Mematikan Jebakan Pasal Karet

Pasal tersebut dapat menjerat balik pihak yang tak paham dengan dunia maya.
Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK) menempuh perjalan darat sepanjang 771 Km, demi menyuarakan aspirasinya di depan Istana Merdeka, Jakarta (8/1). (Foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna)

Jakarta (Tagar, 9/1/2019) - Sepuluh pria asal Blitar, Jawa Tengah, rela menempuh perjalan darat sepanjang 771 Km demi menyuarakan aspirasinya di depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (8/1).

Mereka berteriak lantang membela hak aktivis anti korupsi Mohammad Trijanto yang belum lama ini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditolak pra-peradilan setelah diduga melanggar Pasal 27 ayat 3 UU ITE, atas kasus dugaan penyebaran surat panggilan palsu KPK yang diunggah melalui akun Facebook miliknya pada 2018 kemarin.

Diceritakan Koordinator Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK), Imam Nawawi mengatakan "korban" Mohammad Trijanto justru pada kasus ini menurutnya dikriminalisasi melalui substansi "pasal karet" UU ITE, dengan dalil telah melakukan pencemaran nama baik Kepala Daerah di Blitar.

Maka itu dia datang ke Jakarta, berupaya mendorong berbagai lembaga pemerintahan untuk menghapus atau setidaknya merevisi Pasal 27 ayat 3 UU ITE.

Karena, kata Imam, pasal tersebut dapat menjerat balik pihak yang tak paham dengan dunia maya, serta kerap digunakan oleh penguasa untuk melumat kritik pedas para aktivis yang selanjutnya akan dijebloskan ke dalam bui.

"Kaitannya dengan kasus Trijanto ini, kan  berawal dari surat palsu KPK dia dikriminalisasi. Kami aktivis anti korupsi, mendorong agar KPK mau turun tangan. Kalau KPK hanya diam saja, tidak akan meminimalisir korban dari kasus pasal karet tersebut. Kita akan berjuang sampai titik darah penghabisan, demi seluruh aktivis yang ada di Indonesia," tegasnya.

Imam telah berupaya sepenuh tenaga untuk membenamkan pasal karet UU ITE dengan mengunjungi Kompolnas, Komnas HAM, LPSK, Ombudsman, KPK sampai ke pihak DPR. Namun, kata dia, DPR hanya mengumbar janji dan wacana semata, hanya menjadi agenda yang tak nyata.

Pria berumur 26 tahun itu menganggap DPR kurang konsisten, terutama dengan janji-janji yang dibawa saat kampanye sebelum menjadi anggota legislatif.

"Kami kecewa dengan DPR. Kita berharap DPR juga sadar, sudah melek, bahwa kita aktivis anti korupsi itu berjuang juga untuk negara ini. Jadi, kita harap DPR dapat bersikap tegas dan berbuat sesuatu yang konkrit. Sesuatu yang nyata buat kami para aktivisis," tukasnya.

Beserta rombongan bermotor sebanyak 30 orang, Imam Nawawi berangkat menuju Jakarta pada 19 Desember 2018. Namun tak semuan rekannya dapat hadir di Jakarta, karena menurutnya terserang sakit tifus.

Selama lebih dari 2 minggu, ia dan rekan-rekan KRPK melakukan beragam aktivitas ke berbagai daerah di Jawa, khususnya untuk mencari tanda tangan dari rakyat.

"Kita minta tanda tangan rakyat sepanjang 70 meter dan mendapat support mereka. Hingga pada akhirnya, kita sampai di Ibu Kota. Dalam agenda di sini para aktivisi tentu bergerak ke KPK, menyampaikan laporan terkait dugaan kasus korupsi di Blitar," ucapnya.

Selain itu, dia turut meminta agar aktivis anti korupsi perlu dilindungi, karena dalam melaksanakan tugas acap kali diintimidasi, diancam, diteror, bahkan sampai mendapat serangan fisik.

"Seperti pada kasus Novel Baswedan, Tama teman ICW yang pernah ditusuk di zaman SBY. Kami selaku aktivis anti korupsi perlu perlindungan dari presiden dan pemerintah," kata Koordinator KRPK.

Kedatangan KRPK ke Jakarta sekaligus ingin menyadarkan mata masyarakat bahwa di berbagai daerah tanah air, marak surat palsu yang membawa embel-embel institusi KPK.

"KPK ini sering lho namanya dicatut, sering ada surat atas nama KPK padahal itu palsu. Jika dibiarkan seperti ini, nanti akan banyak komplotan para koruptor yang dengan sengaja berusaha untuk mencari kesempatan memanfaatkan pasal karet ini untuk membungkam kritik anti korupsi," pungkasnya.

Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.