Untuk Indonesia

Opini: Tanggung Jawab Negara Terhadap Ekonomi di Indonesia

Perekonomian Indonesia hingga saat ini masih dibayangi oleh virus Covid-19 terutama di tengah kembali mengganasnya virus ini dalam negeri.
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Manado Komisariat Justitia, Imanuel Mahole. (Foto: Tagar/Dok Pribadi Imanuel)

Imanuel Mahole, S.H*


Situasi Perekonomian Indonesia akibat Covid-19

Perekonomian Indonesia hingga saat ini masih dibayangi oleh virus Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), terutama di tengah kembali mengganasnya virus asal China ini di dalam negeri. Penyebaran Covid-19 kembali melonjak setelah libur lebaran bulan lalu. Meski larangan mudik telah ditetapkan pemerintah, namun masih banyak warga yang nekat melakukannya.

Pemerintah sampai saat ini terus berupaya menekan laju peningkatan penularan Covid-19. Di sisi lain, pemerintah juga berusaha untuk menanggulangi dampak yang timbul akibat pandemi ini, salah satunya di bidang ekonomi. Sebab, keselamatan dan ketahanan ekonomi masyarakat merupakan prioritas utama pemerintah. 

Saat memberikan kuliah umum pada Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 62 dan Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) 23 Tahun 2021 Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANNAS) RI, melalui konferensi video di kediaman resmi Wapres pada tanggal 6 Juli 2021.

K. H. Ma’ruf Amin menyatakan bahwa Pemerintah pada prinsipnya selalu menempatkan keamanan dan keselamatan masyarakat sebagai prioritas utama, disamping menjaga ketahanan ekonomi dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Menurut data yang dirilis oleh situs Covid19.go.id, menunjukan jumlah total orang yang positif mencapai 2.911.733 dan juga angka kematian keseluruhan mencapai 74.920 ribu orang dengan perincian pertanggal 18 Juli 2021, kasus kematian terbaru mencapai angka 44.721 ribu dengan rata-rata 7 hari sebanyak 50.039 ribu.

Pemerintah resmi menerapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat mulai tanggal 3-20 Juli 2021. Ini tertuang dalam Instruksi Mendagri Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Covid-19 di wilayah Jawa dan Bali. 

Kebijakan ini diambil pasca meledaknya angka kasus Covid-19 selama Juni 2021. Kebijakan PPKM Darurat akan berdampak besar pada pendapatan masyarakat. Saat ini, pendapatan masyarakat dalam kondisi tertekan dan daya beli masyarakat pun melemah. 

Terlebih dalam sebulan terakhir kemampuan masyarakat melakukan konsumsi dalam kondisi memprihatinkan. Hal ini pun tercermin dari data yang diberikan oleh pihak BPS.

Berdasarkan data yang dirilis dari Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) melalui Berita Resmi Statistik : Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi No.47/07/Th.XXVI, 1 Juli 2021, Pada Juni 2021 terjadi deflasi sebesar 0,16 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,46. Dari 90 kota IHK, 56 kota mengalami deflasi dan 34 kota mengalami inflasi. 

Deflasi tertinggi terjadi di Kupang sebesar 0,89 persen dengan IHK sebesar 104,88 dan terendah terjadi di Palembang sebesar 0,01 persen dengan IHK sebesar 105,49.

Hal ini menandakan bahwa daya beli masyarakat kembali tergerus. Di tengah situasi ketidakpastian akan berakhirnya pandemi, daya beli masyarakat terus melemah meskipun terjadi penurunan harga beberapa komoditi pangan.

Kelompok makanan, minuman, dan tembakau mengalami deflasi sebesar 0,71 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi dari kelompok ini adalah cabai merah besar, daging ayam ras, cabai rawit, bawang merah, dan daging sapi. Sementara yang memberikan andil inflasi adalah telur ayam ras, bayam, kacang panjang, rokok kretek filter, dan minyak goreng.

Dalam telekonfernsi pers tentang inflasi di Jakarta pada hari Kamis, 1 Juli 2021, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengatakan, deflasi tersebut baru pertama kali terjadi di sepanjang paruh tahun ini. Hal ini lebih karena faktor musiman penurunan harga sejumlah kelompok pengeluaran pasca-Ramadhan dan Lebaran pada Mei 2021.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid, mengatakan sepanjang pandemi Covid-19 melanda Indonesia, dunia usaha menerima dampak negatif, yaitu daya beli masyarakat menurun karena lesunya perekonomian. 

Menurutnya, melesunya ekonomi karena daya beli yang mengalami penurunan yang disampaikannya dalam diskusi virtual bertajuk 'Kajian Tengah Tahun INDEF 2021: Bola Liar Vaksinasi Ekonomi? Pada hari Rabu, 7 Juli 2021.

Arsjad menambahkan, postur konsumsi nasional berdasarkan kelas pendapatan tahun 2020, setidaknya sebanyak 20 persen masyarakat kelas memiliki postur konsumsi sebesar 45,4 persen. 

Hal ini disebabkan kelompok masyarakat kelas atas mengalami kekhawatiran mengalami resesi selama pandemi. Akibatnya mereka menyelamatkan harta kekayaannya dengan menabung di bank. 

Sedangkan sebanyak 40 persen kelompok masyarakat kelas menengah memiliki postur konsumsi sebesar 36,7 persen. Faktor ini disebabkan hilangnya pendapatan akibat pemutusan hubungan kerja. 

Dalam kondisi tersebut masyarakat kelas menengah lebih menunjukkan kecenderungan menurunkan gaya hidup dengan meminimalisir pengeluaran. Ada pun sebanyak 40 persen kelompok masyarakat kelas bawah memiliki postur konsumsi sebesar 17,7 persen. “Kelompok ini yang sangat memerlukan BLT bansos sembako,” ucapnya.

Tidak terlepas dari persoalan daya beli, penyebab terjadinya situasi ekonomi Indonesia yang kian carut marut saat ini ialah pendapatan masyarakat yang menurun. 

Hal ini dapatlah dibuktikan dengan melihat laporan “World Bank Country Classifications by Income Level: 2021-2022” menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 menyebabkan penurunan pendapatan per kapita hampir semua negara di dunia, termasuk Indonesia. 

Pendapatan per kapita Indonesia turun dari US$4.050 di tahun 2019 menjadi US$3.870 di tahun 2020. Penurunan pendapatan per kapita ini membuat Indonesia kembali masuk pada kategori negara berpendapatan menengah bawah (Lower Middle-Income Country).

Pada tataran mikro, daya beli yang rendah membuat dunia usaha tidakberkembang karena lesunya penjualan. Akibatnya, pelaku usaha tidak bisa meningkatkan upah buruh dan menyerap lebih banyak tenaga kerja, bahkan pelaku usaha harus bertahan dengan melakukan rasionalisasi tenaga kerja. 

Di sisi lain, tanpa peningkatan pendapatan, masyarakat tidak memiliki dana lebih untuk berbelanja dan tidak mampu membeli produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha. Kondisi ini semakin diperparah dengan fluktuasi harga. Konsekuensinya, konsumen terpaksa harus berhemat.

Tulisan ini diangkat dikarenakan mengingat keadaan perekonomian di Indonesia yang kian carut marut. Adapun peristiwa-peristiwa yang akan dijelaskan selanjutnya menggambarkan betapa ketidakaturan Pemerintah dalam menghadapi persoalan ekonomi akibat Covid-19 effect. Tanggung Jawab Negara Dalam Menangani Perekonomian Akibat Covid-19

Seyogyanya, negara dalam hal ini Indonesia mempunyai kewajiban dalam melindungi rakyat Indonesia. Hal ini tercantum dalam pembukaan UUD NRI Tahun 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpa darah Indonesia.

Kemudian pada Pasal 28H ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang lebih ditegaskan kembali lewat Pasal 28I ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

Dilansir dari media online Nasional Kompas, Pemerintah telah memperpanjang masa PPKM dengan ganti frasa Darurat menjadi PPKM Level 4 Covid-19 yang diatur dalam Inmendagri No. 22 Tahun 2021 dengan masa PPKM sampai tanggal 25 Juli. Dengan demikian, masih ada masa pembatasan yang menurut hemat Penulis, keadaan ini dapatlah disamakan dengan keadaan karantina kesehatan.

Namun demikian yang perlu diperhatikan saat ini, Pemerintah belum sepenuhhya dapat memenuhi kewajibannya sebagaimana diamanatkan oleh norma UU Kekarantinaan Kesehatan. 

Bila merujuk pada Pasal 55 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan yang menyatakan “Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat”.


Solusi Atas Persoalan Perekonomian Akibat Covid-19

Menurut analisa Penulis, data yang disampaikan oleh Ketua Umum KADIN Arsjad Rasjid yaitus sebanyak 40 persen kelompok masyarakat kelas bawah memiliki postur konsumsi sebesar 17,7 persen memerlukan BLT dan/atau bansos dalam mendukung daya beli masyarakat, selaras dengan perintah dari Pasal 55 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2018, mewajibkan Pemerintah untuk memberikan bantuan kepda masyarakat. Harapannya norma ini segera dilaksanakan oleh Pemerintah.

Adapun dana/biaya yang dipergunakan dapat berasal dari dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pemerintah berkomitmen untuk mempercepat akselerasi program PEN dalam rangka mendorong kesejahteraan masyarakat. 

Peningkatan kesejahteraan masyarakat akan dilanjutkan melalui empat langkah penguatan belanaja negara dengan mendorong subsidi dan bantuan sosial agar lebih tepat sasaran dan efektif.

Lalu kemudian, selain mengatasi kemampuan daya beli masyarakat yang menurun, perlu juga dengan mengatasi peningkatan pendapatan perkapita, yaitu dengan memberikan subsidi keluarga miskin melalui berbagai program sosial, memberi keringanan biaya pendidikan dan kesehatan untuk masyarakat kurang mampu dan meningkatkan standar upah buruh atau upah minimum kota. 

*Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Manado Komisariat Justitia


Berita terkait
Opini: Memaknai Deklarasi Secara Riil
Deklarasi Gotong Royong PPKM Darurat tidak akan bermakna bila tidak ditindaklanjuti oleh komitmen dan tindakan secara nyata dari seluruh pihak.
Opini: Vaksinasi Gratis dan Berbayar Tidak Saling Ganggu
Sebenarnya vaksinasi program yang gratis dan vaksinasi gotong royong yang berbayar itu tidak saling mengganggu. Tomboel Siregar.
Opini: Pintu Masuk Jabatan Presiden Seumur Hidup
Bukan tidak mungkin setelah tiga periode akan ada lagi wacana empat periode, lima periode bahkan seumur hidup. - Fadhli Harahab.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.