OTT Anggota DPR Amin, FITRA Desak KPK Usut Peran Lain

OTT anggota DPR Amin, FITRA desak KPK usut peran lain. Adanya nama Yaya Purnomo yang ikut terciduk dalam kasus ini, dinilai tak wajar.
Anggota Komisi IX DPR Fraksi Partai Demokrat Amin Santono mengenakan rompi tahanan KPK seusai menjalani pemeriksaan pasca-operasi tangkap tangan di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/5) dinihari. (Foto: Ant/Indrianto Eko Suwarso)

Jakarta, (Tagar 7/5/2018) - Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki secara tuntas pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus dugaan pemberian uang untuk usulan Anggaran Pendapatan dan Biaya Negara Perubahan (APBN-P) 2018.

“Mendorong KPK untuk menyelidiki tuntas pihak-pihak yang terlibat,” ungkap Sekretaris Jenderal Fitra, Yenny Sucipto dalam keterangan pers yang Tagar terima, Senin (7/5).

Dalam kasus ini, KPK telah menerapkan Anggota Komisi XI DPR RI Amin Santono sebagai tersangka dan resmi ditahan KPK terkait kasus dugaan suap RAPBN-P 2018.

Selain Amin, KPK juga menetapkan tersangka dan menahan tiga orang lain. Yakni Eka Kamaludin pihak swasta atau perantara, Ahmad Ghiast pihak swasta atau kontraktor, serta Yaya Purnomo selaku Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Adanya nama Yaya yang ikut terciduk dalam kasus ini, dinilai tak wajar. Hal tersebut lantaran tugas dan fungsi Kasie di Ditjen Keuangan sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk mengalokasikan atau mengusulkan anggaran transfer kepada daerah.

“Bisa dibilang Yaya Purnomo merupakan makelar dalam pengurusan APBN khususnya Dana Alokasi Khusus dan Dana Alokasi Umum. Berdasarkan keterangan KPK, Yaya Purnomo banyak menerima suap dari orang-orang di daerah,” sambungnya.

Tidak hanya itu, FITRA juga mendorong pemerintah membuat sistem yang transparan terkait proses perencanana APBN antara pemerintah dan dewan agar meminimalisir ‘kong-kalikong’ terutama melalui Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP).

“Kasus suap yang terjadi saat ini dilakukan sejak dari proses perencanaan, APBN-P 2018 sendiri baru akan dibahas pertengahan tahun akan tetapi di bulan Mei sudah ada pergerakan untuk melakukan negosiasi,” ungkapnya.

Sebelumnya, KPK menangkap anggota Komisi XI DPR Amin Santono dalam operasi tangkap tangan pada Jumat (4/5) malam.

KPK mengungkapkan bahwa Amin ditangkap terkait penerimaan hadiah atau janji dalam usulan APBN-P 2018.

Amin diduga menerim uang panas sebesar  Rp 500 juta bagian dari 7 persen commitment fee yang dijanjikan dari dua proyek di Kabupaten Sumedang senilai Rp 25 miliar.

Adapun dua proyek itu adalah proyek dinas perumahan, kawasan permukiman dan pertanahan di Kabupaten Sumedang senilai Rp 4 miliar dan proyek di Dinas PUPR Kabupaten Sumedang senilai Rp 21,85 miliar.
Uang diduga diberikan Ahmad Ghiast, seorang kontraktor di lingkungan Pemkab Sumedang.

Amin, Eka, dan Yaya sebagai orang yang diduga penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Ahmad Ghiast sebagai orang yang diduga sebagai pemberi suap dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (sas)

Berita terkait