Pakar PBB Sebut Perlakuan Taliban Terhadap Perempuan Bisa Dikategorikan Apartheid Gender

Apartheid gender sebagai "diskriminasi ekonomi dan seksual sosial terhadap individu berdasarkan gender atau jenis kelamin mereka"
Perempuan Afghanistan melakukan protes terkait larangan kaum perempuan duduk di bangku universitas di Kabul pada 22 Desember 2022. (Foto: voaindonesia.com/AFP)

TAGAR.id, Jenewa, Swiss - Seorang pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan pada Senin, 19 Juni 2023, bahwa perlakuan Taliban terhadap perempuan dan anak perempuan Afghanistan bisa menjadi "apartheid gender” sejalan dengan pelanggaran serius yang dilakukan oleh otoritas de facto negara itu terhadap hak-hak mereka.

“Diskriminasi yang parah, sistematis, dan terlembagakan terhadap perempuan dan anak perempuan merupakan inti dari ideologi dan aturan Taliban, yang juga menimbulkan kekhawatiran bahwa mereka mungkin bertanggung jawab atas (tuduhan) apartheid gender,” Pelapor Khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia (HAM) di Afghanistan, Richard Bennett, kepada Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa.

PBB mendefinisikan apartheid gender sebagai "diskriminasi ekonomi dan seksual sosial terhadap individu berdasarkan gender atau jenis kelamin mereka."

"Kami menunjukkan perlunya eksplorasi lebih lanjut tentang apartheid gender, yang saat ini bukan merupakan kejahatan internasional, tetapi bisa menjadi demikian," kata Bennett kepada wartawan.

perempuan afghanistan demoPerempuan Afghanistan meneriakkan dan memegang plakat saat melakukan demonstrasi di Kabul, Afghanistan, 26 Maret 2022. (Foto: voaindonesia.com/AP)

"Tampaknya jika seseorang menerapkan definisi apartheid, yang saat ini untuk ras, pada situasi di Afghanistan dan menggunakan seks daripada ras, maka tampaknya ada indikasi kuat yang mengarah ke sana."

Seorang juru bicara Taliban mengatakan pemerintahan mereka menerapkan hukum Islam secara tegas dan menuduh PBB dan lembaga-lembaga Barat melakukan "propaganda".

"Laporan Richard Bennett tentang situasi di Afghanistan adalah bagian dari propaganda semacam itu, yang tidak mencerminkan kenyataan," kata juru bicara Zabihullah Mujahid dalam sebuah pernyataan.

Taliban merebut kekuasaan pemerintah Afghanistan pada Agustus 2021, dan sejak itu secara drastis membatasi kebebasan dan hak perempuan, termasuk memutus hak mereka untuk duduk di bangku sekolah dan universitas.

Dalam sebuah laporan pada periode Juli hingga Desember 2022, Bennett menemukan perlakuan Taliban terhadap perempuan dan anak perempuan pada Maret "mungkin sama dengan penganiayaan gender, kejahatan terhadap kemanusiaan".

“Pencabutan serius hak-hak dasar perempuan dan anak perempuan ini dan penegakan keras oleh otoritas de facto atas tindakan pembatasan mereka dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dalam bentuk persekusi gender,” tegas Bennett pada Senin (19/6).

Pada April, otoritas Taliban mulai memberlakukan larangan terhadap perempuan Afghanistan yang bekerja untuk PBB setelah menghentikan perempuan yang bekerja untuk kelompok bantuan pada Desember.

Otoritas Taliban mengatakan mereka menghormati hak-hak perempuan sesuai dengan interpretasi mereka yang tegas terhadap hukum Islam. (ah/rs)/Reuters/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Kanker Serviks Jadi Pembunuh Nomor 2 Perempuan di Indonesia
4 Februari 2020 sebagai Hari Kanker Sedunia untuk mendorong semua negara menyelamatkan perempuan agar tidak mati sia-sia karena kanker serviks