Dalam beberapa pekan terakhir, kasus dugaan korupsi di lingkungan Pertamina dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 1 kuadriliun menjadi sorotan publik. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sembilan tersangka terkait kasus yang terjadi pada 2018-2024. Namun, dalam diskusi terbaru, sejumlah pihak menyeret nama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil, dalam skandal mega korupsi tersebut.
Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini Partai Golkar, Nurul Arifin, menegaskan bahwa tuduhan terhadap Bahlil adalah fitnah. "Narasi yang menyebut Pak Bahlil terlibat dalam kasus korupsi di Pertamina merupakan fitnah. Pak Bahlil baru menjabat sebagai Menteri ESDM pada Agustus 2024, sementara skandal korupsi ini terjadi pada 2018-2023," ucapnya dalam keterangan pers, Senin (3/3/2025).
Nurul menekankan bahwa Bahlil tidak memiliki keterlibatan dalam setiap keputusan yang diambil pada periode tersebut. Sebaliknya, Bahlil meminta produksi minyak mentah dalam negeri harus diolah melalui fasilitas pengolahan minyak atau kilang dalam negeri. Dengan kebijakan tersebut, Kementerian ESDM tidak lagi mengizinkan ekspor minyak mentah ke luar negeri.
Kementerian ESDM di bawah kepemimpinan Bahlil tengah berbenah, salah satunya soal tata kelola minyak mentah melalui izin impor bahan bakar minyak (BBM). Nurul menjelaskan, Kementerian ESDM sedang mempercepat proses impor BBM menjadi enam bulan, dari yang sebelumnya satu tahun. Hal ini bertujuan untuk memudahkan evaluasi setiap tiga bulan.
Pengamat komunikasi dari London School of Public Relations (LSPR), Ari Junaedi, menilai bahwa terdapat muatan politis dalam narasi keterlibatan Bahlil dalam dugaan kasus korupsi di Pertamina. Hal ini karena Bahlil menjabat sebagai Menteri ESDM sekaligus Ketua Umum Partai Golkar. Nurul berharap, publik lebih cerdas dan kritis dalam menilai kasus tersebut sehingga tidak terjadi salah persepsi dalam mengawal kasus korupsi yang merugikan rakyat.