Pawang Ular yang Jarinya Cacat karena Gigitan Kobra

Fani, Pawang ular kobra, jarinya cacat usai digigit kobra. Dari situ dia menjadi pawang ular berbisa. Dia bentuk komunitas menangani serangan ular.
Fani Febriyanto, salah satu pendiri Reptiler Yogya Locality Indonesia (Rylis), memasukkan salah satu kobra tangkapannya ke dalam akuarium, Senin, 16 Desember 2019. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Yogyakarta - Seseorang sengaja mengganggu ular kobra sepanjang hampir satu meter itu. Dia nampak marah. Tubuhnya mulai berdiri dan bagian bawah kepalanya mengembang. Sepersekian detik kemudian, dia melontarkan bisanya.

Reaksinya persis seperti yang diduga banyak orang. Cairan bening yang disemprotkan, menempel pada kaca yang menjadi dinding kurungannya.

Ular itu masih berdiri dengan leher yang melebar. Lidahnya menjulur-julur keluar. Kepalanya bergerak ke kiri dan ke kanan, tapi tidak bisa ditebak arah mana yang akan diserangnya.

Sisik pada kepalanya tampak mengilap. Bentuk kepala yang mirip segitiga, mata yang menatap liar, serta gerakan dan liukan yang tak terprediksi, membuatnya cukup ditakuti. Belum lagi bisa atau racunnya yang berbahaya.

Ular itu baru sehari menghuni 'kurungannya', tepatnya sejak Minggu, 15 Desember 2019, setelah salah satu pencetus Reptiler Yogya Locality Indonesia (Rylis), Fani Febriantoro, menangkapnya di rumah salah satu warga Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul.

Sebelumnya, makhluk melata berwarna hitam itu sempat mematuk warga yang akan menangkapnya. Beruntung, nyawa orang itu dapat diselamatkan, dan ular itu berhasil ditangkap.

Sejak beberapa hari terakhir, ular jenis ini menjadi viral. Berita tentang puluhan kobra yang masuk ke rumah warga, tayang di media massa dan media sosial. Tagar ingin mengupas tentang itu, bertemu langsung dengan pawang ular kobra. Pawang itu bernama Fani.

Menurut Fani, ular itu memang masih sangat agresif. Berbeda dengan beberapa kobra lain yang dipelihara olehnya. Ya, di sudut ruang tamu rumah Fani bertumpuk beberapa kotak berbagai ukuran, mulai ukuran 20x20 sentimeter hingga ukuran sekitar 70x40 sentimeter. Sebagian besar kotak yang digunakan untuk kurungan ular itu, terbuat dari plastik, meski ada juga yang dari kaca.

Fani mengeluarkan ular nakal itu dari kurungannya, lalu meletakkan di lantai. Sepertinya si ular mencoba untuk melarikan diri. Tubuhnya meliuk-liuk menggoda. Sigap jemari Fani mengambilnya, lalu memasukkan kembali ke dalam wadah.

Setelah memastikan ular itu tidak bisa keluar, Fani mengeluarkan dua kobra lainnya. Tapi ukurannya lebih kecil. Salah satu anakan kobra itu berwarna putih.

Sama seperti ular yang lebih besar, keduanya mencoba untuk menyelinap pergi, tapi nasibnya sama dengan yang sebelumnya. Fani berhasil menahan ular-ular itu, dan memasukkannya kembali ke dalam wadah.

Uniknya lagi, ketiga kobra itu sama sekali tidak marah atau berusaha mematuk saat jemari Fani meraih dan mengembalikan mereka ke kurungannya.

kobra 1Ular kobra yang ditangkap oleh Fani Febriyanto, di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Ular itu menggigit seorang warga. Foto diambil Senin, 16 Desember 2019. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Jari Telunjuk Cacat karena Gigitan Kobra

Fani mengaku sudah cukup lama bermain dengan ular, sejak umurnya masih sekitar 12 tahunan. Waktu itu dia sering bermain di sungai kecil di sebelah timur rumahnya, di daerah Sagan, Yogyakarta.

Di sekitar sungai itu masih banyak ular dari bermacam jenis, tapi sebagian merupakan ular tidak berbisa hingga yang berbisa ringan. Dia sering menangkap ular-ular itu.

Saya enam kali digigit ular berbisa tinggi, termasuk kobra. Saya sampai cacat gini kan gara-gara kobra juga.

Fani menganggap pengalamannya bermain ular saat itu hanya kenakalan anak-anak. "Dulu kan rumah ini sebelah timur ada sungai kecil, di situ banyak ular, rata-rata tidak berbisa sampai yang bisanya ringan. Jadi saya suka nangkap, kenakalan anak kecil," kenangnya sambil tertawa.

Kebiasannya bermain dengan ular terbawa hingga saat ini, dan menjadi hobinya. Namun, seiring berjalannya waktu, Fani juga mulai menangkap ular-ular berbisa.

Hobinya tersebut, membuat Fani harus ikhlas mengalami cacat pada telunjuk kanannya akibat digigit oleh ular kobra. Beruntung, nyawanya bisa diselamatkan.

"Saya enam kali digigit ular berbisa tinggi, termasuk kobra. Saya sampai cacat gini kan gara-gara kobra juga. Kalau kita tau penanganannya, nyawa akan selamat," tuturnya sambil menunjukkan cacat pada telunjuk.

Membentuk Komunitas untuk Bantu Warga

Sebagai penghobi ular, tak jarang saat bepergian, Fani membawa ular piaraannya, termasuk saat nongkrong di Alun-alun Utara Yogyakarta. Di situ dia biasa bertemu dengan sesama penghobi ular.

Lama kelamaaan, mereka lebih intens bertemu. Jumlah penghobi yang berkumpul pun semakin banyaj. Akhirnya tercetus ide untuk membentuk perkumpulan penghobi ular, yakni Rylis.

Para anggota Rylis bukan hanya berkumpul untuk memuaskan hobi mereka. Rylis dibentuk juga untuk mengedukasi masyarakat tentang ular dan penanganannya.

"Dulu mainan ular hanya hobi. Terus hobi kalau cuma untuk diri sendiri, kan nggak ada untungnya buat masyarakat, makanya kita bimbing teman-teman, kita belajar bareng, terus kita aplikasikan di masyarakat untuk membantu," ucapnya.

Niat dan tujuan para anggota Rylis tersebut, bukan hanya sekadar niat. Kegiatan mereka berupa edukasi, rescue dan interaksi. Saat awal terbentuk, pada September 2019 lalu, kegiatan mereka lebih banyak pada edukasi.

Mereka berpendapat, edukasi pada masyarakat sangat penting, karena pemahaman tentang reptil, khususnya ular, masih sangat jarang, termasuk penanganannya.

Apalagi, masih banyak mitos yang beredar di masyarakat terkait penanganan ular. Dia mencontohkan, kepercayaan bahwa menabur garam di sekitar rumah, akan mencegah ular masuk.

Kata Fani, itu merupakan mitos yang tidak benar, karena ular tidak takut pada garam. Ular justru tidak nyaman pada bau wewangian yang menyengat.

Sejak November lalu, perkumpulan ini mulai banyak melakukan kegiatan rescue atau pertolongan, karena laporan masyarakat tentang keberadaan ular, mulai banyak.

"November, Desember, Januari itu musim ular menetas. Banyak laporan tentang ular yang masuk rumah. Kami ikut rescuenya, setiap ada laporan pasti saya akan mengontak teman-teman yang lokasinya paling dekat dengan tempat kejadian," urainya.

Para anggota Rylis juga mengedukasi warga mengenai tempat-tempat di dalam rumah yang disukai ular, yakni di tumpukan barang-barang bekas tidak terpakai, karena biasanya di situ terdapat mangsa mereka.

Ular di dalam rumah, kata dia cukup berpotensi untuk menggigit. Makanya kita edukasi bukan cuma cara mengusir ular, tapi juga cara penanganan kalau tergigit juga," imbuhnya.

kobra 2Seekor anakan kobra berwarna putih, yang ditemukan oleh Fani Febriyanto. Foto diambil Senin, 16 Desember 2019. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana).

Fani menyebut, nyawa seseorang yang tergigit ular berbisa akan tertolong jika mereka paham penanganannya. Salah satunya adalah dengan tidak banyak bergerak, agar bisa ular tidak menyebar.

Pernyataan Fani tersebut senada dengan penjelasan koordinator Tim Snake Rescue dan Pengawalan Korban Gigitan Ular Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Saliyo.

November, Desember, Januari itu musim ular menetas. Banyak laporan tentang ular yang masuk rumah.

Menurut Saliyo yang juga Ketua Animal Keeper Jogja, hampir semua gigitan ular sebetulnya tidak boleh diikat atau disayat maupun diisap.

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan bidai, seperti penanganan pada korban patah tulang, yakni menyangga dengan kayu, agar posisinya tetap lurus dan tidak bergerak. Tujuan bidai adalah imobilisasi agar racun tidak menyebar ke seluruh tubuh.

"Cukup dibidai, kayak korban patah tulang, dikasih kayu. Yang penting tidak bergerak. Namanya imobilisasi, membuat tidak bergerak. Jangan banyak bergerak karena penelitian who ternyata bisa ular tidak masuk pembuluh darah, jadi makin bergerak justru makin menyebar," urai pria berjenggot ini, saat ditemui di rumahnya, Purwomartani, Kabupaten Sleman.

Indonesia Hanya Punya Satu Antibisa

Saliyo menjelaskan, jika bisa atau racun gigitan ular berhasil dilokalisir, dalam artian tidak menyebar ke pembuluh darah, maka korban gigitan akan sembuh sendiri tanpa perlu menggunakan antibisa.

Biasanya saat menangani korban gigitan ular berbisa, tim medis akan melakukan observasi selama 2X24 jam, untuk mengetahui apakah bisanya masih dalam fase lokal atau sistemik.

Untuk mengetahuinya, harus dilakukan tes darah. Jika darahnya negatif bisa ular, maka pasien hanya disuruh beristirahat tanpa perlu diberi antibisa. Biasanya dua hari kemudian bisa ular itu sudah netral dan pasien boleh pulang.

"Kalau masih fase lokal area gigitan, tidak dibutuhkan antibisa, bisa sembuh sendiri. Jadi cukup observasi selama dua hari untuk istirahat, selama masih fase lokal dan bisa belum menyebar ke pembuluh darah, dua hari sudah netral," tegasnya.

Tapi, jika bisa ular sudah masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke bagian tubuh lain, dibutuhkan antibisa atau serum. Padahal saat ini di Indonesia hanya ada satu jenis antibisa, yakni bio save 1.

Bio Save 1 hanya bisa menangani bisa tiga jenis ular, yakni kobra Jawa (Naja Slutatrix), ular tanah (Agkistrodon rhodostoma) dan ular welang (Bungarus fasciatus). Sedangkan di Indonesia terdapat 76 jenis ular berbisa.

"Jadi 73 harus impor dari luar negeri. Untuk korban gigitan ular kita anjurkan untuk segera lakukan imobilisasi, supaya bisa tetap berada di fase lokal, dan tidak butuh antibisa untuk penyembuhan," ujarnya.

Empat Kasus Gigitan Ular 

Saliyo menghentikan sejenak penjelasannya. Dia mengambil sebatang rokok, menyulut, kemudian mengisapnya dalam-dalam sebelum melanjutkan cerita tentang pengalamannya sebagai petugas Snake Rescue.

Dia membenarkan bahwa antara November hingga Januari merupakan musim tetas ular. Bukan hanya ular kobra, tetapi beberapa jenis ular mematikan lainnya, termasuk ular hijau ekor merah atau biasa disebut dadung luwuk. Sehingga wajar jika banyak anak ular yang ditemukan di dalam rumah.

Bukan hanya anakan ular, Saliyo mengatakan, nantinya indukan ular juga akan keluar, saat sarangnya terendam air, khususnya untuk daerah di sekitar sungai.

Untuk mengantisipasi agar ular tidak masuk ke dalam rumah, menurut Saliyo, cukup dengan menjaga kebersihan lingkungan, agar tidak menjadi sarang ular. Upaya yang lain adalah dengan meletakkan kapur barus di dekat pintu, kolong tempat tidur atau lemari, atau di tumpukan barang.

kobra 4Koordinator Tim Snake Rescue dan Pengawalan Korban Gigitan Ular Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Saliyo, bersama ular sanca piaraannya, Senin, 16 Desember 2019. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

"Ular itu tidak nyaman dengan bau-bauan yang mengandung racun, atau zat kimia, misalnya kapur barus, belerang, parfum, semprotan serangga, itu bikin ular tidak nyaman. Kalau ada bau begitu, ular yang masuk akan balik lagi keluar," bebernya.

Kata dia, kasus gigitan ular berbisa di daerah DIY bukan didominasi oleh kobra, tetapi oleh ular hijau ekor merah. Pada tahun 2018 lalu, kasus gigitan ular hijau ekor merah cukup banyak. Dalam sepekan terdapat laporan tiga gigitan ular tersebut, mayoritas di Kabupaten Bantul dan Kulon Progo.

Begitu juga untuk tahun ini. Pada periode November hingga Desember, laporan kasus gigitan ular hijau ekor merah ada empat kasus, yakni dua orang di Kulon Progo dan dua orang di Sleman. Sedangkan laporan gigitan ular kobra hanya ada satu kasus, yakni di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul.

Populasi ular kobra di DIY, menurutnya ada di beberapa tempat, mulai dari pinggir subgai Progo ke Sedayu sampai di daerah Tempel, kemudian ke arah timur hingga di daerah Pakem.

Ular itu tidak nyaman dengan bau-bauan yang mengandung racun, atau zat kimia, misalnya kapur barus, belerang, parfum, semprotan serangga.

"Itu kobra dan weling, terutama di pohon salak. Kalau dataran tinggi, dari Panggang, Gunungkidul sampai ke Lendah, Kulon Progo, ke utara lewat sungai Progo sampai daerah Kecamatan Minggir," urainya.

Sedangkan populasi ular hijau ekor merah, terdapat di bagian selatan Yogyakarta, khususnya daerah Bantul, serta di daerah Sleman. Untuk daerah Kabupaten Gunungkidul, populasi terbanyak adalah ular tanah atau rodos. Sebagian menyebutnya ranjau darat, karena warnanya cokelat tanah, sehingga sering terinjak.

Hampir dama dengan kobra dan ular hijau ekor merah, bisa ular tanah juga cukup tinggi dan sering didapati menggigit warga.

Langkah Tepat Saat Ular Masuk Rumah

Sebagian orang akan panik saat melihat ada ular di dalam rumahnya, apalgi jika diketahui bahwa ular tersebut merupakan ular berbisa, seperti kobra.

Saliyo mengimbau agar warga tidak mencoba menangkap sendiri ular di dalam rumah, terlebih jika itu merupakan ular berbisa tinggi seperti kobra. Mereka cukup mengusirnya keluar, menggunakan tongkat berukuran tiga kali panjang ular.

"Kalau di tempat yang susah nyarinya, kita semprot aja pakai semprotan serangga atau parfum, nanti dia keluar sendiri. Atau hubungi tim relawan khusus untuk ular atau damkar, daripada kayak yang di (Kecamatan) Kasihan, dia menangkap sendiri, akhirnya tergigit," beber pria yang juga penghobi memelihara ular ini. []

Baca Juga:

Berita terkait
Penyebab Teror Ular Kobra dan 7 Langkah Antisipasi
Ular kobra sering muncul di permukiman. Warga resah atas teror ular berbisa ini. Pergantian musim diduga menjadi penyebab ular ini sering muncul.
Langkah Tepat Saat Apes Ketemu Ular Kobra
Saat apes ketemu ular kobra secara tiba-tiba, sebaiknya tidak panik. Lakukan langkah yang tepat agar tidak digigit ular berbisa ini.
Catat, Pertolongan Pertama Saat Digigit Ular Kobra
Selama ini banyak penanganan pertama yang kurang tepat saat digigit ular berbisa seperti diikat, isap atau sayat. Berikut langkah yang tepat.