NATO Waspadai Invasi Pasukan Rusia ke Ukraina

Mobilisasi militer Rusia di perbatasan Ukraina ganggu langkah “destabilisasi” dinilai membahayakan perjanjian gencatan senjata
Ilustrasi (Foto: dw.com/id)

Jakarta - Mobilisasi militer Rusia di perbatasan Ukraina ditanggapi pedas oleh NATO (NATO/North Atlantic Treaty Organization – Pakta Pertahanan Atlantik Utara). Langkah “destabilisasi” itu dinilai membahayakan perjanjian gencatan senjata. Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) meminta Moskow menarik mundur pasukannya.

Sejak tahun 2019 Rusia dikabarkan giat menumpuk pasukan di perbatasan dengan Ukraina. Namun, eskalasi pasukan sejak pekan lalu mendorong NATO menyuarakan sikap.

"NATO akan terus mendukung keutuhan teritorial dan kedaulatan Ukraina,” tutur seorang juru bicara NATO kepada harian Jerman, Welt. "Kami tetap waspada dan memantau situasinya dengan seksama,” imbuhnya.

Langkah Rusia itu menyiratkan adanya keinginan mengakhiri kesepakatangencatan senjata yang berlaku sejak pertengahan 2020 lalu.

keluarga dariKeluarga dan kerabat korban menghadiri upacara peringatan setahun jatuhnya pesawat Ukraine International Airlines PS752 di wilayah udara Iran, di Kyiv, Ukraina, 8 Januari 2021. (Foto: voaindonesia.com - REUTERS/Valentyn Ogirenko)

Awal April 2020 silam, NATO mengundang 30 duta besarnya untuk membahas situasi keamanan teranyar di kawasan Laut Hitam. "Aliansi mengkhawatirkan aktivitas militer besar-besaran oleh Rusia di dalam dan sekitar Ukraina”, kata sang juru bicara NATO menambahkan.

1. Status Bahaya Level Tertinggi

Penumpukan tentara Rusia baru-baru ini mendorong Komando Eropa militer AS untuk menaikkan status bahaya ke level tertinggi.

Pada 26 Maret silam, empat serdadu Ukraina tewas akibat tembakan senjata artileri Rusia ke kawasan timur Ukraina. Sepanjang tahun ini, sudah sebanyak 19 tentara Ukraina yang tewas dalam serangan Rusia.

Pada hari Jumat, 2 April 2021, Presiden AS, Joe Biden, mengomentari mobilisasi militer Rusia dengan mendeklarasikan dukungan terhadap Ukraina. Utusan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borell langsung mengontak Menlu Ukraina, Dmytro Kuleba dan menjanjikan "dukungan kokoh UE untuk kedaulatan dan keutuhan teritorial Ukraina.”

peta ukrainaKonflik di timur Ukraina (Foto: dw.com/id)

Sementara Jerman dan Prancis yang sedang menggodok jalan keluar damai dari konflik Ukraina juga menyuarakan hal serupa.

2. Agresi Seputar Perkembangan Politik

Eskalasi konflik di timur Ukraina berawal ketika Rusia bereaksi agresif terhadap kemenangan Volodymyr Zelenskyy dalam pemilu April 2019. Hanya beberapa hari kemudian, Moskow mengumumkan program satu juta paspor bagi penduduk Ukraina Timur di wilayah Donbas yang dikuasai pemberontak pro-Rusia.

Langkah itu dinilai krusial karena menempatkan penduduk Ukraina di bawah perlindungan Rusia, dan melumat peluang pulihnya kedaulatan Kiev atas kawasan yang diduduki. Sejak itu Moskow mulai menumpuk pasukan di perbatasan.

Konflik kian memanas ketika Presiden Zelenskyy mempreteli jaringan politik dan media pro-Rusia pada Februari silam. Kiev juga membekukan aset para politisi yang dianggap mendukung Kremlin, antara lain sekutu dekat Vladimir Putin, Viktor Medvedchuk.

Bagi Zelenskyy, Ukraina tidak memiliki banyak pilihan untuk mengakhiri perang di Ukraina Timur.

Dalam sebuah kicauan kepada Sekretaris Jendral NATO, Jens Stoltenberg, dia mengatakan pihaknya berkomitmen mereformasi sektor pertahanan sebagai syarat menjadi anggota. "Tapi reformasi tidak akan menghentikan langkah Rusia,” tulisnya.

"NATO adalah satu-satunya cara mengakhiri perang di Donbas. Keanggotaan Ukraina akan menjadi sinyal kuat terhadap Rusia.” [rzn/as (afp, dpa, atlanticcouncil)]/dw.com/id. []

Berita terkait
Menlu Amerika Sebut Akan Ada Konsekuensi Atas Tindakan Rusia
Menlu AS, Antony Blinken, katakan akan ada “biaya dan konsekuensi” bagi Rusia atas aktivitasnya yang diduga jahat terhadap AS
Keluarga Korban Pesawat Ukraina Pilih Adili Pemimpin Iran
Amerika Serikat (AS) sebut bahwa keluarga korban pesawat Ukraina memilih adili pemimpin Iran di pengadilan internasional daripada santunan
Rusia dan China Ancaman Militer dan Teknologi Terhadap NATO
Menlu AS, Anthony Blinken, mengatakan Rusia dan China sama-sama menimbulkan ancaman militer dan teknologi terhadap NATO