Pakar Ekonomi: Boikot Produk Prancis di RI Tidak Berdampak

Pakar Ekonomi mengatakan bahwa produk-produk Prancis yang diboikot di Indonesia tidak akan memperngaruhi apa-apa.
Pakar Ekonomi mengklaim bahwa boikot terhadap produk Prancis di RI tidak mempengaruhi apa-apa. (Tagar/Twitter)

Jakarta - Presiden Prancis Emmanuel Macron mendukung kebebasan berekspresi terkait kontroversi kartun Nabi Muhammad SAW di negaranya. Macron berargumen bahwa prinsip negaranya adalah mendukung kebebasan berpendapatan.

Ucapan Macron itu dikritik Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Ia menyebut kesehatan mental Macron perlu diperiksa serta menginisiasi ajakan boikot produk-produk Prancis. 

Ajakan Erdogan lantas direspons oleh warganet dari Arab maupun Indonesia yang menyerukan boikot untuk produk-produk Prancis lewat sosial media.

Menanggapi itu, pengamat ekonomi sekaligus Dosen Perbanas Institute, Piter Abdullah memastikan gerakan boikot produk Prancis tidak berpengaruh banyak kepada Indonesia, baik dari sisi investasi maupun ekspor impor. Sebab, produk-produk Indonesia sendiri tidak banyak yang bisa menjadi substitusi produk Prancis.

Boikot ini saya perkirakan tidak akan berlangsung lama. Kita tidak bisa memanfaatkan waktu yang sangat pendek karena kita tidak siap,

Ia menjelaskan, produk asal Indonesia belum tepat untuk dijadikan pengganti barang-barang Perancis yang kerap digunakan sebagai gaya hidup. Seperti tas Hermes yang kedapatan digemari oleh istri Erdogan, Emine Erdogan.

"Peluang selalu ada. Tanpa adanya gerakan boikot pun peluang Itu ada. Tapi produk-produk kita tidak banyak yang bisa menjadi substitusi produknya Perancis. Oleh karena itu kita tidak punya banyak peluang untuk memanfaatkan gerakan boikot terhadap produk Prancis," kata Piter, Jumat, 30 Oktober 2020.

Menurut dia, seharusnya Indonesia sudah memanfaatkan peluang pasar produk-produk halal jauh sebelum terjadinya boikot terhadap produk Prancis saat ini.

"Boikot ini saya perkirakan tidak akan berlangsung lama. Kita tidak bisa memanfaatkan waktu yang sangat pendek karena kita tidak siap," ujar dia.

Dalam hematnya, Piter menilai Indonesia sebenarnya belum punya label kuat di pasar syariah global. Selama ini Pemerintah RI lebih banyak berfokus pada ekspor produk-produk pertanian, semisal minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO).

"Produk kita yang berbasis syariah yang mana yang sudah punya pasar global? Saya belum punya daftarnya. Kita bertahun-tahun mengandalkan produk komoditas seperti CPO," kata Piter.

Sementara itu Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi meminta masyarakat tidak terprovokasi dan tetap menjaga kedamaian dalam menyikapi ajakan boikot produk Prancis.

"Kepada masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi penolakan silakan, tapi dengan tertib, tidak boleh merusak dan harus mengikuti aturan main," kata Muhyiddin.

Muhyiddin meyakini, pemerintah Indonesia akan mengambil langkah-langkah diplomatis supaya tidak merugikan hubungan antara Indonesia dan Prancis.

‎"Meminta kepada Ibu Menlu agar memanggil Duta Besar Prancis untuk Indonesia supaya dia memberikan klarifikasi," katanya.

Diketahui, sejumlah produk Prancis selama ini memang telah mendunia, termasuk ke Indonesia. Beberapa diantaranya adalah produk yang dikenal mewah dan banyak dicari. []

Baca juga:

Berita terkait
Demo Kedubes Prancis Lebih Ramai Ketimbang Kedubes India
Novel Bamukmin mengatakan demonstrasi di Kedubes Prancis akan lebih ramai ketimbang aksi unjuk rasa di Kedubes India beberapa waktu lalu.
PKS Jatim Ajak Kadernya dan Warga Boikot Produk Prancis
DPW PKS Jawa Timur mengirimkan surat kecaman ke Konjen Prancis di Surabaya atas pernyataan Emmanuel Macron yang dianggap menghina Islam.
FPI dan PA 212 Segera Kepung Kedubes Prancis
GNPF Ulama, Front Pembela Islam (FPI), dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 segera mengepung Kedutaan Besar Prancis, atas sikap Presiden Macron.
0
Gempa di Afghanistan Akibatkan 1.000 Orang Lebih Tewas
Gempa kuat di kawasan pegunungan di bagian tenggara Afghanistan telah menewaskan lebih dari 1.000 orang dan mencederai ratusan lainnya