Jakarta - Manajemen reputasi korporasi memegang peranan penting bagi perusahaan yang menginginkan efektivitas iklan dan promosi. Namun menurut Pengiat SEO di Indonesia, Charlie M. Sianipar, di era digital saat ini, manajemen reputasi korporasi harus dilakukan melalui pendekatan holistik digital, dengan memanfaatkan Search Engine Optimization (SEO).
Charlie mengatakan sejauh ini media telah berkolaborasi dengan devisi kehumasan ataupun PR agency dalam membantu korporasi membangun manajemen reputasi. Namun persoalannya, seringkali media dan PR agency tidak menyadari bahwa membangun manajemen reputasi korporasi tak hanya sekadar mempublikasikan berita atau informasi. "Di era digital ini, artikel harus tampil di halaman utama Google, dioptimasi dengan memanfaatkan SEO, agar banyak dibaca nitizen (pembaca online). Itu yang belum mereka sadari," katanya kepada Tagar, Rabu, 1 April 2020.
PR agency dan media harus paham SEO. Jika tidak punya tim, bisa bermitra dengan SEO agency, minimal melakukan pelatihan.
Ia menambahkan, pemahaman SEO bukan hanya monopoli media online saja. PR agency yang menjadi partner bisnis media sebagai mediator dengan korporasi juga mutlak harus paham SEO. Mereka hanya melihat key performance indicator (KPI) dari postingan saja dan dipantau dengan menggunakan media monitoring. "Itu sudah kuno. Sekarang harus bisa tahu, berapa banyak orang membaca artikel itu dan harus bisa ditarget. Dibaca satu, dua, atau tiga audience dan seterusnya. Semakin banyak yang membaca, benefit yang diraih korporasi akan semakin tinggi," tutur Charlie.
Charlie tak menampik masih banyak media online dan PR agency yang tak ramah SEO. Mereka harus mampu beradaptasi dengan perkembangan era digital. Mereka harus sadar, hanya KPI yang diinginkan postingan di banyak situs berita. "PR agency dan media harus paham SEO. Jika tidak punya tim, bisa bermitra dengan SEO agency, minimal melakukan pelatihan," katanya.
Devisi Kehumasan, PR Agency dan media sudah harus tahu dan membuat KPI, artikel mereka mesti menonjol di Google. Jika tidak, posting hari ini, besok tidak akan ada pembaca yang melihat itu.
Saat ini, ucap Charlie, media yang sudah ramah SEO didominasi media mainstream. Hal itu bisa dicek berita di Google, 10 besar rata-rata media mainstream.
Ketika ditanya berapa biaya untuk pelatihan SEO, menurutnya, tidak mahal. "Jika media mau survive dan maju, berapa pun investasi yang dibutuhkan harus mampu, jika tidak, jangan harap mampu bersaing di Google," ucap Charlie.
Charlie menambahkan, persoalannya, SEO itu dinamis, algoritma Google selalu berubah. Artinya pelatihan itu harus berkelanjutan. Besar kecil relatif, mereka mau bersaing dengan siapa, mau lawan media mainstream, tentu saja biaya Rp 50 juta tidak cukup untuk SEO yang berkelanjutan.
Kalau media kecil mau aplikasikan SEO, minimal mereka harus punya karyawan yang fokus untuk itu, bisa di-hire sebagai tim. "Untuk bisa survive dan juara di dunia digital, biayanya tidak murah, apalagi murahan," tutur Charlie.[]