PDIP Sebut Prabowo-Gibran Adalah Jokowi 3 Periode

Pernyataan Jokowi yang menyatakan seorang presiden boleh memihak dan bahkan dibolehkan kampanye untuk calon tertentu terus menuai polemik.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. (Foto: Tagar/iSt)

TAGAR.id, Jakarta - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyatakan seorang presiden boleh memihak dan bahkan dibolehkan kampanye untuk calon tertentu terus menuai polemik. 

PDIP menilai, apa yang dikatakan Presiden Jokowi itu membuktikan bahwa pasangan nomor 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka adalah potret kelanjutan kekuasan mantan wali kota Solo tersebut.

"Apa yang disampaikan Pak Jokowi akhirnya membuktikan bahwa pasangan Prabowo-Gibran merupakan cermin Jokowi tiga periode, yang selama ini ditolak oleh PDI Perjuangan bersama seluruh kelompok pro demokrasi," ujar Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto lewat keterangannya, Jumat, 26 Januari 2024.

Hasto mengatakan, masih ada ambisi Jokowi untuk berkuasa dalam Pilpres 2024. Terlihat pula dalam pernyataan keberpihakannya yang dinilai melanggar etika politik dan pranata kehidupan bernegara yang baik. "Bayangkan saja, Pak Jokowi ini sudah menjabat presiden dua periode, dan konstitusi melarang perpanjangan jabatan," ujar Hasto.

"Dengan ketegasan Pak Jokowi untuk ikut kampanye, artinya menjadi manifestasi tidak langsung dari ambisi kekuasaan tiga periode. Publik kini mempersoalkan kembali berbagai rekayasa hukum yang dilakukan di MK untuk meloloskan Gibran," ujar Hasto.


Dalam konteks ini saya memahami pasal itu kalau presiden itu sebagai incumbent maju lagi untuk pemilihan berikutnya, running for the second term.


Di samping itu, ia juga menyoroti pernyataan Jokowi soal kampanye dan keberpihakan. Sebab, mantan gubernur DKI Jakarta itu menyatakan hal tersebut di lingkungan TNI dan di hadapan Prabowo Subianto selaku menteri pertahanan (menhan) yang juga capres. 

"TNI adalah kekuatan pertahanan yang seharusnya netral. Namun hal tersebut justru mengungkapkan motif sepertinya ingin melibatkan TNI, setidaknya secara psikologis," ujar Hasto.

Presiden Jokowi sebelumnya secara terang-terangan menyatakan, seorang presiden boleh mengampanyekan calon tertentu dalam kontestasi pilpres. Pernyataan Jokowi itu seolah menjadi isyarat untuk turun gunung memenangkan pasangan Prabowo-Gibran. 

"Hak demokrasi hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja. Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh," kata dia.

Selain merupakan pejabat publik, kata Jokowi, presiden juga merupakan pejabat politik. Kendati demikian, Jokowi menegaskan bahwa dalam berkampanye, presiden tidak boleh menggunakan fasilitas negara. 

"Kita ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masak gini nggak boleh, berpolitik nggak boleh, Boleh. Menteri juga boleh," kata Jokowi.

Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya lubis menilai adanya kesalahan dalam membaca Pasal 299 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal tersebut memang terdapat norma di mana presiden atau wakil presiden boleh berkampanye.

Namun, maksud kampanye untuk presiden itu adalah dia yang kembali maju dalam pilpres untuk periode keduanya. Bukan Jokowi yang sudah menjalankan masa kepemimpinannya selama dua periode. 

"Dalam konteks ini saya memahami pasal itu kalau presiden itu sebagai incumbent maju lagi untuk pemilihan berikutnya, running for the second term," ujar Todung.

"Nah dalam konteks ini Presiden Jokowi tidak bisa lagi ikut dalam kontestasi politik, dia tidak running dalam for the second term ya, jadi tidak ada periode ketiga," kata dia melanjutkan.

Dalam Pasal 299 Ayat 1 UU Pemilu dijelaskan, presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye. Selanjutnya dalam Ayat 2, pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai politik mempunyai hak melaksanakan kampanye.

Kemudian dalam Ayat 3, pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota partai politik dapat melaksanakan kampanye. Apabila yang bersangkutan sebagai calon presiden atau calon wakil presiden; anggota tim kampanye; atau pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Dia (Jokowi) seharusnya menahan diri untuk berada di atas semua kontestan politik ini dan kalau dia dalam konteks sekarang ini ikut kampanye, ikut memihak, potensi conflict of interest, potensi benturan kepentingan akan sangat telanjang dan kasat mata," ujar Todung.

Di samping itu, ia juga mengingatkan UUD 1945 kepada Jokowi. Di dalamnya menjelaskan, presiden sebagai kepala negara harus berada di atas semua kelompok, golongan, suku, agama, dan partai politik. 

"Ketika seseorang dipilih sebagai presiden, maka kesetiaannya menjadi kesetiaan terhadap negara, terhadap rakyat, tanpa membeda-bedakan mereka. Ini saya kasih satu hal yang sangat prinsipil yang harus dimiliki, karena itu melekat pada diri presiden dan kepala negara," ujar Todung. []

Berita terkait
Soal Presiden Boleh Kampanye dan Memihak, PDIP: Sudah Diprediksi Lama
PDIP telah lama memprediksi jika Presiden Jokowi akan menyebut sebagai presiden, ia tak dilarang ikut berkampanye dan memihak.
Usai Keluar dari PDIP, Maruarar Sirait Resmi Dukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024
Mantan Politikus PDIP, Maruarar Sirait alias Ara, resmi menyatakan dukungannya kepada paslon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran.
Perayaan Natal Bersama PDIP, Megawati Sebut Kekuasaan Itu Enak: Jangan Lupa Daratan
Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri mengungkapkan refleksi bagaimana cobaan untuk manusia dan keteguhan selalu memegang jalan kebenaran.
0
PDIP Sebut Prabowo-Gibran Adalah Jokowi 3 Periode
Pernyataan Jokowi yang menyatakan seorang presiden boleh memihak dan bahkan dibolehkan kampanye untuk calon tertentu terus menuai polemik.