Novel Bamukmin Sebut Jokowi Menyesatkan

Novel Bamukmin berpendapat, imbauan pemerintah mengenai imbauan pelarangan penyiaran politik di dalam masjid sebagai penyesatan.
Novel Bamukmin berbicara soal kecurangan Pemilu 2019 di kantor Tagar, Rabu 26 Juni 2019. (Foto: Tagar)

Jakarta - Juru bicara Persaudaraan Alumni (PA) 212 Novel Bamukmin berpendapat, imbauan pemerintah mengenai pelarangan penyiaran politik di dalam masjid sebagai penyesatan, pendangkalan aqidah, dan pembodohan terhadap generasi bangsa.

Menurut Novel, butir-butir yang terkandung dalam Fatwa MUI Nomor 7 Tahun 2005 tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme dapat dimaknainya, antara agama dan negara harus seiring sejalan.

Baca juga: Novel Bamukmin Sarankan Ahok Jadi Gubernur Papua

"Kita (PA 212) melihat ada indikasi yang tidak sehat dari rezim ini yang ingin memisahkan politik dengan agama, karena di masjid-masjid mereka menghimbau untuk tidak berbicara politik," ujar Novel dalam wawancara khusus di kantor Tagar, kawasan Jakarta Timur, Rabu, 26 Juni 2019.

Antara Indonesia dengan Islam tidak dapat dipisahkan, begitu pula sebaliknya. Artinya, paham sekularisme memisahkan agama dengan negara dan itu tidak boleh karena sudah ada kesepakatan hilal.

"Kita perangi sekularisme karena ini kesepakatan ulama bersama," kata dia.

Novel menyayangkan pemerintahan Jokowi yang menurutnya sudah salah arah, karena membendung penyampaian yang berbau politik di dalam rumah ibadah.

"Di masjid boleh ngomongin politik karena ayat politik turun di masjid. Ayat politik di dalam Alquran tidak sedikit, ada 21 ayat maka jangan main-main," kata Novel.

Dalam lain kesempatan Tuan Guru Bajang (TGB) mengingatkan, bila mimbar telah dinaiki oleh seorang khatib, alangkah baiknya harus diisi dengan tanggung jawab dan kesadaran penuh untuk memberikan pencerahan spiritualitas kepada umat.

Baca juga: Novel Bamukmin Sebut Jokowi Menyesatkan

Salah satu rukun khotbah Jum'at menurut TGB adalah, memberikan wasiat takwa, berupa seruan kepada jemaah dari khotib untuk senantiasa bertakwa kepada Allah SWT.

Kalau dalam bahasa Rasul adalah washiyatul taqwa. Jadi khutbah Jumat itu adalah untuk memberi wasiat takwa, bukan justru kemudian dibungkus untuk suatu kepentingan politik jangka pendek.

Di Indonesia, kata TGB, khatib memiliki fasilitas ber-Islam yang unik. Untuk menjadi penceramah Jumat di sini menurut dia tidak dipersulit dengan bermacam persyaratan, tanpa kualifikasi, dan tanpa kompetensi pun, seorang khatib sudah bisa berkhutbah di atas mimbar untuk disimak umat.

"Tidak ada sejauh yang saya tahu negara yang paling mudah orang naik ke atas mimbar khutbah itu selain di Indonesia. Saya pernah tinggal lama di Mesir, saya pernah bermukim dalam beberapa waktu di beberapa negara, dan berkunjung agak lama menyelami, mengetahui di tempat-tempat lain dan itu selalu ada persyaratan, ada kualifikasi, ada kompetensi untuk berkhutbah," ucapnya.

"Kalau di Indonesia ini kita punya kemewahan ber-Islam yang harus kita jaga. Dalam artian, jangan berlebihan diisi dengan hal-hal (politik) yang merusak keberislaman kita," kata politikus Golkar itu. []

Berita terkait
0
LaNyalla Minta Pemerintah Serius Berantas Pungli
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah serius memberantas pungutan liar (pungli). Simak ulasannya berikut ini.