi iklan dan aksi promosi yang akan ditawarkan kepada toko-toko. Sehingga untuk barang yang sama, pembeli tanpa sadar bisa membayar harga yang berbeda, kalaumembayar cengan aplikasi, kartu kredit, atau uang tunai. (hp/rzn)/dw.com/id. []

Berita terkait
Jerman Resmi Resesi Usai Mengalami Kontraksi Ekonomi
Jerman resmi resesi setelah perekonomiannya pada kuartal II tahun 2020 mengalami kontraksi tajam sebesar -10,1%.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.