Negara Miskin Bayar Harga Pangan yang Lebih Mahal

Negara-negara miskin diprediksi menjadi pihak yang paling dirugikan akibat krisis pangan di seluruh dunia
Keluarga miskin di Yaman menerima pembagian gandum dari yayasan amal, di tengah melambungnya harga gandum akibat perang di Ukraina (Foto: Dok/voaindonesia.com/AFP)

TAGAR.id, Jakarta - Negara-negara miskin diprediksi menjadi pihak yang paling dirugikan akibat krisis pangan di seluruh dunia, yang diperburuk oleh perang di Ukraina. Mereka akan dipaksa membayar lebih mahal pasokan pangan yang lebih sedikit. Ini peringatan dar PBB pada hari Kamis, 9 Juni 2022.

Tagihan impor pangan dunia akan memecahkan rekor baru senilai 1,8 triliun dolar AS (sekitar Rp 26,2 kuadriliun) tahun ini, akibat lonjakan harga sereal dan biji-bijian menyusul invasi Rusia ke Ukraina.

Namun, mahalnya biaya impor itu lebih disebabkan oleh kenaikan harga dan biaya transportasi, ketimbang volume pasokan yang dikirim, tulis Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO - Food and Agriculture Organization) dalam Prospek Pangan terbarunya. “Yang mengkhawatirkan, banyak negara rentan membayar lebih mahal, tetapi menerima lebih sedikit makanan,” tulis laporan itu.

FAO menghitung, tagihan impor pangan dunia diperkirakan meningkat 51 miliar dolar AS dari tahun 2021 – mencerminkan harga yang lebih mahal senilai 49 miliar dolar AS.

Negara-negara miskin diperkirakan akan megalami kontraksi sebesar lima persen dalam tagihan impor pangan mereka tahun ini.

Namun, negara-negara Afrika sub-Sahara dan negara-negara berkembang pengimpor pangan bersih “diprediksi mencatatkan kenaikan ongkos keseluruhan, meski volume impornya berkurang,” kata lembaga itu.

Produksi sereal utama dunia diperkirakan menurun pada tahun 2022 untuk pertama kalinya dalam empat tahun, sementara pemanfaatan global juga menurun untuk pertama kalinya dalam 20 tahun, kata FAO.

Di tengah melonjaknya biaya input, kekhawatiran cuaca dan meningkatnya ketidakpastian pasar akibat perang di Ukraina, perkiraan-perkiraan yang ada “menunjukkan kemungkinan pengetatan pasar makanan dan pecahnya rekor baru angka tagihan impor pangan,” kata ekonom FAO, Upali Galketi Aratchilage.

“Dari perspektif ketahanan pangan, ini semua adalah tanda-tanda yang mengkhawatirkan, yang menunjukkan bahwa importir akan kesulitan membiayai kenaikan ongkos internasional, yang berpotensi mengakhiri ketahanan mereka terhadap harga yang lebih tinggi.” (rd/em)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Hampir 193 Juta Orang di Dunia Kekurangan Pangan
Hampir 193 juta orang di seluruh dunia tidak memiliki cukup makanan setiap hari. Ini menurut sebuah laporan baru PBB