Langkah Konkret Menangkal Radikalisme di Tubuh TNI

Menhan Ryamizard Ryacudu mengatakan ada prajurit yang terpapar radikalisme dan menunjukkan gelagat yang tidak lagi memegang nilai-nilai Pancasila.
TNI menghadapi polemik 3% anggotanya yang terpapar radikalisme. (Foto: tni.mil.id)

Jakarta - Kementerian Petahanan merilis data yang menunjukkan 3 % prajurit TNI terpapar radikalisme. Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu mengatakan prajurit yang sudah terpapar radikalisme tersebut menunjukkan gelagat tidak lagi memegang nilai-nilai Pancasila.

Tentu saja hal tersebut sangat memprihatinkan karena prajurit TNI merupakan anak bangsa yang diwajibkan mengamalkan Pancasila dalam menjalani tugas untuk mempertahankan NKRI dari ancaman perpecahan bangsa.

Pengamat terorisme Sofyan Tsauri menuturkan permasalahan banyak anggota TNI dan Polri yang terpapar radikalisme disebabkan masifnya informasi yang tidak jelas di sosial media saat ini.

"Semenjak adanya sosmed, informasi seperti itu (hoaks) sekarang seperti tidak ada batasan lagi. Terkadang, kontrol doktrin TNI-Polri yang kuat seperti itu saja bisa terkontaminasi karena masifnya informasi sosmed yang berpengaruh pada karakter dan kepribadian orang," terang Sofyan kepada Tagar pada Jumat, 9 Agustus 2019.

Menurut Sofyan, permasalahan radikalisme di tubuh abdi negara sudah menjadi rahasia umum. Fenomena mantan anggota Kopassus seperti Daeng Koro yang kemudian bergabung ke dalam jaringan terorisme adalah salah satu contoh radikalisme sudah menjangkiti anggota TNI dan Polri sejak lama.

Baca juga: Khilafah dalam Pusaran Ijtima Ulama IV

"Jadi sudah rahasia umum jika ada anggota Tni-Polri sudah terpapar radikalisme yang menjurus ke dalam aksi terorisme. Tapi ada banyak yang gak nekat seperti zaman saya dulu makanya kesannya sekarang nggak booming," tambah Sofyan.

Menurut Sofyan, penanaman ideologi Pancasila dan pemahaman kebangsaan dalam tubuh TNI-Polri sudah tepat, namun kalah masif dengan informasi yang menyesatkan di sosial media.

Menangkal Radikalisme di Tubuh TNI-Polri

Sofyan berpendapat ada serangkaian langkah konkret yang dapat diambil kedua organisasi pertahanan negara ini jika ingin menengking paham radikalisme di dalam institusinya.

Menurutnya, jejak radikalisme di tubuh TNI bisa dimulai dengan mendata dan kemudian menginventarisir anggota yang diduga terpapar radikalisme untuk kemudian dilakukan asesmen dan konseling.

Mantan anggota Polri ini menjelaskan ada langkah lanjutan yang bisa diambil TNI dan Polri setelah melakukan deteksi dan penanggulangan dini.

"Selanjutnya, dilakukan pemetaan. Mana yang resisten, mana yang bisa dibina. Itu bisa ditelusuri dia orientasinya ke mana. Berpengaruh kepada kedinasan atau tidak," tambah Sofyan.

Namun, ia berharap TNI dan Polri tidak salah kaprah dalam melakukan pembersihan institusinya dari paham radikalisasi. Menurutnya, radikalisme tidak hanya dilihat dari ciri-ciri pakaian dan fisik, namun pemikiran dan perspektif kebangsaan.

"Jangan karena kelihatan jidatnya hitam dan sebagainya lantas karirnya dipersulit dan segala macam. Justru perlakuan itu yang membuat mereka akhirnya bisa jadi blunder," 

"Tapi kalau sudah ada anggota yang tidak bisa (dibina) ya harus dipecat karena dia akan jadi benalu dari internal TNI-Polri yang sangat membahayakan keamanan dan persatuan bangsa," tuturnya.

Baca juga: Menyedihkan, 3 Persen Prajurit TNI Terpapar Radikalisme, 19 Persen PNS Tolak Pancasila


Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.