Muhammadiyah: Tak Ada Kaitan Seragam Sekolah dengan Mutu Pendidikan

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Muti menegaskan SKB 3 Menteri bukan masalah yang besar, jadi tidak perlu dibesar-besarkan.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Muti. (Foto: Tagar/Instagram)

Jakarta - Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menegaskan bahwa Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (SKB 3 Menteri) bukanlah masalah yang besar, jadi tidak perlu dibesar-besarkan.

Hal itu disampaikan Abdul Mu'ti melalui akun Twitter @Abe_Mukti, Jumat, 5 Februari 2021. Dia menulis, di negara-negara maju, seragam tidak menjadi persoalan karena tidak terkait mutu pendidikan.

"Kalau saya cermati subtansi dan tujuannya, SKB itu tidak ada masalah. Substansinya terkait dengan jaminan kebebasan menjalankan ajaran agama sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UUD 1945," kata dia.

Dia mengatakan, SKB tidak melarang peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan memakai seragam yang sesuai dengan agama dan keyakinan.

SKB juga melarang semua bentuk pemaksaan pemakaian pakaian dan seragam yang tidak sesuai dengan agama dan keyakinan.

"Sekolah adalah miniatur kerukunan intern dan antar umat beragama. Yang perlu ditanamkan adalah wawasan, sikap, dan kesadaran hidup rukun, damai, dan terbuka sehingga terbina persatuan di tengah kebhinekaan suku, budaya, dan agama," ungkapnya.

Dikuto dari berita Tagar sebelumnya, Mendikbud, Mendagri, dan Menteri Agama menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) larangan pembatasan seragam dan atribut di sekolah negeri.

SKB 3 Menteri itu berisikan tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Dalam keterangan yang diselenggarakan secara daring pada Rabu, 3 Februari 2021, Mendikbud Nadiem Anwar Makarim menguraikan tiga hal yang menjadi pertimbangan penerbitan SKB 3 Menteri ini.

Pertama, bahwa sekolah memiliki peran penting dan tanggung jawab dalam menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika; serta membangun dan memperkuat moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama yang dianut peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.

“Yang kedua adalah sekolah dalam fungsinya untuk membangun wawasan, sikap, dan karakter para peserta didik, harus memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, serta membina dan memperkuat antarumat beragama,” ujarnya.

Pertimbangan selanjutnya, pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah merupakan salah satu bentuk perwujudan moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama.

Lebih lanjut, Nadiem Makarim memaparkan enam ketentuan utama dari SKB Tiga Menteri tersebut. Pertama, keputusan bersama ini mengatur sekolah negeri di Indonesia yang diselenggarakan oleh pemda.

Hak untuk memakai atribut keagamaan itu adanya di individu. Individu itu adalah guru, murid, dan tentunya orang tua, bukan keputusan sekolahnya

“Sekolah negeri adalah sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk semua masyarakat Indonesia, dengan agama apapun, dengan etnisitas apapun, dengan diversitas apapun,” ujar Nadiem Makarim.

Kedua, peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara seragam dan atribut tanpa kekhususan agama, atau seragam dan atribut dengan kekhususan agama.

Baca juga: 

“Hak untuk memakai atribut keagamaan itu adanya di individu. Individu itu adalah guru, murid, dan tentunya orang tua, bukan keputusan sekolahnya,” imbuhnya.

Ketiga, pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama.

Keempat, pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak keputusan bersama ini ditetapkan.

“Implikasi ini, kalau ada peraturan-peraturan yang dilaksanakan baik oleh sekolah maupun pemerintah daerah yang melanggar keputusan ini, harus dalam waktu 30 hari dicabut peraturan tersebut,” tegasnya.

Kelima, jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan bersama ini, maka terdapat sanksi yang diberikan kepada pihak yang melanggar. Pemda memberikan sanksi kepada kepala sekolah, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan; gubernur memberikan sanksi kepada bupati/wali kota; Kemendagri memberikan sanksi kepada gubernur; dan Kemendikbud memberikan sanksi kepada sekolah terkait penyaluran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan bantuan pemerintah lainnya.

“Tindak lanjut atas pelanggaran akan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme dan perundang-undangan yang berlaku. Jadi ada sanksi yang jelas kepada pihak yang melanggar Surat Keputusan Bersama Tiga Kementerian ini,” ujarnya.

Keenam, peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan beragama Islam di Provinsi Aceh dikecualikan dari ketentuan keputusan bersama ini sesuai kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pemerintahan Aceh.[]

Berita terkait
Kata Muhammadiyah Soal Pemanggilan Abu Janda oleh Polisi
Diketahui Bareskrim Polri telah mengirimkan surat pemanggilan terhadap Permadi Arya untuk dimintai keterangan pada Senin, 1 Februari 2021.
PP Muhammadiyah Dukung Kapolri Moderasi Agama
PP Muhammadiyah mendukung kebijakan Kapolri Listyo Sigit Prabowo perihal moderasi agama. Ormas Islam ini juga mengusulkan Polisi Sahabat Umat.
Muhammadiyah Usul Tagline ‘Polisi Sahabat Umat’ untuk Listyo
Muhammadiyah mendukung program moderasi dari Kapolri Listyo Sigit serta mengusulkan tagline ‘Polisi Sahabat Umat.
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.