Pandemi Covid-19 India Bisa Jadi Pelajaran untuk Indonesia

Apa kesalahan India dalam penanganan pandemi Covid-19 yang bisa jadi pelajaran untuk Indonesia?
Kremasi massal di India (Foto: dw.com/id)

Oleh: Vikas Pandey - BBC News, Delhi

Seorang pejabat senior dari pemerintah federal India mengatakan kepada wartawan bahwa tidak ada kekurangan oksigen di New Delhi atau di mana pun di negara itu pada Senin, 3 Mei 2021. Saat pejabat senior itu berbicara, beberapa rumah sakit kecil -hanya beberapa kilometer dari tempat dia berdiri- mengirimkan pesan bahwa mereka kehabisan oksigen sehingga membahayakan nyawa pasien.

Kepala dokter dari salah satu rumah sakit -dokter spesialis anak- mengatakan kepada BBC bahwa dia "sangat cemas" karena ada risiko kematian pada anak-anak.

Belakangan mereka mendapat pasokan oksigen tepat, setelah seorang politisi lokal turun tangan.

Namun, pemerintah federal telah berulang kali menegaskan bahwa tidak ada kekurangan pasokan. "Kami hanya menghadapi masalah dalam pengangkutannya," kata Piyush Goyal, seorang pejabat senior dari Kementerian Dalam Negeri India.

ruang rawat rs indiaWarga yang putus asa memanfaatkan media sosial untuk meminta oksigen, obat-obatan, dan dirawat di rumah sakit (Foto: dw.com/id)

Semestinya rumah sakit yang "memastikan penggunaan oksigen secara bijaksana sesuai pedoman," lanjut Goyal, membuat para dokter bingung.

Tetapi, para pakar mengatakan bahwa kekurangan oksigen hanyalah salah satu masalah yang menunjukkan bahwa pemerintah India abai dan gagal melakukan cukup banyak hal untuk menghentikan atau meminimalisir kerusakan gelombang kedua.

Peringatan sebenarnya sudah berkali-kali dikeluarkan, antara lain:

• Pada bulan November 2020, komite tetap parlemen untuk kesehatan mengatakan pasokan oksigen yang tidak memadai dan tempat tidur rumah sakit pemerintah yang "sangat tidak memadai".

• Pada bulan Februari 2021, beberapa ahli mengatakan kepada BBC bahwa mereka mengkhawatirkan 'tsunami Covid' yang akan datang.

• Pada awal Maret 2021, sekelompok ilmuwan ahli, yang dibentuk oleh pemerintah, memperingatkan para pejabat tentang varian virus corona yang lebih menular yang menyebar di negara itu - tapi tidak ada tindakan penahanan yang signifikan yang harus diambil, kata salah satu ilmuwan dari tim itu kepada BBC. Pemerintah India belum memberi tanggapan atas tudingan tersebut.

Meskipun demikian, pada 8 Maret 2021, menteri kesehatan negara itu mengumumkan bahwa India berada dalam "tahap akhir pandemi".

Lantas, apa yang salah sehingga bisa menjadi pelajaran bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia?

1. Awal Mula

Pada Januari 2021 dan Februari 2021, kasus harian India turun menjadi di bawah 20.000. Jumlah ini jauh lebh rendah dari puncak kasus harian yang mencapai sekitar 90.000 pada September 2020.

pandemi indiaIlustrasi: Pandemi virus corona (Covid-19) meningkatkan ancaman kesehatan, seperti yang sekarang terjadi di India (Foto: dw.com/id)

Perdana Menteri India, Narendra Modi, menyatakan Covid-19 telah kalah, dan semua tempat pertemuan umum dibuka.

Dan segera, orang-orang tidak mengikuti protokol kesehatan Covid-19, sebagian berkat pesan membingungkan dari pemerintah.

Ketika PM Modi meminta orang-orang untuk memakai masker dan mengikuti jarak sosial dalam pesan publiknya, dia berbicara kepada kerumunan massa yang tidak memakai masker selama kampanye pemilihannya di lima negara bagian.

Sejumlah menterinya juga terlihat berpidato di pertemuan publik besar-besaran tanpa memakai masker.

Kumbh Mela, festival umat Hindu yang menarik jutaan orang juga diberi lampu hijau untuk digelar.

"Ada keterputusan total antara apa yang mereka praktikkan dan apa yang mereka khotbahkan," kata pakar kebijakan publik dan sistem kesehatan, Dr Chandrakant Lahariya.

Ahli virologi terkemuka, Dr Shahid Jameel, mengatakan "pemerintah tidak mengantisipasi gelombang kedua datang dan mulai merayakannya terlalu dini".

Dampak lonjakan kasus juga telah mengekspos kekurangan dana dan pengabaian sistem perawatan kesehatan publik di India.

Pemandangan memilukan di luar rumah sakit - orang meninggal tanpa mendapatkan perawatan - menunjukkan kenyataan suram infrastruktur perawatan kesehatan India.

Warga antre untuk membeli obat di apotek di HyderabadWarga antre untuk membeli obat di apotek di Hyderabad, India, 29 April 2021. Dengan ledakan ledakan pandemi di India, warga beralih ke perawatan medis yang belum disetujui secara internasional untuk COVID-19 (Foto: startribune.com - MAHESH KUMAR A/ASSOCIATED PRESS)

Seperti yang dikatakan seorang ahli, "infrastruktur kesehatan publik India selalu rusak, orang kaya dan kelas menengah baru mengetahuinya".

Mereka yang mampu selalu bergantung pada rumah sakit swasta untuk perawatan, sementara orang miskin kesulitan hanya untuk mendapatkan janji dengan dokter.

Skema terkini, seperti asuransi kesehatan dan obat-obatan bersubsidi untuk orang miskin, tak banyak membantu karena sangat sedikit yang telah dilakukan dalam beberapa dekade untuk meningkatkan jumlah staf medis atau rumah sakit.

Mayat mengambang di Sungai Gangga di Uttar Pradesh IndiaMayat-mayat tampak mengambang di Sungai Gangga di Uttar Pradesh, India, Selasa, 11 Mei 2021 (Foto: voaindonesia.com/AP).

Pengeluaran perawatan kesehatan India, termasuk swasta dan publik, adalah sekitar 3,6% dari PDB selama enam tahun terakhir, persentase terendah di lima negara BRICS.

Brasil menghabiskan paling banyak dengan persentase 9,2%, diikuti oleh Afrika Selatan pada 8,1%, Rusia pada 5,3%, dan China sebesar 5% pada 2018.

Negara-negara maju membelanjakan proporsi PDB mereka yang jauh lebih tinggi untuk kesehatan, seperti misalnya AS yang menggelontorkan 16,9% dan Jerman 11,2% pada tahun yang sama.

Bahkan negara-negara yang lebih kecil seperti Sri Lanka (3,76%) dan Thailand (3,79%) membelanjakan lebih banyak daripada India.

2. Persiapan

Tahun 2020 lalu, beberapa "komite" sengaja ditugaskan untuk mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk mengatasi gelombang virus corona berikutnya. Karena itu, para ahli bertanya-tanya mengapa ada kekurangan oksigen, tempat tidur, dan obat-obatan. "Ketika gelombang pertama melonjak, saat itulah mereka harus bersiap untuk gelombang kedua dan mengasumsikan yang terburuk.”

"Mereka seharusnya melakukan inventarisasi oksigen dan [obat] remdesivir dan kemudian meningkatkan kapasitas produksi," kata Mahesh Zagade, mantan pejabat kesehatan di Negara Bagian Maharashtra kepada BBC.

Para pejabat mengatakan India menghasilkan cukup oksigen untuk memenuhi lonjakan permintaan, tetapi transportasi adalah masalahnya - meskipun hal ini dipertanyakan oleh para ahli.

Pemerintah sekarang menjalankan kereta khusus yang membawa oksigen dari satu negara bagian ke negara bagian lain dan menghentikan penggunaan oksigen dalam industri - namun itu terjadi setelah banyak pasien meninggal karena kekurangan oksigen.

"Akibatnya adalah anggota keluarga yang putus asa menghabiskan ribuan rupee untuk mengamankan tabung oksigen di pasar gelap dan kemudian berdiri berjam-jam dalam antrean untuk mengisinya," kata Dr Lahariya.

Sementara itu, mereka yang mampu juga membayar mahal untuk membeli obat-obatan seperti remdesivir dan tocilizumab.

Seorang eksekutif dari perusahaan farmasi yang memproduksi remdesivir mengatakan "permintaan telah menurun" pada Januari 2021 dan Februari 2021.

"Kalau pemerintah sudah memesannya, pasti kami menimbun dan tidak ada kekurangan. Kami tingkatkan produksi, tapi permintaan tumbuh signifikan," katanya.

Sebaliknya, Negara Bagian Kerala mengantisipasi gelombang tersebut terlebih dahulu.

Dr A Fathahudeen, yang merupakan bagian dari gugus tugas Covid negara bagian, mengatakan tidak ada kekurangan oksigen di negara bagian itu karena langkah-langkah yang diperlukan telah diambil pada Oktober tahun lalu.

"Kami juga mendapatkan stok remdesivir dan tocilizumab serta obat lain yang cukup jauh sebelumnya. Kami juga memiliki rencana untuk mengatasi setiap peningkatan eksponensial jumlah kasus dalam beberapa minggu mendatang," katanya.

Mr Zagade mengatakan negara bagian lain juga harus mengambil langkah serupa "untuk menghindari penderitaan".

Warga berkerumun di pantai Juhu MumbaiWarga berkerumun di pantai Juhu di tengah-tengah pandemi Covid-19 di Mumbai, India, pada 4 April 2021(Foto: arabnews.com/AFP)

"Belajar berarti orang lain telah melakukannya dan Anda dapat melakukannya sekarang, tetapi itu berarti butuh waktu," kata mantan sekretaris kesehatan Maharashtra.

Tetapi, waktu hampir habis karena gelombang kedua sekarang menyebar ke desa-desa di mana sistem perawatan kesehatan tidak dipersiapkan untuk mengatasi lonjakan tersebut.

3. Pencegahan

Pengurutan genom virus merupakan langkah penting dalam mengidentifikasi varian baru yang bisa lebih menular dan mematikan.

Konsorsium Genomik SARS-CoV-2 India (INSACOG) didirikan tahun lalu dan mengumpulkan 10 laboratorium di negara tersebut.

Namun, kelompok tersebut dikabarkan kesulitan mendapatkan dana pada awalnya. Ahli virologi Dr Jameel mengatakan India mulai serius melihat mutasi cukup terlambat, dengan upaya pengurutan baru "dimulai dengan benar" pada pertengahan Februari 2021.

India mengurutkan lebih dari 1% dari semua sampel saat ini. "Sebagai perbandingan, Inggris telah melakukan sekuens genom sekitar 5-6% pada puncak pandemi. Tetapi Anda tidak dapat membangun kapasitas seperti itu dalam semalam," katanya.

Namun, harapan utama India ada pada vaksinasi.

"Setiap pakar kesehatan masyarakat akan memberitahu Anda bahwa tidak ada cara praktis untuk memperkuat sistem perawatan kesehatan publik yang sudah rusak dalam hitungan bulan," kata seorang perempuan, yang keluarganya menjalankan rumah sakit swasta besar di New Delhi, kepada BBC.

bonbin bandungSuasana wisata Lebaran di Bandung Zoological Garden, Bandung, Jawa Barat, 15 Mei 2021 (Foto: bbc.com/indonesia - YULIA ALAZKA)

"Alternatif terbaik dan paling efektif untuk memerangi Covid adalah dengan memvaksinasi populasi secepat mungkin sehingga mayoritas tidak memerlukan perawatan rumah sakit dan karenanya tidak membebani sistem perawatan kesehatan secara berlebihan."

India awalnya menargetkan 300 juta orang divaksinasi pada bulan Juli, "tetapi tampaknya pemerintah tidak melakukan perencanaan yang cukup untuk mengamankan pasokan vaksin guna menjalankan program tersebut", kata Dr Lahariya.

"Selain itu, India telah membuka vaksinasi bagi semua orang dewasa tanpa mengamankan pasokan vaksin."

Sejauh ini, hanya sekitar 26 juta orang yang telah divaksinasi penuh dari seluruh 1,4 miliar populasi, dan sekitar 124 juta telah menerima satu dosis.

India memiliki jutaan dosis lagi yang dipesan, tetapi masih jauh dari yang sebenarnya dibutuhkan. Pemerintah juga telah membatalkan ekspor vaksin, mengingkari komitmen yang telah dibuat dengan negara-negara lain.

Pemerintah telah meminta perusahaan lain seperti Biological E dan Haffkine Institute yang dikelola negara untuk memproduksi vaksin.

Pemerintah juga telah memberikan dukungan kredit sebesar 609 juta dolar AS, atau sekitar Rp 8,7 triliun, kepada Serum Institute of India, yang memproduksi vaksin Oxford-AstraZeneca yang dibuat di India dengan nama Covishield, untuk meningkatkan produksi.

“Tapi, dana itu semestinya datang lebih awal,” kata Dr Lahariya, “untuk menyelamatkan nyawa yang berharga.”

permainan airSejumlah pengunjung memadati wahana permainan air di Ampera Water Park, Ciawi, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, 16 Mei 2021 (Foto: bbc.com/indonesia - ANTARA)

Para ahli mengatakan ironis bahwa India dikenal sebagai apotek dunia dan sekarang menghadapi kekurangan vaksin dan obat-obatan.

Semua ini, menurut Dr Lahariya, harus menjadi peringatan bagi pemerintah federal dan negara bagian, agar berinvestasi lebih banyak di sektor perawatan kesehatan karena "ini jelas bukan pandemi terakhir yang harus kita lawan".

"Pandemi di masa depan mungkin datang lebih awal dari yang dapat diprediksi oleh model mana pun," kata Dr Lahariya (bbc.com/indonesia). []

Analisis data dan grafik oleh Shadab Nazmi.

Berita terkait
Epidemiolog Sebut Pandemi di Indonesia Bisa Seperti di India
Pelancong padati tempat wisata pada libur Lebaran 2021, epidemiolog sebut Indonesia sama seperti India terkait dengan pandemi Covid-19
49 Negara Sudah Mendeteksi Virus Corona Varian India
Sehari setelah nyatakan varian Covid-19 yang terdeteksi di India jadi perhatian global, disebutkan varian tersebut sudah menyebar ke 49 negara
Hindari Corona Permintaan Pesawat Jet Pribadi Naik di India
Banyak warga India dari komunitas ekspatriat di UEA incar penerbangan bisnis swasta dan jet pribadi untuk hindari infeksi virus corona
0
LaNyalla Minta Pemerintah Serius Berantas Pungli
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah serius memberantas pungutan liar (pungli). Simak ulasannya berikut ini.