Menag Rombak Buku karena Khilafah Dinilai Berlebihan

Menteri Agama Fachrul Razi ingin merombak buku agama Islam karena faktor khilafah, radikalisme, dan intoleransi dinilai terlalu berlebihan.
Menteri Agama Fachrul Razi (kiri) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 7 November 2019. (Foto: Tagar/Nurul Yaqin)

Jakarta - Pengamat Pendidikan Ari S. Widodo Poespodihardjo menganggap rencana Kementerian Agama (Kemenag) untuk mengganti buku pendidikan agama Islam di seluruh Indonesia untuk mencegah penyebaran khilafah, radikalisme, dan intoleransi, terlalu berlebihan.

Namun apakah yang ditakutkan bahwa hal-hal yang berbeda itu akan tersebar luas melalui bahan ajar sekolah, rasanya agak terlalu berlebihan ya.

"Mengenai isi materi pembelajaran memang menjadi hak prerogatif dari kementerian agama. Idealnya bahan ajar itu harus melalui proses pembuatan, evaluasi dan re-evaluasi yang berlapis seperti pada umumnya," katanya kepada Tagar, Jumat, 15 November 2019.

Ari mengatakan Kemenag harus melakukan kajian secara transparan untuk melihat isi materi pembalajaran tersebut.

"Bedanya dengan yang sekarang itu seperti apa? Karena mungkin saja bahan ajar yang sekarang disampaikan ke sekolah-sekolah umum, sebenarnya tidak bermasalah. Namun sekali lagi, idealnya kajian ini dilakukan secara transparan oleh para ahli bidang ini termasuk pendidikan," ujarnya.

Selanjutnya, kata dia, terlalu berlebihan jika disebut penyebaran radikalisme dan intoleransi dapat tersebar melalui mata pelajaran.

"Namun apakah yang ditakutkan bahwa hal-hal yang berbeda itu akan tersebar luas melalui bahan ajar sekolah, rasanya agak terlalu berlebihan ya," ujar Ari.

Kemudian, penyebaran ujaran kebencian, radikalisme, dan intoleransi saat ini ia nilai sulit untuk dibendung. Pasalnya, siapa saja bisa bereksplorasi bebas menggunakan jaringan internet atau bisa juga kelompok tertentu melakukannya dengan cara menyelinap ke beberapa sekolah.

"Nah yang menjadi masalah adalah di zaman seperti persebaran informasi sangat sulit dibendung. Sering kali kelompok-kelompok ini bergerak dalam skala mikro, memiliki koneksi-koneksi dalam skala kecil. Dari situ-lah informasi-informasi mereka disebarkan," ujarnya.

Jika pemerintah mengejar program deradikalisasi, dia ingat betul pada 2001 lalu sudah ada blue print. Namun dilakukan secara terbatas. 

"Kembali lagi secara sosiologis, potensi radikal ada dimana saja dan oleh siapa saja. Namun yang menjadi paling penting adalah bagaimana masuk ke dalam dasar masalah yang membuat orang jadi radikal," katanya.

Ari mengatakan, sebelumnya sudah ada kajian akademis dan kritis untuk menelusuri penyebab radikalisme, yang dilakukan Internasional Crisis Group (ICG).

Temuan pada saat itu mengatakan, radikalisme terjadi bukan karena agama, melainkan dipicu faktor ekonomi.

"Jadi itu sih inti saya, harapan dalam membangun Indonesia ini, pemerintah tidak tergesa-gesa dan membuat masalah di kemudian hari. Ikuti kajian-kajian kritis yang sudah dibuat, dari sana bisa dibuat kebijakan yang lebih tepat dan tidak bombastis," ujar dia.

"Ada banyak variabel lainnya termasuk keluarga. Namun saat kondisi ekonomi dianggap kurang, ini bisa menyuburkan penyebaran ketidakpuasan. Dari situ ikut berjalan pula beragam paham alternatif lainnya," tambahnya.

Ari berharap, sebelum mengangkat isu ke publik, terlebih dahulu pemerintah harus melakukan kajian dengan lebih tenang dan arif.

"Kajian-kajian kritis soal ini (kurikulum deradikalisasi) sudah lama ada. Salah satu ahlinya itu anggota Komite Kepolisian Nasional, Andrea Hynan Poelongan," ucapnya. 

Sebelumnya, Kementerian Agama dikabarkan akan merombak 155 judul buku pelajaran agama yang memiliki konten tentang khilafah. Buku yang dirombak mulai dari buku kelas 1 sekolah dasar hingga kelas 12 sekolah menengah atas.

Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Ami mengatakan, dalam buku yang dirombak harus dijelaskan khilafah ada dalam sejarah tapi tidak serta merta bisa diterapkan di Indonesia saat ini. []

Berita terkait
Menteri Agama Ingin Cadar dan Radikalisme Disudahi
Menteri Agama Fachrul Razi menginginkan persoalan radikalisme, cadar, dan celana cingkrang disudahi. Dia mengucap maaf karena sempat membuat gaduh.
Menteri Agama Khawatirkan Radikalisme dari Masjid
Menteri Agama Fachrul Razi mengkhawatirkan penyebaran radikalisme dari masjid. Ke depan, dia akan mulai melakukan penyuluhan.
Novel Bamukmin Minta Menteri Agama Mundur
Ketua Media Center Persaudaraan Alumni atau PA 212 Novel Bamukmin meminta Menteri Agama Fachrul Razi mundur dari jabatannya, karena wacana cadar.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.