Meski Kalah, Banyak Pendukung Prabowo yang Kukuh

Kekalahan kubu 02 di Pilpres 2019, tak sejalan keinginan pendukungnya yang menilai jagoannya lebih baik daripada kubu 01.
Dalam kampanye akbar yang dihadiri ribuan pendukung itu, Prabowo Subianto optimis akan memenangkan Pilpres 2019. (Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko)

Jakarta - Kekalahan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam pemilihan presiden 2019, tak sejalan dengan keinginan pendukungnya. Mereka keukeuh menilai jagoannya lebih layak memimpin Indonesia lima tahun ke depan, daripada pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.

Tak sedikit pendukung militan Prabowo-Sandi yang melampiaskan rasa sakit hati dengan tidak mengakui Jokowi-Ma'ruf sebagai pasangan terpilih.

Apa Kata Koalisi Jokowi-Ma'ruf?

Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Irma Suryani Chaniago menilai sikap penolakan merupakan ciri dari pendukung yang kurang memahami arti dari sebuah kontestasi politik.

"Pendukung (militan kukuh) yang gagal paham dan tidak mengerti arti kontestasi politik, juga mau menang sendiri," ucap Irma kepada Tagar, Senin, 1 Juli 2019.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasdem ini tak mau ambil pusing dengan pendukung seperti itu. Ia memilih membiarkan saja apa yang dilakukan mereka daripada mengambil tindakan ke jalur hukum. Tentu saja, jika tindakan tersebut masih dalam batas tidak melanggar hukum.

"Biarin saja, itu hak kok. Sepanjang tidak melanggar hukum, tidak apa-apa," ujarnya.

Pendukung Prabowo-Sandi Terbelah

Di tempat lain, peneliti dari Pusat Penelitian Ilmu Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati menjelaskan tidak semua pendukung 02 menolak menerima kemenangan Jokowi. Dalam hal dukung-mendukung, pada pihak Prabowo terbagi menjadi dua kelompok, yaitu loyalis Prabowo dan kelompok anti Jokowi.

“Kalau untuk yang pertama, mungkin seruan rekonsiliasi bisa mereka terima. Tapi lain halnya dengan anti-Jokowi yang terus menerus berkomentar negatif soal Jokowi,” ujar Wasisto kepada Tagar, Senin, 1 Juli 2019.

Pendukung PrabowoSimpatisan menunaikan salat subuh berjamaah sebelum Kampanye Akbar calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno di Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Minggu (7/4/2019). Kampanye tersebut diikuti ribuan simpatisan pendukung Prabowo-Sandi. (Foto: Antara/Aditya Pradana Putra)
Anti-Jokowi bukan merupakan kelompok yang lahir kemarin sore, melainkan kelompok yang lahir saat Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi wakilnya. Mereka tidak suka dengan Jokowi-Ahok karena dua alasan.

"[Pertama] dendam kolektif mengapa HRS [Habin Rizieq Syihab] tidak difasilitasi pulang dan [kedua] semenjak Jokowi-Ahok memimpin DKI, FPI tidak mendapat akses khusus ke balai kota," tutur dia.

Gambaran tersebut menunjukan bahwa ada dua kelompok berbeda dalam tubuh pendukung Prabowo-Sandi. Ketika ada yang mengatakan menolak Jokowi-Ma’ruf sebagai presiden, bukan berarti penolakan dari seluruh pendukung pasangan Prabowo-Sandi.

“Tidak tepat kalau semua pendukung 02 itu tidak terima Jokowi. Umumnya, mereka yang benar-benar kader dan simpatisan koalisi parpol [partai politik] cenderung mengikuti keputusan elit mereka,” ucapnya.

Tak Patuh Konstitusi, Bisakah Dihukum?

Lebih lanjut menurut Wasisto, untuk sebagian kelompok pendukung Prabowo-Sandi yang tak patuh konstitusi (menolak presiden dan wakil presiden terpilih) adalah tidak masalah. Mereka tidak perlu mendapat hukuman. Kecuali, pernyataan yang diutarakan mereka menjelek-jelekan Jokowi selaku simbol atau pimpinan negara.

"Kalau soal ujaran dan cacian, sepanjang tidak melewati batas norma dan etika, itu bagian dari ekspresi dan aspirasi publik," kata pria yang tengah meneruskan pendidikan pascasarjana tersebut. []

Lihat juga:

Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.