Merindukan Teriakan di Sungai Asahan: Dayung...!

Tinggal menghitung waktu, jeram-jeram ekstrem di sepanjang aliran Sungai Asahan akan surut.
Syahrul bersama rekannya di komunitas Asahan River Rafting saat bermain arung jeram di Sungai Asahan. (Foto: dok.Asahan River Rafting).

Tobasa - Tinggal menghitung waktu, jeram-jeram ekstrem di sepanjang aliran Sungai Asahan akan surut. Tidak ada lagi teriakan "dayung...!" oleh para rafter lokal maupun internasional.

Era tahun 2000 hingga 2001 sungai yang menjadi pembatas Desa Tangga, Kecamatan Aek Songsongan, Kabupaten Asahan dengan Desa Meranti Utara, Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Tobasa ini kerap menyelenggarakan kompetisi arung jeram bertaraf internasional.

"Kita pasti merindukan jeram-jeram itu," ujar Syahrul Alamsyah Simatupang, warga lokal yang juga atlet arung jeram. Dia kerap menjadikan jeram-jeram ekstrem itu sebagai kesenangan.

Beberapa rafter internasional, sebut saja Oliver asal New Zeland, Lachie Carracher asal Australia dan Julien Turin asal Prancis pernah menjajal sungai yang bersumber dari Danau Toba ini.

"Ini gila," begitu kata para atlet internasional itu kepada Syahrul saat kunjungan mereka ke Sungai Asahan.

"Bukan hanya saya, tapi mereka juga akan merindukan itu," lanjut Syahrul pada Selasa, 2 Juni 2019 siang di bascamp mereka, Asahan Rifer Rafting.

Sejak beberapa tahun terakhir, aliran sungai ini dilirik oleh perusahaan negara, PLN untuk dijadikan pemutar turbin demi menghasilkan listrik dalam jumlah besar.

Proses pengerjaan sudah dimulai, deretan alat berat sudah beraksi. Gedung-gedung perkantoran juga sudah berdiri. Dua perusahaan raksasa, asal Jepang dan Indonesia dipercaya menuntaskan mega proyek ini. Jika tak ada kendala, empat tahun ke depan industri listrik ini akan beroperasi.

Sungai Asahan pertama kali dijajal oleh seorang rafter asal Austria, Kort namanya. Saat itu mereka pakai perahu jenis Oars.

Dikisahkan Syahrul, bermula saat Kort yang sudah cukup lama bermukim di sekitaran Danau Toba menjelajah ke arah hilir Sungai Asahan hingga kemudian bertemu dengan almarhum Chairuddin Simatupang, ayah Syahrul.

Rafter AsahanKaina Siagian, Lachie Carracher, Chairuddin Simatupang, tahun 2016. (Foto: dok.Asahan River Rafting)

Masa itu tahun 1995, Chairuddin yang saat itu kerap menjala dan memancing ikan di Sungai Asahan tentu mengenal persis seluk-beluk aliran sungai deras itu. "Bapak jadi penunjuk jalan saat itu," kata Syahrul, pria yang kini berusia 29 tahun.

Itulah awal mula Sungai Asahan mulai dikenal para pecinta arus deras. Namanya terus menggema hingga ke penjuru dunia. Arus air yang tetap konsisten karena adanya bendungan Inalum di bagian hulu, membuat sungai ini terhindar dari banjir bandang meski musim penghujan.

Hal itu membuat sungai ini sangat istimewa di mata para rafter. Keberadaan Green Canyon (dinding batu yang dipenuhi lumut) hampir di sepanjang rute arung jeram juga menambah keistimewaan lokasi.

"Dua alasan itu, debit air yang konsisten dan green canyon yang membuat sungai ini sangat istimewa di mata para rafter. Kapan saja mereka ingin bermain, debit air tetap seperti itu ," kata dia.

Tahun 2000, Gubernur Sumut Rizal Nurdin menggelar Asahan White Water Festival, kompetisi bertaraf internasional. Kompetisi ini bahkan digelar beruntun hingga 2001. Nama Sungai Asahan kian mengemuka.

Karena itu para rafter lokal menamai salah satu titik jeram dengan nama Rizal Nurdin, semata sebagai bentuk penghargaan untuk sang gubernur yang dinilai berhasil membumikan nama Sungai Asahan.

Sungai ini bahkan dikenal sebagai sungai terbaik ke tiga di dunia untuk bermain rafting. "Sungai ini masuk kategori great 4 sampai 6," ujar Syahrul menyoal tingkat kesulitan jeram sungai ini.

Generasi Chairuddin Simatupang sebagai perawat nama Sungai Asahan berlalu dan kemudian dilanjutkan oleh si anak, Syahrul Alamsyah Simatupang. Syahrul perdana bermain di tahun 2007, usianya masih 17 tahun ketika itu.

Ia terus bermain dari hari ke hari. Melatih kemampuan untuk menaklukkan setiap jeram di sepanjang rute hingga berhasil meraih sertifikat dari Rescue Three Internasional.

Semua itu kita raih karena adanya Sungai Asahan. Kalau sungai ini tidak ada, pasti piala itu tidak ada

Syahrul tidak seorang diri, dia mengajak beberapa pemuda membentuk komunitas Asahan River Rafting. Kini komunitas itu diisi 20 orang pemuda yang juga sudah mendapat sertifikat dari Rescue Three Internasional.

"Ada tiga operator giude wisata arung jeram di sini, komunitas kita salah satunya," sebut Syahrul yang mengenakan celana boxer pendek khas anak sungai.

Di tangan para pemuda pemberani ini, nama Sungai Asahan tak pernah surut. Sedikitnya, komunitas mereka mampu mendatangkan 70 hingga 80 wisatawan mancanegara setiap tahunnya.

"Itu hanya mancanegara, belum termasuk wisatawan lokal yang jumlahnya jauh lebih banyak," sebutnya.

Panjang rute arung jeram yang ini mencapai hingga 3 kilometer, para rafter menamai rute ini Bridge to Bridge. Sepanjang rute ini, terdapat tujuh titik yang sengaja mereka namani sebagai penunjuk lokasi.

Titik pertama School Run, titik ke dua Rizal Nurdin (penghargaan kepada eks Gubsu selaku pemrakarsa arung jeram pertama tahun 2000). Titik ke tiga Sucking Hole, titik ke empat Tiger Shark, titik ke lima Big Bend, titik ke enam Simatupang Satu (penghargaan kepada alm. Chairuddin Simatupang) dan titik ke tujuh Zivana.

"Itu hanya sebatas nama, fungsi utamanya adalah titik penunjuk lokasi," kata Syahrul.

Rafter AsahanSyahrul bersama rekannya di komunitas Asahan River Rafting saat bermain arung jeram di Sungai Asahan. (Foto: dok.Asahan River Rafting).

Bersama komunitasnya, Syahrul telah mempersembahkan berbagai gelar untuk bangsa Indonesia dan untuk Propinsi Sumut pada Internasional Asahan White Water Festival tahun 2017, dengan membawa nama Indonesia. Mereka berhasil meraih peringkat dua umum.

Pagelaran Internasional Alas Rifer 2017, mereka lagi-lagi meraih juara dua umum. Sementara pada Three Top Walk Sedim Championship 2016 di Malaysia, mereka berhasil meraih peringkat ke-3.

Saat bertarung mewakili Sumut di PON Jabar, Bandung, tahun 2016 lalu dari cabang olah raga arung jeram, mereka juga berhasil meraih dua medali perak dan dua medali perunggu.

"Semua itu kita raih karena adanya Sungai Asahan. Kalau sungai ini tidak ada, pasti piala itu tidak ada," ujar pria yang juga atlet kayak ini.

Meski telah meraih yang terbaik di cabang olah raga ekstrem itu, Sungai Asahan juga pernah membuat Syahrul trauma berat. Setahun ia berhenti dari dunia arus deras.

"Pernah nyaris mati tahun 2013 karena terjadi insiden perahu terbalik," katanya, sembari tertawa mengingat kejadian itu.

Bermula saat dia dan lima orang temannya bermain arung jeram, tiba-tiba perahu mereka terbalik. Lima orang rekannya berhasil menepi sementara Syahrul terbawa arus sungai hingga hampir 200 meter.

Dia bahkan sempat terjebak titik hole (jeram yang berbentuk pusaran air yang berputar) hingga akhirnya sampai di titik mainstream (arus utama) dan terbawa arus ke bawah. "Mungkin sampai 90 detik terjebak di hole," sebutnya.

Cerita yang cukup panjang oleh seorang Syahrul. Tak lama lagi, semua kisah itu tidak bisa diulang. Arus deras akan hilang, debit air akan dialihkan untuk memutar turbin milik PLN.

"Semua tinggal kenangan," lirih anak bungsu dari lima bersaudara ini. Air itu akan terus mengalir, tapi jeram-jeram itu akan hilang.

Menurut Syahrul, great Sungai Asahan akan turun ke angka tiga bahkan ke angka satu. "Selama beberapa kali sosialisasi, mereka bilang akan pakai sampai 70 persen debit air itu. Artinya jeram sungai itu akan hilang," ujarnya.

Sementara pihak PT Shimizu Adi Karya, melalui humasnya Ruben Siagian pada Senin 1 Juli 2019 pagi mengatakan, pemakaian air Sungai Asahan hanya 10 persen saja.

"Sungai itu enggak akan mati, debit airnya paling hanya berkurang 10 persen," begitu kata Ruben, pernyataan yang menurut Syahrul sangat tidak mungkin.

Syahrul berujar, andai perusahaan itu milik swasta, dia bersama temannya yang lain akan melakukan perlawanan. Namun demi memikirkan kepentingan khalayak umum yang kian membutuhkan listrik, mereka mencoba untuk ikhlas.

Bersama komunitasnya, kini mereka mencari arus sungai lain di sekitar Sumut. Mereka ingin terus berteriak "dayung..!" meski Sungai Asahan tak lagi berteriak.[]

Baca juga:


Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.