Jakarta, (Tagar 28/1/2019) - Tanggal 26 Desember 2004, Pukul 07.59 pagi, sebuah gempa berkekuatan 9,1 sampai 9,3 skala Richter mengguncang dasar laut di barat daya Sumatera, sekitar 20 sampai 25 kilometer lepas pantai. Hanya dalam beberapa jam saja, gelombang tsunami dari gempa itu mencapai daratan Afrika.
Seorang wartawan perempuan muda dikirim dari Jakarta menuju lokasi bencana. Laporan-laporan siaran langsung yang ia sampaikan, dramatis dan kerap berhasil menguras air mata.
Meski begitu, laporan tetap memiliki kesan kritis dan mendalam. Betapa ketidaksiapan pihak pemerintah dalam menghadapi bencana, dipampang ke khalayak sebagai sajian jurnalistik begitu rupa.
Baca juga: Ini Profil Moderator Debat Capres Kedua, Tommy Tjokro dan Anisha Dasuki
Dari laporan tsunami Aceh, wartawan perempuan itu mendapat penghargaan dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat dan PWI Jakarta Raya (PWI Jaya) pada tahun 2005. Setelah sebelumnya juga terpilih sebagai wartawan terbaik Metro TV dan masuk dalam jajaran nominasi Pembaca Berita Terbaik Panasonic Awards 2004.
Wartawan perempuan itu bernama Najwa Shihab, anak dari pasangan Quraish Shibab dan Fatmawati Assegaf. Ayahnya adalah seorang ahli tafsir yang menjadi menteri Agama era Presiden Soeharto. Sedang pamannya, Alwi Shihab adalah menteri luar negeri pada kabinet Gus Dur.
Najwa Shihab terjun ke dunia jurnalistik pascalulus kuliah dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 2000 silam. Sempat memulai karier di RCTI, ia kemudian memilih pindah ke stasiun televisi khusus berita, Metro TV. Sebagai wartawan lapangan, Najwa sempat meliput langsung bencana besar tsunami Aceh pada tahun 2004. Najwa Shihab kemudian "naik kelas" sebagai presenter berita.
Sepanjang tahun 2009 sampai dengan 2017, ia bahkan memiliki program berjuluk "Mata Najwa" di stasiun televisi besutan politikus Surya Paloh itu. Dari sana, Nana, panggilan akrab Najwa Shihab mendapatkan sejumlah penghargaan dan keterkenalan.
Najwa Shihab lahir di Makassar, pada tanggal 16 September 1977. Sejak remaja, Nana, panggilan akrabnya, terbilang anak yang cerdas. Terbukti saat masih duduk dibangku SMA, ia terpilih sebagai salah satu peserta pertukaran pelajar ke Amerika Serikat. Lepas dari SMA, ia mengambil kuliah jurusan Hukum di Universitas Indonesia dan berkarier di ranah media.
Bersama jurnalis dari berbagai belahan dunia, Najwa sempat dikirim ke Senior Jurnalist Seminar di beberapa kota di Amerika Serikat sebagai perwakilan Indonesia. Dirinya bahkan sempat menjadi pembicara pada Konvensi Asian American Journalist Association.
***
Pada tahun 2007, Najwa masuk deretan nominasi berbagai penghargaan bergengsi salah satunya nominasi Best Current Affairs/Talkshow presenter, Asian Television Awards.
Terkenal dengan daya gedor dan ketegasannya dalam memandu sebuah diskusi, Najwa diplot sebagai moderator debat kandidat Gubernur DKI Jakarta tahun 2007. Debat antara Fauzi Bowo-Priyanto dan Adang Daradjatun-Dani Anwar itu ditayangkan langsung oleh dua stasiun televisi sekaligus, Metro TV dan Jak TV.
Mata Najwa, acara yang dibina Nana juga menjadi salah satu program unggulan Metro TV. Kekritisan dan kecerdasan Najwa kala berbincang dengan tokoh-tokoh terkemuka, juga pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan sangat tajam dan jelas hingga persoalan menjadi terang-benderang, menjadi menu andalan program tersebut.
BJ Habibie, Megawati Soekarnoputri, Joko Widodo, Susilo Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla, dan banyak tokoh papan atas lain yang pernah menjadi bintang tamu di acaranya, kerap kesulitan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Nana.
Profesionalisme Najwa Shihab kemudian kembali diganjar banyak penghargaan berkelas lokal dan internasional seperti Young Global Leader oleh The World Economic Forum (2011), Best Current Affairs Presenter dalam acara Mata Najwa di Metro TV oleh Asian Television Awards (2011), Presenter Talkshow Berita & Informasi Terfavorit, Panasonic Gobel Awards (2015).
Tahun 2016, Nana menerbitkan buku berisi cerminan dirinya atas isu-isu yang pernah dibahas di Mata Najwa. Lewat buku yang diberi tajuk 'Catatan Najwa' itu, Najwa Shihab seolah ingin menyampaikan ulasan tentang apa yang sejatinya terjadi di Indonesia.
Di tahun yang sama, Nana juga ditunjuk sebagai Duta Baca Indonesia (2016-2020) oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, dengan tugas utama menyebarkan minat baca ke penjuru negeri.
Selain Duta Baca Indonesia, Najwa juga menjadi Duta Pustaka Bergerak. Kariernya di Metro TV juga kian menanjak, ia ditunjuk sebagai wakil Direksi stasiun televisi berlogo Elang tersebut.
Sayangnya, setahun kemudian Najwa Shihab mengumumkan pengunduran dirinya dari Metro TV. Pengumuman itu diunggah lewat akun media sosial pribadi Nana, tepat pada tanggal 8 Agustus 2017. Ia juga mengumumkan berakhirnya program Mata Najwa. Episode siaran langsung wawancara eksklusif bersama penyidik KPK Novel Baswedan disebut akan menjadi pamungkas program tersebut. Namun Mata Najwa benar-benar berakhir pada akhir Agustus 2017 dengan episode terakhir, Catatan Tanpa Titik.
Lepas dari stasiun TV yang membesarkan namanya, Najwa Shihab merintis sebuah stasiun televisi digital melalui platform berbagi video YouTube dengan nama, Narasi TV. Nana dan kakaknya kerap membuat konten dari berbagai sudut pandang. Dari politik hingga konten religi.
Memasuki tahun 2018, tepatnya tanggal 10 Januari 2018, program Mata Najwa kembali mengudara di stasiun televisi swasta nasional Trans 7. Episode perdana Mata Najwa di musim yang baru berjudul 'Indonesia Rumah Kita', menghadirkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai narasumber.
***
Melalui 'Mata Najwa', Najwa Shihab kembali menunjukkan kemampuannya mengolah perbincangan. Fakta dan data yang dihadirkan kerap membungkam narasumber. Kekritisan, keberanian dan kemapanan logika dalam pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Nana juga membuat banyak kalangan gagap menjawab. Dari politikus senior Setya Novanto, sampai mantan ketua PSSI Edy Rahmayadi ditelanjangi logikanya dalam progam tersebut.
Jelang gelaran debat capres jilid dua pada kontestasi pemilihan presiden 2019, nama Najwa Shihab ramai disebut bakal menjadi moderator. Pihak Komisi Pemilihan Umum sempat menyebut nama Nana dan jurnalis senior Tommy Tjokro sebagai alternatif moderator di debat pada 17 Februari nanti.
"Ya, (Tommy Tjokro dan Najwa Shihab) diusulkan oleh TV," kata Ketua KPU Arief Budiman di kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Senin (21/1).
Sayangnya, wacana itu menuai penolakan dari kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Timses pasangan nomor urut 02 itu menilai Najwa tidak netral dan meminta KPU mencari figur lain.
"Mengenai rencana KPU untuk menunjuk moderator dalam debat, kami mengingatkan KPU agar jangan menunjuk moderator yang terindikasi berpihak. Rekam jejak moderator selama ini kan menunjukkan nama-nama yang beredar seperti Najwa terindikasi tidak netral di 2014," sebut juru bicara BPN, Andre Rosiade.
Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai pihak yang bersebrangan kemudian memberikan pembelaan untuk Najwa. Juru bicara TKN, Ace Hasan Syadzily, menyebut Najwa Shihab sebagai yang teruji kapasitasnya dalam memandu debat-debat politik di media televisi.
"Kami percaya dengan Mbak Nana bahwa beliau akan profesional dalam memandu debat. Lihat saja dalam acara-acara talkshow di televisi, Mata Najwa, sangat proporsional dalam memberikan kesempatan kepada kedua kubu," kata Ace.
KPU dan tim kedua kubu pasangan capres-cawapres akhirnya bersepakat memilih Tommy Tjokro dan Anisha Dasuki. Najwa Shihab sang penelanjang logika yang ditakuti politisi pun terlempar dari bursa moderator debat capres. []