Klub Sepak Bola Indonesia Bisa Seperti Eropa, Begini Caranya

'Semoga semua itu bisa terjadi di Indonesia. Ya mungkin saja, saat saya nanti menginjak usia 75 tahun.'
Pelatih PSS Sleman Seto Nurdiantoro memimpin sesi latihan di Stadion Maguwoharjo Sleman. (Foto: PSS Sleman/Tagar/Ridwan Anshori)

Sleman, (Tagar 6/2/2019) - Pelatih PSS Sleman Seto Nurdiantoro berbagi pengalaman seputar pengelolaan klub sepak bola Spanyol. Pengalaman itu didapatkan Seto saat menjalani kursus kepelatihan lisensi AFC-Pro di Negeri Matador tersebut.

Kursus kepelatihan tersebut diikuti beberapa pelatih Indonesia lainnya. Pelaksanaan program lisensi AFC-Pro di Kota Vitoria-Gasteiz, Spanyol. Di kota tersebut lahir klub sepak bola Depotivo Alaves. Sejumlah pelatih yang sedang belajar tersebut sekaligus melakukan studi banding di klub peserta kasta tertinggi La Liga Spanyol.

Seto tiba di Tanah Air pada Sabtu sesaat sebelum PSS melenggang ke babak 16 besar Piala Indonesia 2019 setelah mengalahkan Barito Putra. Dia berbagi cerita tentang pengelolaan klub di Spanyol itu.

Seto mengaku mendapat ilmu yang sangat bermanfaat dari kunjungannya di klub yang berdiri sejak 1921 ini. "Deportivo Alaves bukan merupakan tim besar di Spanyol, tapi cara pengelolaannya luar biasa. Sangat jauh bila dibandingkan dengan (klub) sepak bola Indonesia," katanya di Sleman, Senin (4/2).

Pelatih yang sukses membawa PSS promosi ke kasta tertinggi Liga 1 Indonesia ini mengungkapkan, Deportivo Alaves bukan tim kaya yang bergelimang uang. Namun, mereka memiliki sistem pembinaan usia dini sungguh luar biasa. 

"Alaves di Eropa termasuk tim kecil dengan metodologi yang bagus, kita harus banyak belajar dari sana," katanya.

Dalam sejarah klub, Deportivo Alaves mampu menembus babak Final Europa League (dulu Piala UEFA) pada 2001. Namun di laga puncak itu, klub yang bermarkas di Stadion Mendizorroza harus menelan kekalahan 4-5 dari klub kaya raya asal Inggris, Liverpool FC.

Menurut Seto, Deportivo Alaves memiliki akademi klub kelompok usia 11 sampai 23 tahun. Semua pelatih akademi klub berlisensi UEFA-Pro. Bahkan  mereka juga mengambil lisensi yang lebih spesifik. "Pelatih kiper di sana, berlisensi UEFA-Pro juga berlisensi khusus penjaga gawang. Di Indonesia (pelatih kiper klub) belum ada yang AFC-Pro," ujar Seto.

Selain itu, kata dia, Deportivo Alaves memiliki infrastruktur sepak bola yang lengkap. Mereka memiliki pemusatan latihan serta gym untuk para pemain.  Semuanya lengkap untuk setiap kelompok umur.

Seto berharap, klub-klub sepak bola Indonesia memililki fasilitas lengkap seperti  mereka. Selain itu, cara mengelola klub sepak bola juga seperti cara mereka mengelola. Jika hal itu terwujud, sepak bola Indonesia bakal maju dan berprestasi. 

"Semoga semua itu bisa terjadi di Indonesia. Ya mungkin saja, saat saya nanti menginjak usia 75 tahun," ujarnya.

Dengan kata lain, butuh waktu lama agar klub sepak bola Indonesia bisa seperti klub-klub Spanyol atau negara Eropa lainnya. Apalagi dengan kondisi sepak bola Indonesia yang masih karut marut, mafia sepak bola dan pengaturan pertandingan atau mixing match akhir-akhir ini. []

Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.