Opini: Baca Buku Apa Nonton Video Porno?

Sedang ramai saat, antara orang yang hobi baca buku dibandingkan dengan orang yang hobi nonton video porno. Tulisan opini Akademisi UGM.
Ilustrasi - Membaca Buku. (Foto: Tagar/Depositphotos)

Oleh: Bagas Pujilaksono, Akademisi Universitas Gadjah Mada 

Sedang ramai saat, antara orang yang hobi baca buku dibandingkan dengan orang yang hobi nonton video porno.

Apa hebatnya orang yang hobinya membaca buku, namun performa dan perilakunya tetap goblok? Apa salahnya jika ada orang yang nonton video porno?

Memang benar, Indonesia termasuk rendah dalam hal kemampuan literasi. Hal ini dengan mudah bisa dilihat dalam kehidupan bangsa Indonesia dari perspektif budaya.

Ketika Majapahit berjaya di abad XIII, Eropa masih gelap gulita. Mengapa kejayaan Majapahit tidak berlanjut? Salah satunya karena tidak dibudayakannya tradisi membaca. Semuanya selalu disampaikan secara lisan, hampir tidak ada yang ditulis, agar bisa dibaca generasi berikutnya. Proses belajar lebih dijalankan dengan proses Nyantrik, dibandingkan dengan cara belajar seperti sekarang ini. Sehingga tidak banyak hal-hal tertulis yang ditinggalkan.

Kebiasaan membaca sangat penting, memang, karena dengan gemar membaca, akan terbangkitkan keinginan untuk selalu ingin tahu. Ini penting sekali, curiosity adalah spirit kehidupan akademik.

Anak laki-laki saya, ketika kita masih tinggal di Swedia, kalau berangkat ke sekolah, bareng saya, naik trem. Ada koran gratis di dalam trem, namanya koran Metro. Saya selalu ambil satu, dan saya kasihkan anak laki-laki saya yang kala itu masih SD. Saya suruh baca, dan cerita ke saya, apa yang sudah dia baca. Kebetulan jarak rumah ke sekolahnya lumayan jauh, jadi anak laki-laki saya sempat membaca banyak hal yang bisa diceritakan ke saya. Inilah cara saya memaksa kedua anak saya agar gemar membaca.


Ketika Majapahit berjaya di abad XIII, Eropa masih gelap gulita. Mengapa kejayaan Majapahit tidak berlanjut? Salah satunya karena tidak dibudayakannya tradisi membaca.


Saya sadar betul, untuk menjadi pintar, anak sejak dini harus tekun membaca. Anak laki-laki saya yang dulu saya paksa-paksa membaca, sekarang lagi menempuh Program Doktor di Department of Materials, Oxford University, UK dengan beasiswa LPDP. Dia alumni Program Master di Department of Materials and Metallurgy, Cambridge University, UK dan program S1 Teknik Mesin, Universitas Gadjah Mada.

Membaca memang sangat penting, namun berfikir jauh lebih penting. Apa artinya gemar membaca, namun lemah dalam berfikir?

Ketika saya memulai program postdoctoral di Department of Surface and Interface Physics, Ecole des Mines de Saint-Etienne, France, saya bersama isteri dan kedua anak saya, berangkat dari Gothenburg, Sweden ke Lyon, France dengan pesawat terbang. 

Di bandara Lyon, saya dijemput professor Krzystof Wolski (originally orang Poland). Sambil stir mobil, Wolski cerita project postdoctoral saya. Dia bikin model alloy Ni-Mo dan Ni-V, untuk meneliti lebih jauh tentang sulphur embrittlement on Ni base alloy. 

Memang harus saya akui, laboratoriumnya jagoan bikin model alloy: less segregation and grains size almost homogen. 

Saya tanya ke Wolski, kamu professor, yang hingga hari ini masih risau dengan sulphur embrittlement lebih tepatya dynamic sulphur segregation towards the crack tips due to fatique load and high temperature. Jika sulphur segregate di batas butir, akan menurunkan energi kohesivitas batas butir, sehingga dengan mudahnya crack merambat lewat batas butir, grainboundary fracture. 

Dengan kelimpahan 6 ppm sulphur saja, Ni base alloy menjadi brittle. Nothing we can do. Terima saja, dan itu tidak penting. Yang lebih penting adalah life cycle, wujudkan dalam engineering design. Lagian ngapain kamu bikin model alloy Ni-Mo dan Ni-V. Kamu tahukan, Mo dan V adalah unsur tanah jarang yang akan teroksidasi hingga tekanan parsial oksigen 10(-19) bar. 

Kamu akan menjumpai masalah baru yaitu internal oxidation yang tidak kalah heboh dibandingkan sulphur segregation. Wolski bilang, kerjakan saja riset ini Bagas. 

Saya jawab, akan saya kerjakan, tetapi, nanti, gentle, kamu harus akui, aku yang benar, dan kamu salah. Setelah riset berjalan, akhirnya Wolski mengakui bahwa dia salah, Bagas yang benar.

Wolski adalah contoh professor Perancis gemar membaca, namun tidak punya feeling dalam berfikir. Untuk apa? Mending nonton video porno. []

Berita terkait
Opini: Mencari Cawapres Alternatif Pendamping Ganjar Pranowo
Ada dua nama yang saya rekomendasikan tepat menjadi pendamping Ganjar Pranowo di Pilpres 2024. Tulisan opini Saiful Huda Emas.
Opini: Mengenal Pak Moeldoko dari Dekat
Pak Moeldoko tidak memiliki barang-barang mewah seperti jam tangan yang harganya miliaran. Opini: Mengenal Pak Moeldoko dari Dekat
Opini: Makin Banyak Keterampilan, Makin Luwes Ganti Kerja
Survei J-PAL Southeast Asia: Kartu Prakerja berhasil menambah peluang mendapatkan pekerjaan baru, dan juga meningkatkan peluang memiliki usaha.