Mimpi dan Asa Oting Pembuat Naga Emas PVC di Bogor

Seorang warga Bogor, Jawa Barat memroduksi kerajinan dari limbah pipa PVC. Salah satunya adalah naga berwarna emas yang jadi masterpiece.
Kerajinan berbentuk naga berwarna emas dari pipa PVC, hasil karya Oting Supriatna, yang kerap menjadi juara dalam kontes. (Foto: Tagar/Nabila Tsania)

Bogor - Sebuah bangunan semipermanen yang terbuat dari seng dan alumunium berdiri halaman salah satu rumah di Perumahan Taman Cibinong Asri, RT. 05/ RW.19, Karadenan, Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Satu meja kayu rusak dan ban bekas tergeletak di depan bangunan itu.

Di dalamnya, seorang pria mengenakan setelan serba hitam dan ikat kepala khas Sunda duduk beralaskan karpet bewarna hijau. Oting Supriatna, nama pria itu, berdiri dan merapikan beberapa barang, kemudian menjawab salam, lalu mempersilakan masuk.

Sebuah lemari kayu berwarna putih keabuan bediri di dalam ruangan, dijadikan sebagai markas alat dan perkakas. Di atasnya terdapat dua buah ember berisi tumpukan kertas dan gulungan kabel. Sementara, beberapa batang pipa PVC atau paralon disandarkan pada dinding seng.

Tidak jauh dari situ, tepat di sudut kanan ruangan, sebuah pajangan berbentuk naga berwarna emas bersinar tajam meski tak setajam terik sinar matahari siang itu, Selasa, 1 Desember 2020. Di sebelah naga emas itu, sejumlah hasil kerajinan berbahan pipa PVC buatan Oting tertata rapi.

Tergantung Api Pembakaran

Segelas teh manis dia suguhkan sebelum memulai ceritanya. Dengan logat Sunda yang kental, Oting mulai mengisahkan perjalanannya menjadi perajin pipa PVC. Rambutnya yang panjang, serta gelang-gelang yang melilit tangan kirinya menunjukkan kesan seniman yang “nyentrik”.

Pria yang memiliki dua anak itu mengaku dia tak sengaja menjadi perajin berbahan pipa PVC. Awalnya dia menemukan pipa PVC bekas berukuran kurang lebih satu jengkal. Berbekal iseng, dengan bantuan api kompor, dia mengubah pipa bekas tersebut menjadi sebuah gelang.Saat itu dia masih bekerja sebagai buruh pabrik di kawasan Nanggewer, Cibinong.

Beberapa waktu berlalu, Oting berhenti bekerja karena pabrik tempat kerjanya tutup. Dia pun memanfaatkan hobinya membuat kerajinan berbahan pipa PVC sebagai pekerjaan tetapnya.

Saya mah terserah orang mau ngomong apa, saya senang melakukan pekerjaan seperti ini karena memang sudah menjadi hobi saya.

Tanpa disangka, kerajinan hasil karyanya diapresiasi oleh masyarakat. Awalnya mereka mengira bahwa kerajinan itu berbahan kayu, kulit, dan batok. Padahal, semua produknya berbahan dasar limbah pipa PVC. Akhirnya, banyak yang memesan karyanya.

Menurut Oting, tidak ada teknik khusus untuk membuat pipa PVC terlihat seperti berbahan kayu atau kulit. Semua tergantung pada api pembakaran.

“Tidak ada teknik khusus yang digunakan, jadi kalau hasil motifnya kayak kayu atau kulit itu memang terserah apinya aja. Tekstur motif yang dihasilkan pun berbeda-beda di setiap produknya,” ujar Oting sembari membakar pipa.

Untuk membuat kerajinan-kerajinan itu, Oting hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp 200 ribu sebagai modal awal. Terlebih karena bahan baku yang digunakan adalah limbah PVC. Bahkan hingga saat ini 80% bahan masih berasal dari limbah pipa PVC, yang dia dapatkan dari 10 lapak rongsok atau dari tukang rongsok keliling di sekitar rumahnya.

Cerita Kerajinan PVC (2)Oting Supriatna menunjukkan cara membuat kerajinan berbahan dasar pipa PVC dengan cara dibakar, Selasa, 1 Desember 2020. (Foto: Tagar/Nabila Tsania)

Namun ada beberapa kerajinan yang dibuatnya menggunakan bahan pipa PVC baru, yakni produk-produk yang berkonsep kaligrafi. Sebab menurutnya dalam kaligrafi berizi lafaz Allah.

“Saya gak mau menggunakan bahan bekas karena bagaimanapun kesucian kaligrafi harus tetap terjaga. Jadi, saya lebih baik beli pipa PVC yang baru,” katanya.

Untuk membuat semua karya itu, Oting menggunakan beberapa alat bantu, di antaranya, mini grinder untuk memotong produk, bor, scroll saw atau gergaji ukir, hole saw untuk melubangi produk, tang ripet, mesin pressing, palu, lem PVS dan lem super, penggaris, alat bakar pipa, amplas, serta cat plitur kayu dan cat duco.

Penentuan ukuran dan jumlah pipa PVC tergantung dari model dan dimensinya, sehingga sebatang pipa PVC tidak bisa jadi patokan jumlah produk yang dihasilkan, kecuali untuk produk dengan pola yang sama, seperti cangkang korek. Biasanya dari satu batang PVC berukuran 4 meter bisa dijadikan 40-45 produk cangkang korek.

Awalnya tempat tisu, keranjang buah, nampan gelas minuman cup menjadi barang yang paling banyak diminati. Tapi setelah dia memroduksi asbak dan cangkang korek, kedua produk ini juga sering dicari belakangan ini, terutama bagi para perokok. Dia sempat membuat 700 buah cangkang korek dalam satu hari.

“Kadang kalau ada yang beli, justru saya yang nanya ke pembeli, ‘sok atuh terserah aja, berani bayar berapa?’ jadi saya gak pernah punya patokan harga,” kata Oting sambil tertawa.

Meski demikian, harga produknya yang termurah dijual pada kisaran harga Rp 3 ribu hingga Rp 4 ribu untuk barang-barang seperti gantungan kunci. Sementara termahal adalah pajangan naga, yang pernah ditawar hingga Rp 25 juta.

Kerajinan karyanya sudah dipasarkan sampai ke Padang, Surabaya, bahkan ke Ukraina. Sebenarnya dia sudah mendapat peluang untuk memasarkan produknya ke luar negeri, hanya saja dia masih belum mau, karena keterbastasan SDM yang membantunya berproduksi.

Oting mengaku karyanya sudah dikoleksi oleh beberapa tokoh, seperti Ully Sigar Rusady (aktris/ penyanyi/pemerhati lingkungan/budayawan), Bupati Bogor Ade Yasin, Dedi Setiadi (Sutradara film ‘Keluarga Cemara’), dan Vicky Rhoma Irama (politisi/penyanyi).

“Permasalahannya ketika pasar sudah menerima, saya yang gak siap karena cuma sendirian, belum punya pasukan” kata Oting.

Saat ditanya mengenai dampak pandemi Covid-19 terhadap penjualan produk, Oting mengaku cukup menurun. Meski demikian hasil penjualannya masih bisa mencukupi kebutuhan keluarga, termasuk menyekolahkan anak pertamanya di pesantren dan anak keduanya yang masih duduk di bangku 5 SD.

“Daya beli berkurang dari biasanya. Mungkin pendapatan mereka juga berkurang, banyak juga yang di PHK karena pandemi ini, jadi lebih mementingkan untuk kebutuhan primer. Tapi saya mah tetap berkarya.”

Berbagi Ilmu pada Pemuda

Keterampilan Oting membuat seni kriya tidak untuk dinikmati dirinya sendiri. Pada tahun 2015, Oting merangkul remaja dan pemuda karang taruna untuk mengisi kegiatan dengan membuat produk dari limbah PVC.

Kegiatan produksi saat itu dilakukan di Kantor Sekretariat RW karena belum ada tempat khusus. Tapi, pada Maret 2020, dia meminta izin ke Ketua RW dan RT untuk memanfaatkan lahan kosong di sekitar tempat tinggalnya sebagai tempat produksi. Oting mendirikan bangunan sederhana yang didanai dari tabungannya hasil penjualan produk selama setahun.

Cerita Kerajinan PVC (3)Lokasi tempat produksi kerajinan berbahan limbah pipa PVC milik Oting Supriatna di Bogor, Selasa, 1 Desember 2020. (Foto: Tagar/Nabila Tsania)

Berkat kerja sama saat itu, limbah pipa yang polos mampu mereka sulap menjadi pajangan berbentuk naga yang melilit tiang. Pembuatan naga tersebut menghabiskan 30 meter pipa PVC, dan digarap dalam waktu dua bulan.

Pajangan naga sepanjang  5,5 meter dengan tinggi tiang 2,15 meter, dan dianggap sebagai karya yang sangat bersejarah atau master piece karena sudah sering diikutkan ke beberapa event dan selalu jadi juara. Sempat ada konsumen yang menawar karyanya seharga 25 juta rupiah, tapi dia tidak mau melepas karyanya. Hal ini karena dia lebih menghargai proses ketimbang hasilnya.

Selain memberdayakan para pemuda, Oting juga pernah menjadi pembicara mengenai pengolahan limbah di Dinas Lingkungan Hidup (DLH), memberikan pelatihan forum, mengisi event yang diadakan oleh Dinas Pariwisata, Dinas Koperasi, UMKM, dan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda), dan pembicara di Webinar Fakultas Ekonomi Islam Universitas Djuanda Bogor dengan tema “Potensi Pemanfaatan Limbah Pipa Paralon Menjadi Karya Seni Kerajinan yang Memiliki Nilai Jual”.

Oting juga pernah menggelar perpustakaan mini di Balai Warga. Dia menghubungi semua tempat percetakan, penerbit, kelurahan untuk meminta donasi berupa buku-buku bekas. Hingga akhirnya salah satu anggota dewan DPR memberikan donasi buku. Sayangnya, masih belum banyak peminatnya. Apalagi saat ini anak-anak lebih memilih bermain game di gawainya daripada membaca buku.

Akhirnya, karena di lingkungan rumahnya tidak berjalan, dia menggelar konsep perpustakaan mini di pondok pesantren, tempat belajar anaknya.

Alhamdulillah di sana berjalan, karena kan pemakaian HP tidak diperbolehkan, jadi santri pasti pada bosan. Jadi dialihkan untuk baca buku,” ucapnya bersyukur.

Mimpi dan Harapan

Kini, setelah 6 tahun berjalan, sedikitnya 300 jenis produk telah dibuatnya. Saat ini, Oting hanya membuat produk sesuai pesanan saja. Namun, dia berencana memproduksi kerajinan untuk persediaan, karena sewaktu-waktu ada saja yang membeli.

Oting sengaja menggunakan Sharaga Art Production sebagai nama usahanya, yang terinspirasi dari bahasa Sunda. “Kalo di bahasa Sunda, Sharaga teh filosofinya adalah satu raga, jadi saya ambil nama ini karena saya ingin menyatukan jiwa saya dengan lingkungan yang ada,” ucap Oting.

Wujud penyatuan jiwa dengan lingkungan sudah beberapa kali ditunjukkan oleh Oting dengan kegiatan-kegiatannya. Namun, masih ada mimpi dan harapan Oting yang belum terwujud. Termasuk mengajarkan seni kriya di pondok pesantren.

“Saya udah punya 3 konsep, di antaranya, konsep pengolahan serbuk gergaji untuk lukisan kaligrafi, bahan kaleng minuman bekas untuk lukisan emboss, lalu yang terakhir yatu kerajinan paralon ini. Namun, ini belum terlaksana karena membutuhkan budget.”

Cerita Kerajinan PVC (4)Karya Oting berupa lampu hias yang dibeli oleh Marina Kirilchuck, Staff KBRI Kyiv, Ukraina. (Foto: Tagar/Dok pribadi Oting Supriatna)

Harapan lain adalah merekrut kaum muda untuk membuat kerajinan. Dulu, kata Oting, sempat ada orang yang membantunya berproduksi. Tapi, lama kelamaan mereka berhenti. Padahal proses pembuatannya tidak terlalu rumit, karena sudah terbantu dengan alat yang memadai.

“Mungkin kebanyakan dari mereka mindset-nya hanya uang. Terus terang aja kalo nanti menemukan SDM, saya dari awal akan bilang gak akan menggaji mereka. Terserah mereka mau ambil semua keuntungan yang didapatkan juga gak papa. Saya hanya memberi contoh cara pembuatan produknya aja, selebihnya urusan mereka mau menjual produknya dengan harga berapa pun,” ucapnya.

Dia akan membebaskan siapa pun untuk ikut belajar membuat kerajinan di Sharaga Art dan membuat karya masing-masing.

Rahmat, seorang warga sekitar yang ditemui di lokasi, berpendapat bahwa kegiatan Oting sangat positif karena mampu mengedukasi warga.

“UMKM yang didirikan Pak Oting sangat positif karena bisa mengedukasi warga. Pak Oting orangnya sangat welcome. Dia senang berbagi ilmu ke warga sekitar,” ucapnya.

Kata Rahmat, saat pertama kali melihat karyanya, dia merasa takjub karena ternyata pipa PVC bisa dibuat jadi asbak, tempat korek api, dan pajangan naga.

Sementara rekan Rahmat, Rais, mengatakan, Oting dengan keterampilannya bisa merangkul masyarakat dan masyarakat merangkul Oting.

“Hobinya ini mampu membuat karya yang luar biasa hingga dibawa ke desa, bahkan kecamatan hingga lahir nama kampung paralon. Dia merangkul masyarakat dan dirangkul oleh masyarakat,” ujar Rais mengutarakan pendapatnya mengenai sosok Oting. []

(Nabila Tsania)

Berita terkait
Malam-malam Sibuk di Kampung Perajin Ondel-Ondel Betawi
Cerita para perajin ondel-ondel di Jakarta yang pesanannya menurun drastis sejak pandemi, juga tentang aktivitas mereka mengamen membawa ondel.
Peternak Kambing yang Berbisnis Ikan Cupang di Jakarta
Seorang peternak kambing di Jakarta mencoba peruntungan dengan menjadi pembudidaya dan penjual ikan cupang yang sedang viral.
Panjang, Cara Mengolah Kedelai Jadi Tempe di Cilacap
Pembuatan tempe memerlukan beberapa tahapan. Proses pembuatannya pun cukup panjang dan ada syarat yang harus dipenuhi agar tempe sempurna.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.