Bandung, (Tagar 16/1/2019) - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan meminta media berpihak kepada perempuan terhadap kasus prostitusi online yang belakangan menjerat para artis dan model Tanah Air.
Sebab, analisis Komnas Perempuan menyebutkan sejumlah media telah memuat berita yang sengaja mengeksploitasi seseorang secara seksual, terutama korban. Terlebih kepada media yang membuat pemberitaaan bernuansa misoginis.
"Komnas Perempuan pun menyayangkan ekspos yang berlebihan kepada perempuan (korban) prostitusi online. Sehingga, besarnya pemberitaan melebihi proses pengungkapan kasus yang sedang berjalan," tutur Komisioner Komnas Perempuan, Indriyati Suparno dalam keterangan tertulisnya, di Bandung, Rabu (16/1).
Baca juga: Ini Sosok Pengusaha Penyewa Vanessa Angel di Bisnis Prostitusi Online
Pemberitaan saat ini, terang Indriyati, seringkali mengeksploitasi korban dan membuka akses informasi korban kepada publik. Sampai pemilihan judul berita pun, kata Indriyati, membuat masyarakat berpikir korban "pantas" untuk dihakimi.
"Protes masyarakat menyatakan bahwa pemberitaan yang terjadi sangat sewenang-wenang dan tidak mempertimbangkan pihak perempuan yang terduga sebagai korban beserta keluarganya. Selain nama, wajah juga disebutkan keluarga mereka," terangnya.
Menurut Indriyati, Komnas Perempuan telah melakukan sejumlah pemantauan tentang berbagai konteks kekerasan terhadap perempuan yang berhubungan dengan industri prostitusi atau perempuan yang dilacurkan (pedila).
"Mereka adalah perempuan korban perdagangan orang, perempuan dalam kemiskinan, korban eksploitasi orang-orang dekat, serta perempuan dalam jeratan mucikari. Bahkan bagian dari gratifikasi seksual. Sekalipun dalam level artis, kerentanan itu kerap terjadi," katanya.
Indriyati khawatir, prostitusi online bentuk perpindahan lokus dari bentuk offline. Prostitusi online menyangkut ihwal cyber crime yang berbasis kekerasan terhadap perempuan, terutama kasus revenge porn (balas dendam bernuansa pornografi) yang dapat berupa distribusi image atau percakapan tanpa seiziin yang bersangkutan.
"Dan dalam Catahu (Catatan Tahunan) Komnas Perempuan tahun 2018, pengaduan langsung menyangkut revenge porn ini semakin kompleks," ujarnya.
Di samping itu, dalam kasus prostitusi online ini perlu diulas kembali secara mendalam karena tidak sedikit yang menjadi korban dibunuh atau mengalami kerusakan alat reproduksi.