Ma'ruf Amin Beberkan Alasannya Bersedia Jadi Cawapres

Cawapres nomor urut 01 Ma'ruf Amin menekankan kesediaannya menjadi pendamping Presiden Joko Widodo di Pilpres 2019
Maruf Amin (Foto: Ant/Revan Awal Lingga)

Jakarta, (Tagar 31/10/2018) - Cawapres nomor urut 01 Ma'ruf Amin menekankan kesediaannya menjadi pendamping Presiden Joko Widodo di Pilpres 2019 demi kepentingan penguatan umat.

"Kepentingan saya adalah umat, bukan bisnis. Saya tak punya bisnis," katanya saat bersilaturahim dengan para kiai dalam acara bertajuk "Sambung Hati" yang diselenggarakan PC NU Banyuwangi, di Hotel Santika, Banyuwangi, mengutip Kantor Berita Antara di Jakarta, Rabu (31/10).

Ma'ruf mengatakan Presiden Jokowi, memiliki komitmen untuk memperkuat ekonomi umat. Hal tersebut pernah disampaikan Jokowi saat membuka Kongres Ekonomi Umat tahun 2017, yang mengukuhkan Arus Baru Ekonomi Indonesia, yang berintikan membangun ekonomi dari bawah.

Jokowi, kata dia, memiliki program redistribusi aset kepada masyarakat bawah, termasuk ke kalangan pesantren.

"Dia berpihak kepada ekonomi kerakyatan dan keumatan. Dia membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah dan Pak Jokowi sendiri mau jadi ketuanya," jelas Ma'ruf. Selain itu menurut Ma'ruf, Jokowi ingin menjadikan Indonesia sebagai pusat keuangan syariah dunia serta ingin menjadikan Indonesia sebagai pusat produsen halal dunia.

Dalam pertemuan yang dihadiri para pengurus syuriah dan tanfidziyah NU Banyuwangi itu, Maruf kembali menegaskan misinya untuk menjaga kesepakatan bersama antara umat Islam dengan elemen bangsa yang lain. Konsensus nasional yang dimaksud adalah Pancasila dan UUD 1945 sebagai pijakan NKRI.

"Saya menyebut Indonesia sebagai darul mitsaq, negara perjanjian. Ini pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad di Madinah dengan berbagai kelompok," jelasnya.

Saat ini, kata Kiai Maruf, ada upaya yang mengarah untuk mengganti kesepakatan itu.

Ma'ruf menekankan sistem khilafah adalah sistem Islami, namun Khilafah itu bukan satu-satunya yang Islami. Menurut kiai alumnus pondok pesantren Tebuireng ini, sistem kerajaan yang digunakan Arab Saudi juga bisa disebut Islami, termasuk sistem keamiran atau emirat.

Bahkan, kata dia, republik sebagaimana digunakan Mesir, Turki, Pakistan, dan Indonesia juga Islami.

"Khilafah di Indonesia tertolak, bukan karena tidak Islami, tetapi karena menyalahi kesepakatan," tegasnya. []

Berita terkait