Pelarian Uighur Khawatir Turki Barter Mereka dengan Vaksin

Pemerintah Turki dituduh menggiatkan deportasi para pelarian Uighur demi mendapat jatah vaksin corona dari China
Sebanyak 50.000 warga etnis Uighur saat ini mendiami Turki setelah melarikan diri dari China (Foto: dw.com/id)

Jakarta - Pemerintah Turki dituduh menggiatkan deportasi para pelarian Uighur demi mendapat jatah vaksin corona dari China. Beijing dikabarkan masih menahan puluhan juta dosis vaksin yang sudah dilunasi Turki.

Pada sebuah malam sebulan silam, Abdullah Metseydi, sedang merapikan kasur ketika pintu rumahnya digedor keras. "Polisi! Buka pintunya!” Sejurus kemudian, pria Uighur yang sedang dalam pelarian di Turki itu sudah berhadapan dengan selusin pasukan anti teror bersenjata lengkap.

Dia ditanyai apakah pernah terlibat dalam gerakan melawan China, dan diancam akan dideportasi bersama istrinya. Dia dibawa ke sebuah fasilitas penampungan, dan mendapati diri berada di pusaran sebuah kontroversi politik.

Pasalnya kelompok oposisi menuduh pemerintah memulangkan pelarian Uighur secara diam-diam ke China demi mendapat vaksin corona. Puluhan juta dosis vaksin yang sudah dibayar Turki saat ini masih ditahan oleh Beijing atas alasan logistik.

UighurIlustrasi praktik kerja paksa China terhadap etnik Uighur. (Foto: Sourcing Journal).

Pada saat yang sama kepolisian menggiatkan penggerebekan terhadap pengungsi Uighur. Sebanyak 50 orang sudah ditahan di pusat detensi keimigrasian untuk dideportasi, keluh pengacara terdakwa. Jumlah warga Uighur yang dideportasi tahun ini jauh lebih tinggi ketimbang tahun lalu.

Sejauh ini tidak ada bukti yang mengaitkan operasi anti migran ilegal di Turki dengan tertundanya pengiriman vaksin corona oleh China. Namun Beijing berulangkali dituduh memanfaatkan vaksin demi memaksakan kepentingan politiknya.

Perjanjian ekstradiksi antara Turki dan China sebenarnya sudah disepakati bertahun lalu, namun mendadak disahkan oleh Beijing pada Desember silam. Februari ini naskah RUU terkait sudah akan dibahas di parlemen Turki.

1. Ekstradisi Barter Vaksin

Warga Uigur di Turki mengatakan UU ekstradisi menggambarkan skenario terburuk, yakni dideportasi kembali ke Xinjiang, di mana lebih dari satu juta warga Uighur mendekam dalam kamp reedukasi.

Beijing mengatakan apa yang terjadi di Xinjiang adalah operasi anti terorisme. Namun, sebuah laporan BBC baru-baru ini mengungkap tindak pemerkosaan dan penyiksaan secara sistematis yang digunakan aparat keamanan China di kamp-kamp tersebut.

"Saya ketakutan dideportasi,” kata Melike, isteri Metseydi. "Saya mengkhawatirkan kesehatan mental suami saya,” imbuhnya.

Kecurigaan muncul ketika kiriman pertama vaksin buatan China tertahan selama berpekan-pekan Desember silam. Otoritas Turki mengatakan sumber masalah terletak pada perizinan.

Tapi sampai saat ini pun, China hanya mengirimkan sepertiga dari 30 juta dosis vaksin yang seharusnya sudah tiba akhir Januari lalu, keluh Yildirim Kaya, seorang anggota legislatif dari partai oposisi terbesar.

"Keterlambatan seperti ini tidak normal. Kita sudah membayar lunas vaksin-vaksin itu," kata dia. "Apakah China sedang memeras Turki?” Yildirim mengaku sudah menanyakan secara resmi kepada pemerintah perihal tekanan China. Tapi sejauh ini keluhannya belum dijawab.

Otoritas Turki dan China bersikeras menepis dugaan UU Ekstradisi tidak dibuat untuk membidik warga Uighur. Kantor berita pemerintah di Beijing menyebut kekhawatiran tersebut sebagai sebuah "hasutan,” dan juru bicara Kementerian Luar Negeri, Wang Wenbin, menolak adanya koneksi antara vaksin dan ekstradisi.

"Saya yakin spekulasi Anda tidak berdasar,” kata dia dalam sebuah jumpa pers, Kamis, 4 Februari 2021.

Adapun Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, menegaskan pihaknya "tidak menggunakan warga Uighur untuk tujuan politik. Kami membela hak asasi mereka,” kata dia Desember 2020 silam.

2. Nasib Uighur di Ujung Tanduk

Pemerintah di Ankara disebut menggunakan tuduhan keterlibatan dengan aksi terorisme sebagai alasan deportasi. Meski beberapa menghilang di Suriah dan bergabung dengan para jihadis, kebanyakan warga Uighur di Turki menolak kekerasan atas nama agama.

kamp uighurKamp re-edukasi milik China di Xinjiang (Foto: dw.com/id)

"Mereka tidak punya bukti kongkrit,” kata Ilyas Dogan, Guru Besar Hukum di Universitas Ankara. Dia mewakili enam terpidana Uighur yang ditahan di pusat deportasi, termasuk Adullah Metseyedi. "Mereka tidak serius,” dalam meramu dakwaan, katanya lagi.

Saat ini sekitar 50.000 warga Uighur mendapat suaka di Turki. Mereka menikmati dukungan luas penduduk, sebabnya terlindungi dari deportasi massal, kata Ilyas. Ikatan kultural antara Uighur dan Turki juga mempermudah penerimaan di masyarakat.

Namun Turki juga membutuhkan aliran investasi dari Tiongkok, terutama setelah pengusaha barat angkat kaki menyusul reaksi pemerintah menumpas kudeta pada 2018 silam.

Saat ini investor China membiayai beragam proyek besar di Turki antara lain pembangunan pembangkit listrik batu bara senilai 1,7 miliar dolar AS di pesisir Laut Tengah. Presiden Recep Tayyip Erdogan yang dulu menuduh China melakukan "genosida” di Xinjiang, belakangan mulai sering memuji uluran bantuan dari pemerintah di Beijing.

Kamp Penahanan UighurKamp penahanan bagi warga Uighur di Xinjiang secara resmi dikenal sebagai "pusat pendidikan keterampilan kejuruan". (Foto: Reuters|BBC News).

Sebaliknya China dikabarkan semakin rajin meminta pemulangan pengungsi Uighur dari Turki.

Abdurehim Parac, seorang penyair Uighur yang ditahan dua kali selama beberapa tahun terakhir, mengatakan situasi penahanan di Turki "serupa hotel” jika dibandingkan kondisi di kamp re-edukasi China yang "seperti di neraka.”

"Kematian menanti saya di China,” kata dia, yang meski berhasil bertahan di Turki, namun ketakutan dideportasi setiap saat [rzn/hp (Associated Press)]/dw.com/id. []

Berita terkait
Amerika Sebut Kebijakan China Pada Muslim Uighur Genosida
AS sebut kebijakan pemerintah China yang menarget etnis Muslim Uighur dan minoritas lain sebagai genosida
AS Larang Impor Produk dari Wilayah Uighur China
Otoritas AS menyatakan akan berhenti mengimpor kapas dan produk makanan berbasis tomat dari wilayah Uighur, China
Paus Fransiskus Dikecam China Atas Komentar Muslim Uighur
China kritik Paus Fransiskus atas sebuah bagian dalam buku barunya yang menyebutkan penderitaan kelompok minoritas Muslim Uighur di China