Gowa - Bungung Barania, merupakan sumur tua yang terletak di Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Di sumur ini yang menjadi tempat prosesi adat memandikan para pemberani setiap kali upacara Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) Gaukang Tu Bajeng.
Tradisi ini juga dilakukan pada HUT ke-75 RI Gaukang Tu Bajeng. Dimana HUT RI Gaukang Tu Bajeng yang selalu dilakukan lebih awal tiap tahunnya, yakni 14 Agustus 2020.
Nama Bungung Barania berasal dari bahasa Makassar yang terdiri dari dua suka kata. Bungung bermakna sumur, sementara Barania bermakna pemberani.
Anggota keluarga besar Tubajeng, Ahmad Pidris Zain mengatakan, sumur Bungung Barania merupakan kebanggaan masyarakat Kecamatan Bajeng sebagai salah satu destinasi wisata sejarah.
Sumur ini diyakini telah hadir sejak ratusan tahun yang lalu sebagai tempat permandian Raja Bajeng dan para pasukan pemberani.
"Bungung Barania dimanfaatkan sebagai permandian para pasukan Bajeng. Nama Bungung Barania berasal dari bahasa Makassar yang terdiri dari dua suka kata. Bungung bermakna sumur, sementara Barania bermakna pemberani," kata Pidris, Senin 17 Agustus 2020.
Pada era penjajajahan, kelompok pemberontak terhadap penjajah bernama Laskar Lipan Bajeng selalu dimandikan di tempat tersebut sebelum memulai peperangan.
"Sebelum berangkat perang, para pemberani dan pejuang penjajahan diawali lebih dulu dimandikan di sini," ungkap Pidris.
Dia mengungkap para pejuang Laskar Lipan Bajeng hanya menggunakan alat peperangan tradisional, seperti tombak, badik dan parang. Sementara para tentara penjajah memakai senapan dan senjata api.
memang kalah dari tentara penjajah, namun mereka berani dan tak takut. Ketika hendak pergi ke medan perang, mereka terlebih dahulu mandi di Bungung Barania.Jika dilihat dari segi peralatan perang, para pejuang Laskar Lipang Bajeng memang kalah dari tentara penjajah, namun mereka berani dan tak takut. Ketika hendak pergi ke medan perang, mereka terlebih dahulu mandi di Bungung Barania.
"Kalau sudah dimandikan, para pejuang selalu saja berani menghadapi tentara penjajah. Tapi beberapa pasukan juga memiliki senjata api hasil rampasan dari Belanda ketika itu," kisah Pidris.
Dia pun mengatakan sejak dulu masyarakat Bajeng dikenal tidak mau tunduk dengan penjajah. Masyarakat Bajeng selalu melakukan perlawanan.
"Masyarakat Bajeng memiliki semangat perjuanganan. Mereka menolak tunduk dan patuh kepada penjajah," ungkap dia. []