Untuk Indonesia

Opini: Menegakkan Ketertiban yang Adil di Tengah Kebhinnekaan Indonesia

Di antara faktor penyebab lemahnya penegakan hukum di Indonesia adalah kualitas para penegak hukumnya - Tulisan Opini Darwin Steven Siagian.
Darwin Steven Siagian, Advokat, Akademisi Universitas Parahyangan. (Foto: Tagar/ Dok Pribadi)

Oleh: Darwin Steven Siagian, Advokat, Akademisi Universitas Parahyangan

Keberadaan ketertiban yang adil di tengah Kebhinnekaan Indonesia sangat diperlukan untuk membentuk ketertiban dan adil erat kaitannya dengan kedisiplinan. Di mana kedisiplinan dapat menjadi salah satu hal yang berpengaruh dalam mencapai ketertiban umum. Tanpa ketertiban, seseorang dianggap sebagai orang yang tidak memiliki norma dan tata krama.

Walau demikian, penulis sependapat dengan “ketertiban umum” ternyata tidaklah cukup tegas, dan pengertian ‘keadilan’ adalah lebih tidak jelas lagi, maka kontradiksi antara ketertiban dan keadilan adalah persoalan klise: kehidupan bersama manusia itu hanya mungkin jika dia adalah ‘tertib dan adil.’ Keadilan dari aspek produk hukum di negeri ini. Menurut penulis, semestinya tujuan ketertiban yang adil menjadi dasar penting dalam mewujudkan cita-cita hidup berbangsa dan bernegara, Keadilan di sini menyangkut keadilan sosial maupun keadilan hukum.

Namun, sering dijumpai rancangan hingga produk hukum banyak yang kontras dengan cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga faktor tersebut mempengaruhi kinerja keadilan itu sendiri. Pendapat penulis, itu hanyalah berupa kepentingan dan hasrat belaka, penulis menilai ‘gaya pejabat’ saat ini membuat sistem demokrasi di Indonesia belum mampu mendistribusikan keadilan secara menyeluruh ke segala penjuru negeri.

Ketertiban yang adil di negeri demokrasi akan terwujud kalau Pejabat dan penegak hukumnya pun punya kematangan cara berpikir dan bertingkah laku. Ketika demokrasi dijalankan pada negeri yang masih memiliki ketimpangan antara si miskin dan si kaya. Maka si miskin hanya menjadi korban “oligarki” itu.


Sering dijumpai rancangan hingga produk hukum banyak yang kontras dengan cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara.


Pemahaman penulis, tentang ketertiban yang adil berangkat dari bentukan demokrasi, sebab demokrasi buruk bukan dari sistemnya, tetapi lebih kepada siapa “rezim” keadaan dan di tangah siapa demokrasi itu dijalankan. Demokrasi akan bengis di tangan mereka yang menjalankan kekuasaan tanpa nurani. Sebaliknya, demokrasi akan menjadi “obat” penghapus kemiskinan, mendatangkan ketertiban dan keadilan, mewujudkan kesejahteraan jika dijalankan oleh tangan-tangan yang bertanggung jawab dan punya komitmen dan moralitas yang tinggi.

Lebih jauh menurut penulis, “mandulnya” sistem demokrasi di Indonesia juga dipengaruhi penerapan “Trias Politica” (Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif) yang tidak pada tempatnya. “Jangan heran-kan jika banyak kasus hukum yang melibatkan campur tangan pejabat dengan para Hakim dalam memutuskan suatu perkara. Dari sinilah muncul hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah.

Banyak Penulis lihat seperti, kasus jual beli Pasal, pengurangan masa tahanan, RUU cipta kerja, money politic, hingga kepada kendala penyidikan kasus-kasus HAM. Komentar penulis, kalau mau bicara substansi Ketertiban dan adil, harus merujuk pada bagaimana segala regulasi yang ada dalam suatu bangsa dibentuk untuk melindungi masyarakat yang ada sehingga memberikan rasa nyaman, aman, tentram, sejahtera, serta kehidupan yang tercukupi hingga generasi berikutnya.

Regulasi tersebut, dibentuk juga atas asas kesetaraan dengan mengedepankan aspirasi rakyat sebagaimana istilah “Well Educated” yang berangkat dari masyarakat yang berpendidikan, yang perutnya tercukupi dan memiliki kehidupan yang sejahtera. Penulis berpendapat, “Sayangnya yang begini masih jadi problmatika di Indonesia.”

Pendapat penulis, Indonesia masih jauh dari “rasa” ketertiban yang adil, salah satu faktor penyebab lemahnya penegakan hukum di Indonesia adalah dari kualitas Para penegak hukum Indonesia. Masih rendahnya moralitas mengakibatkan profesionalisme kurang dan terjadi ketidak-becusan penegak hukum. Moralitas pembentuk pruduk hukum dan penegak hukum ini sangat berkaitan dengan menuju bermasyarakat ketertiban yang adil.

Penulis berharap, hari ketertiban yang adil ini menjadi ‘pintu’ refleksi bersama untuk meningkatkan kualitas ketertiban dan adil di Indonesia. Penulis melihat ketertiban yang adil ini cukup kompleks melibatkan banyak variabel penting. Karena itulah, kepada pihak terkait yang terpanggil hati nuraninya sebagai pelaksana penegak hukum harus tetap berusaha dan bergerak untuk mewujudkan Indonesia yang tertib yang adil dan beradab.

“Ketertiban yang adil harus ditegakkan, persatuan perlu dirawat dan diperkuat. Ketertiban yang adil tidak bisa diletakkan di atas birahi kekuasaan. Namun kekuasaan dijalankan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” []

Berita terkait
Opini: Tak Mungkin Istana dan Moeldoko Jadi Backingan Al-Zaytun
Tim investigasi yang menyelidiki kesesatan penyimpangan ajaran di Ponpes Al-Zaytun, haruslah ekstra teliti dan hati-hati mengungkap kasusnya.
Opini: Menyingkap Misteri 212, di Mana Posisi Istana
Misteri 212, di mana posisi istana: Pada mulanya saya cukup lumayan dekat dengan beberapa orang yang katakanlah Ring 1 Istana.
Opini: People Power Ala Reformis Gadungan
Sudah sewajarnya Amien Rais segera bertaubat, dan jangan ikuti jejak Denny Indrayana yang sekarang jadi gelandangan di Australia. Tulisan opini.