Jakarta, (Tagar 12/7/2017) - Menteri Keuangan fokus mengincar importir berisiko tinggi (very high risk importer/VHRI), yang berhasil menyelundupkan barang-barang impor berpotensi ilegal ke Tanah Air. Importir berisiko tinggi dianggap tidak memiliki reputasi baik dari segi lokasi, aktivitas, rekam jejak, dan melakukan praktik kartel.
"Tapi yang kita fokuskan dan sangat melukai reputasi Direktorat Jenderal Bea Cukai adalah kelompok VHRI ini, yang biasanya karena mereka tidak memiliki track record, mereka mampu untuk berisiko tinggi entah dalam bentuk penyelundupuan sebagian atau barangnya masuk secara formal tapi isinya bisa bermacam-macam, mereka bisa sogok dan menyuap aparat kita," ujar Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan di Jakarta, Rabu (12/7).
Untuk melakukan penertiban impor berisiko tinggi, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, menggandeng Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kantor Staf Kepresidenan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, Kejaksaan Agung, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Dengan ditertibkannya impor berisiko tinggi, volume peredaran barang ilegal dapat turun sehingga dapat terjadi 'supply gap' yang dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri sehingga penerimaan negara bisa optimal serta mendorong perekonomian dalam negeri,” tegasnya.
Program penertiban impor berisiko tinggi merupakan salah satu program penguatan reformasi yang telah dijalankan DJBC sejak Desember 2016. Dalam jangka pendek, DJBC akan menjalankan kegiatan taktis operasional melalui pengawasan kinerja internal, kerja sama dengan aparat penegak hukum dan kementerian/lembaga, juga sinergi dengan asosiasi. Untuk jangka panjang, DJBC akan membangun sistem kepatuhan pengguna jasa melalui revitalisasi manajemen risiko operasional. (nhn/ant)