Pandangan Ahli Kimia Terhadap Vape

Ahli toksikologi dari Universitas Airlangga Shoim Hidayat mengungkapkan rokok elektrik (vape) memiliki rendah risiko daripada rokok.
Ilustrasi Vape. (Foto: Pixabay/haiberliu)

Surabaya - Ahli toksikologi dari Universitas Airlangga Shoim Hidayat mengungkapkan rokok elektrik (vape) dan produk tembakau alternatif yang dipanaskan memiliki rendah risiko daripada rokok. 

"Publik masih menganggap produk tembakau alternatif lebih berbahaya daripada rokok. Hal itu adalah sebuah penyimpulan yang tergesa-gesa, apa dasarnya?," kata Shoim di Surabaya, Rabu, 27 November 2019, seperti diberitakan Antara

Dia mengemukakan sangat wajar bila Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto masih enggan berkomentar soal vape. Alasannya, kajian ilmiah yang komprehensif dan informasi yang akurat tentang produk tersebut masih minimal di Indonesia.

Shoim mengatakan produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan memiliki risiko kesehatan lebih rendah daripada rokok. Sebab, tidak terjadi proses pembakaran.

Hanya dosis yang dapat membedakan apakah bahan kimia tersebut berperan sebagai racun atau sebagai obat.

Sebagai contoh, produk tembakau dipanaskan pada suhu tertentu, sehingga tidak menghasilkan asap, melainkan non-smoke aerosol (kabut).

Sedangkan, asap yang dihasilkan dari pembakaran rokok, kata dia mengandung partikel karbon dan lebih dari lima ribu senyawa mikropartikel padat. Jumlah total partikel padat tersebut setelah dikurangi kadar air dan nikotin (TAR).

Dia juga menuturkan bahan kimia yang terkandung pada produk tembakau, terutama senyawa organik dan air akan menguap ketika dipanaskan. Uap tersebut akan terkondensasi menjadi partikel cair dan membentuk kabut.

"Jika mengacu pada pengertian TAR seperti yang disebutkan di atas, maka produk tembakau yang dipanaskan tidak menghasilkan TAR," ucap dia.

Dia menyebutkan kajian ilmiah yang komprehensif mengenai vape masih harus dikembangkan, khususnya di Indonesia. Namun, lebih baik lagi jika dilengkapi dengan penelitian yang sifatnya berbasis populasi.

Dalam kaidah toksikologi, Shoim mengemukakan seluruh bahan kimia, termasuk asap rokok, makanan, minuman dan lainnya, hakikatnya adalah racun.

"Hanya dosis yang dapat membedakan apakah bahan kimia tersebut berperan sebagai racun atau sebagai obat, jika masuk ke dalam tubuh," tutur Shoim.

Lantaran memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah, Shoim menyebutkan Selandia Baru memanfaatkan rokok elektrik untuk mewujudkan program "New Zealand Smokefree 2025".

Menurut dia, kuatnya dukungan Selandia Baru terhadap rokok elektrik tersebut ditunjukkan dengan diizinkannya produk tersebut untuk dijual di seluruh apotek di negara tersebut.

"Selandia Baru sudah selangkah di depan menggunakan produk tembakau alternatif untuk mengatasi masalah rokok di negaranya, sementara Indonesia masih berkutat dengan pro dan kontra.

Dia menyarankan pemerintah untuk segera menguji dampak terburuk yang dimunculkan dari rokok elektrik itu. Sehingga, masyarakat juga dapat mengetahui hal tersebut. 

"Bapak Menkes harus segera melakukan gebrakan nyata dengan melakukan kajian ilmiah yang komprehensif dengan menggandeng semua pemangku kepentingan untuk hasil yang menyeluruh," kata Ahli toksikologi Shoim Hidayat. []

 Baca juga:

Berita terkait
Filipina Larang Vape, Perokok Bakal Ditangkap
Presiden Filipina Rodrigo Duterte memerintahkan kepolisian menangkap warga yang tertangkap basah merokok elektrik (vape) di ruang publik.
India Resmi Larang Rokok Vape, Kenapa?
Parlemen India resmi melarang memproduksi, mengimpor, mengekspor, mendistribusikan, menjual dan mengiklankan vape mulai Rabu, 18 September 2019.
Bahan Baku Narkoba Liquid Vape dari Shanghai dan Belanda
Dittipid Narkoba mengamankan puluhan liquid vape dari Belanda. Liquid bermerk Dvtch Amsterdam mengandung narkoba jenis Cannabinoid atau zat dalam pohon ganja.
0
Opini: Keputusan MK
Hari ini MK menolak gugatan PSI, mengubah batas minimum usia Capres/Cawapres dari 40 menjadi 35 tahun.