Untuk Indonesia

Opini: Realitas Merdeka Belajar dan Merdeka Budaya Menuju Kebinekaan Global

Realitas Merdeka Belajar dan Merdeka Budaya Menuju Kebinekaan Global, Tulisan Opini Fatimah.
Proses belajar mengajar di SDN 005 Tanjung Palas Timur, Kab. Bulungan, Kalimantan Utara. (Foto: Tagar/Kemendikbud)

Oleh: Fatimah, Freelance Writer

Kurikulum merdeka muncul akibat pandemi Covid-19 yang memaksa seluruh kegiatan belajar mengajar dilakukan dari rumah. Proses yang sama sekali baru dilakukan di Indonesia dan negara lain ini membuat ketertinggalan pembelajaran (learning loss) yang berbeda-beda pada ketercapaian kompetensi peserta didik.

Mengutip situs ditsmp.kemdikbud.go.id, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencoba untuk melakukan upaya pemulihan pembelajaran. Salah satu upaya yang dilakukan Kemendikbudristek guna mengatasi permasalahan yang ada ialah mencanangkan Kurikulum Merdeka.

Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik.

Kurikulum merdeka diklaim memiliki keunggulan, yaitu lebih sederhana dan mendalam, lebih merdeka, dan lebih relevan dan interaktif. Akan tetapi, pada poin keunggulan inilah tampaknya kurikulum merdeka masih sulit diaplikasikan di sekolah.


Sebenarnya sekolah diberikan kebebasan untuk mengelola proses pembelajaran sehingga penafsiran yang kelihatannya sulit tersebut dapat diterjemahkan dan diaplikasikan dengan mudah.


Sejak peluncurannya pada 2022 lalu, masih banyak guru yang belum memahami maksud kurikulum merdeka sehingga mereka tetap menggunakan metode lama mereka. Meskipun guru sudah diberikan keleluasaan untuk menentukan program pembelajaran, masih ada kelompok yang bingung membuat program pembelajaran. Bahkan setingkat kepala sekolah pun belum tentu mampu berinovasi dan membuat program pembelajaran dengan capaian pembelajaran yang ada.

Contoh yang bisa diambil adalah pelajaran bahasa Inggris SMA yang memiliki capaian pembelajaran peserta didik menggunakan bahasa Inggris untuk menyampaikan keinginan/perasaan dan berdiskusi mengenai topik yang dekat dengan keseharian mereka atau isu yang hanya sesuai usia peserta didik di fase E. Kemudian di fase F, peserta didik mampu memproduksi beragam teks tulisan dan visual, baik fiksi maupun nonfiksi, dengan kesadaran terhadap tujuan dan target pembaca/pemirsa.

Hal ini tidak selaras dengan realitas guru bahasa Inggris di lapangan yang meminta murid menghapal teks lalu menyetorkannya di depan kelas. Padahal untuk bisa mencapai salah satu profil pelajar Pancasila, yaitu kebinekaan global, bahasa Inggris mutlak diperlukan untuk berkomunikasi dengan masyarakat global. Tentunya hal ini tidak bisa dicapai hanya dengan menghapal teks.

Di sisi lain, sekolah mengaku belum siap menerapkan kurikulum merdeka dengan alasan kurangnya ketersediaan SDM dan fasilitas sekolah. Salah satu keunggulan kurikulum merdeka bagi peserta didik adalah mereka diizinkan untuk mengikuti mata pelajaran yang mereka minati. Artinya, penjurusan IPA, IPS, atau Bahasa yang pernah kita kenal ditiadakan saat kelas 10 karena mereka akan memilih pelajaran yang mereka minati.

Hal ini dapat ditafsirkan bahwa akan ada ketidaksamaan jumlah murid yang mengikuti satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya. Ketidaksamaan inilah yang akan mendorong kebutuhan guru mata pelajaran dan kelas yang dibutuhkan untuk KBM. Bahkan ada yang menafsirkannya sebagai konsep moving class.

Berangkat dari hal ini, sebenarnya sekolah diberikan kebebasan untuk mengelola proses pembelajaran sehingga penafsiran yang kelihatannya sulit tersebut dapat diterjemahkan dan diaplikasikan dengan mudah. Meskipun sekolah mengatakan belum siap menerapkannya, kurikulum merdeka sebaiknya tetap harus dilaksanakan. Jika mengikuti kesiapan, tentu semua sekolah akan mengatakan tidak siap karena begitu bebasnya sekolah dan guru untuk mengelola dan berinovasi dalam merancang proses belajar, sedangkan inovasi tersebut tidak bisa muncul dalam satu malam.

Beruntunglah kurikulum ini baru akan secara resmi diterapkan secara nasional pada 2024. Dengan demikian, pelatihan-pelatihan brainstorming tentang budaya generasi muda untuk guru sepatutnya diadakan oleh kementerian mengingat sebagian besar guru hari ini bukanlah generasi milenial. Ada kesenjangan pemahaman teknologi dan budaya yang terjadi di lapangan antara generasi X dan generasi Z.

Walaupun di sekolah guru adalah orang tua, guru harus bisa memosisikan diri mereka sebagai “teman” bagi muridnya sehingga mereka bisa masuk ke dalam dunia peserta didik. Bukan tidak mungkin guru ikut mengakses hal-hal yang biasa diakses oleh murid, seperti penggunaan media sosial, kecenderungan mereka terhadap games online atau hiburan lainnya, atau kesenangan mereka terhadap budaya luar Indonesia.

Dalam contoh bahasa Inggris di atas, guru bisa memasukkan media film, lagu, buku, atau puisi yang temanya sesuai dengan nilai-nilai Indonesia dalam proses belajar-mengajar. Penggunaan media-media tersebut sebagai landasan diskusi bertema bullying atau toleransi antarsesama menjadi pilihan bagus untuk membangun kesadaran mereka terhadap isu sosial terkini.

Dengan memahami kesukaan peserta didik, guru akan lebih mudah mengaitkan pelajaran dengan hal-hal tersebut karena objek tersebut dekat dengan dunia mereka sehingga peserta didik akan lebih mudah memahami pembelajaran dan mencapai capaian pembelajaran yang diinginkan. []

Berita terkait
Dampak Positif Implementasi Kurikulum Merdeka: Siswa Ikut Merancang Pembelajaran, Belajar Jadi Lebih Menyenangkan
Sejumlah satuan pendidikan sudah merasakan dampak positif dari implementasi Kurikulum Merdeka yang mulai diterapkan secara bertahap.
Kemendikbudristek Luncurkan Merdeka Belajar Episode Ke-23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia
Kemendikbudristek meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar Episode Ke-23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia. Begini fokusnya.
Jalan Pemulihan Pembelajaran dengan Kurikulum Merdeka
Tidaklah mudah bagi anak-anak buruh sawit di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 005 Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.