KJP Plus? Sama Kok Zaman Ahok, Nggak Bisa Tarik Tunai, Saya Malah Senang

KJP Plus? sama kok zaman Ahok, nggak bisa tarik tunai, saya malah senang. 'Kalau tarik tunai, bisa-bisa cepat habis.'
KJP Plus? Sama Kok Zaman Ahok, Nggak Bisa Tarik Tunai, Saya Malah Senang | Isti Kundari, Erlangga, dan KJP di Toko Pelajar, Pisangan Timur, Jakarta Timur, Senin 23/7/2018. (Foto: Tagar/Siti Afifiyah)

Jakarta, (Tagar 24/7/2018) - Toko Pelajar, orang-orang sekitar biasa menyebutnya 'topel' singkatan dari toko pelajar. Lokasinya dekat Pasar Enjo di Pisangan Timur, Jakarta Timur. Topel berhimpit-himpitan dengan toko lain di kanan kirinya. Pada pojok kiri depan toko terdapat spanduk bertuliskan 'menerima pembayaran dengan KJP'.

Wiwit (33) kasir topel mengatakan banyak pemegang Kartu Jakarta Pintar (KJP) berbelanja di tempatnya itu.

"KJP tidak boleh dipakai untuk membeli mainan dan baju. Bolehnya untuk membeli alat tulis, sepatu, jepitan rambut buat anak perempuan, tas, tempat makan, wadah buat minum, keperluan sekolah, origami dan lain-lain untuk sekolah," katanya pada Tagar News, Senin siang (23/7).

Ia juga mengatakan KJP tidak boleh dicairkan. "Nggak boleh dijadikan duit. Membatalkan belanjaan yang sudah dibayar pakai KJP, nggak bisa minta kembali uang, mesti tukar barang kayak mbak tadi," Wiwit menoleh sekilas pada seorang ibu berkerudung hitam yang ia panggil mbak itu.

Wiwit dan WiwinWiwit (kiri) melayani Wiwin Setiawati yang sedang memilih seragam pramuka untuk anaknya. (Foto: Tagar/Siti Afifiyah)

Seorang ibu berkerudung hitam itu namanya Isti Kundari (30). Ia datang ke topel bersama anak sulungnya, Erlangga Deka (9) kelas tiga sekolah dasar, dan anak bungsunya berusia 2,5 tahun.

Isti berulang kali mengucap alhamdulillah KJP sangat membantu sekolah anaknya.

"KJP bermanfaat banget, beneran, ini setahun sekali pasti ganti seragam, sepatu, yang boros buku tulis, guru kadang minta bukunya diganti, ya diganti," kata Isti.

Erlangga memakai seragam sekolah, kemeja putih dan celana panjang putih, dengan ransel hitam di pundak. Sepulang sekolah, Isti mengajak anaknya itu ke topel.

"Saya mau tukar celana hijau panjang dengan celana merah panjang, tapi di sini nggak ada. Jadi nanti mau ke topel yang di Gading Raya," katanya. Topel di Gading Raya dimiliki oleh orang yang sama dengan topel di Pisangan Timur ini.

Isti KundariIsti Kundari menemani anaknya, Erlangga, memilih wadah minuman untuk bekal ke sekolah. (Foto: Tagar/Siti Afifiyah)

Tentang celana hijau panjang, pada awalnya Isti mau memindahkan Erlangga ke Madrasah Ibtidaiyah (MI), namun tidak jadi.

Celana hijau panjang itu haganya Rp 65.000. Isti akhirnya menukarnya dengan berbelanja beberapa keperluan, yaitu seragam atasan putih, dasi, topi, tempat minum, penggaris, isolasi. Ia tinggal menambah Rp 12.000 untuk semua belanjaannya itu.

Isti bercerita, Erlangga dapat KJP sejak kelas satu dan diperpanjang tiap enam bulan sampai sekarang.

"Waktu itu tahun 2013. Gubernurnya masih Pak Jokowi," katanya.

Ia mengurus KJP di sekolah. "Tidak semua orang bisa mendapatkannya, terlebih dulu disurvei," lanjutnya.

Isti mengontrak sebuah kamar yang luasnya tidak lebih dari empat meter di Pisangan Lama, belakang Pasar Enjo. Listrik yang ia pakai tidak lebih dari 900 watt. Ia tidak bekerja. Suaminya penghasilannya tidak tetap. Kadang dapat uang, kadang tidak. Ia disurvei kemudian dinyatakan memenuhi syarat mendapat KJP bagi Erlangga.

"Apalagi sekarang, suami saya pergi entah ke mana," ujarnya dengan senyum parau. "KJP alhamdulillah banget, buat single parent terbantu."

Setelah suami pergi tanpa memberi kabar, Isti mendapat pekerjaan sebagai tukang cuci dan menyeterika baju.

"Lumayan sebulan dapat Rp 600.000," katanya.

Ia mengaku tak tahu alasan suaminya pergi. "Moga-moga sadar, ingat anak, cepat pulang."

Toko PelajarToko Pelajar dengan tanda khusus bahwa toko ini menerima pembayaran dengan KJP. (Foto: Tagar/Siti Afifiyah)

Isti bercerita, sekarang KJP per bulan Rp 135.000. "Zaman Ahok Rp 100.000 sampai Erlangga kelas dua sebelum Lebaran. Kemarin mengurus lagi dapatnya per bulan Rp 135 ribu," ujar Isti.

"KJP nggak bisa dicairkan, nggak bisa diambil tunai. Harus belanja pakai itu. Kalau nggak dipakai, nggak hangus," katanya lagi.

Bersama KJP bentuk fisiknya seperti ATM, ia mendapat buku tabungan bank DKI. "Tapi itu nggak bisa buat menabung, hanya untuk menerima dana KJP."

"Alhamdulillah ada subsidi KJP, yaitu beras, daging, ikan, telur, ayam, susu. Belinya di Pasar Enjo," kata Isti.

Ia memerinci dari zaman Ahok sampai zaman Anies, dengan KJP bisa membeli 1 kg daging sapi seharga Rp 35.000, 5 kg beras seharga Rp 30.000, 1 kg telur seharga Rp 10.000, 1 kg ikan seharga Rp 13.000, 1 ekor ayam seharga Rp 8.000, dan susu satu pak isi 24 saset seharga Rp 30.000.

Saat perlengkapan sekolah sudah terpenuhi, kadang Isti menggunakan KJP untuk membeli bahan makanan bergizi bersubsidi itu.

"Kadang stok nggak lengkap, seadanya saya ambil, dapat beras dan susu aja, kadang ambil beras aja. Jangan salah, berasnya pulen banget, alhamdulillah," katanya. 

Mengenai perubahan nama dari KJP menjadi KJP Plus, Isti diam sejenak lalu berkata, "Penambahan Rp 35.000 dari Pak Anies. Ada plus karena kenaikan itu. Rp 100.000 jadi Rp 135.000. Rp 100.000 disebut uang transport, Rp 35.000 buat gizi anak."

"Yang lain-lain sama, perpanjangan per 6 bulan semua."

Wiwin SetiawatiWiwin Setiawati memilih seragam pramuka untuk anaknya yang baru saja lulus SD dan kini sudah diterima di SMP Negeri 44 Jakarta Timur. (Foto: Tagar/Siti Afifiyah)

Seorang ibu bernama Wiwin Setiawati (44) sedang memilih seragam pramuka untuk anak laki-lakinya, kelas 7 di SMP Negeri 44 Jakarta Timur. Wiwin tinggal di Jalan Persahabatan dan mengaku sudah lama menjadi pelanggan topel.

"Ukuran 36 atau 35 ada nggak? Kecil anakku," katanya pada Wiwit, kasir merangkap pelayan toko.

Wiwit bergegas ke rak di ujung ruangan yang dipenuhi tumpukan baju seragam sekolah, mencari-cari baju dengan ukuran yang diminta Wiwin.

Seperti Erlangga, anak Wiwin juga mendapat KJP.

"Saya pakai KJP tapi sudah habis, jadinya sekarang pakai cash," katanya.

Ia cerita, kemarin belanja habis Rp 435.000. "Celana putih, biru, kemeja putih, tas belum, KJP nggak cukup."

Walaupun tidak cukup, Wiwin mengaku terbantu dengan keberadaan KJP.

"KJP membantu banget. Kalau KJP habis, pakai uang sendiri. Kalau untuk tas, saya sekalian cari yang mahal, awet bisa tiga tahun. Kalau seragam tergantung badan, kalau bongsor, baju celana kesempitan mesti ganti," ucapnya.

Ia belum pernah menggunakan KJP untuk membeli bahan makanan bersubsidi.

"Pengin banget sebenarnya, tapi ngantrinya nggak sanggup," katanya.

Ia menceritakan bulan puasa kemarin, datang pukul 08.00 Wib, dapat nomor antrian 149. Waktu itu, lanjutnya, di Pasar Enjo sedang ada paket bahan makanan terdiri dari daging, telur, dan beras seharga Rp 80.000.

"Ogah ah, pulang lagi. Habis ngantri banget," katanya.

Wiwin bercerita, dua anaknya dapat KJP sejak 2013 dan melakukan perpanjangan tiap enam bulan sekali.

"KJP yang baru ini anak saya yang kelas 3 SMP dapat Rp 150.000 tiap bulan, adiknya SMP kelas 1 masih Rp 100.000," ujarnya.

Wiwin ibu rumah tangga, suaminya petugas keamanan di gelanggang olahraga Duren Sawit.

"Kalau suami saya manajer, pasti nggak dapat KJP. Kami belum punya rumah, menumpang di rumah orangtua," katanya.

Sama seperti Isti, Wiwin tidak merasakan perbedaan signifikan dari perubahan istilah KJP menjadi KJP Plus. Ia mengalami hal yang sama dari tahun ke tahun mengenai manfaat KJP.

Titin SuwarniTitin Suwarni lebih senang KJP tidak bisa diambil tunai. (Foto: Tagar/Siti Afifiyah)

Titin Suwarni (54) terdiam cukup lama saat mendengar istilah KJP Plus, sampai akhirnya ia mengatakan, "KJP Plus? Sama dengan zaman Ahok kok, sama juga dengan zaman Pak Jokowi gubernur, nggak bisa tarik tunai. Saya malah senang. Kalau bisa tarik tunai, bisa-bisa cepat habis."

"Empat cucu saya dapat KJP sejak Pak Jokowi jadi gubernur," katanya.

Titin seorang tukang cuci, empat cucunya tinggal bersamanya, begitu pula ibu bapak empat cucu itu. Empat cucunya kelas 9, 8, 4, dan 3. Sunarti ibu dari empat cucunya itu tidak tamat SMA, bekerja di tempat usaha laundry pada bagian penyeterikaan. Sedangkan ayah dari empat cucunya itu tidak punya pekerjaan tetap.

"Dia bisa bengkel. Kalau ada yang suruh betulin motor ya betulin, dapat duit. Kalau enggak ya enggak," kata Titin tentang menantunya yang tidak lulus SMP itu.

Titin mengaku KJP cucunya belum pernah dipakai untuk membeli daging bersubsidi.

"Belum pernah ambil (membeli) daging. Untuk keperluan anak sekolah saja," katanya.

Bisa Tarik Tunai 

Berbeda dengan pengakuan Wiwit, Isti, Wiwin dan Titin, di laman resmi KJP Pemprov DKI disebutkan KJP Plus bisa tarik tunai, seperti penjelasan dalam gambar berikut.

KJP Plus 2018Pencarian dana KJP Plus tahap I tahun 2018. (Foto: KJP Pemprov DKI)

Pencairan dana dibagi dua, yakni dana rutin dan dana berkala.

Dana rutin disalurkan setiap bulan, sementara dana berkala diberikan setiap akhir semester.

Untuk siswa SD, besaran dananya Rp 250.000 dan dapat ditarik tunai Rp 100.000 per bulan.

Kemudian untuk siswa SMP, besaran dananya Rp 300.000 dan dapat ditarik tunai Rp 150.000 per bulan.

Untuk siswa SMA, besaran dana yang didapatkan Rp 420.000 per bulan dan dapat ditarik tunai Rp 200.000.

Sementara untuk siswa SMK, besaran dana yang didapatkan Rp 450.000 per bulan dan dapat ditarik tunai Rp 200.000.

Peserta Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) mendapatkan Rp 300.000 dan dapat ditarik tunai Rp 150.000 per bulan.

Sementara peserta Lembaga Kursus Pelatihan (LKP) mendapatkan Rp 1.800.000 per semester dan Rp 150.000 per bulan.

Dengan adanya dana tunai, siswa dapat memanfaatkannya untuk ongkos perjalanan ke sekolah dan uang saku.

Sementara itu, dana nontunai dapat dimanfaatkan siswa untuk memenuhi perlengkapan sekolah; seperti buku, alat tulis, seragam, sepatu sekolah, tas sekolah, kacamata, dan alat bantu pendengaran.

Selain itu, penerima KJP Plus juga memperoleh fasilitas penunjang, antara lain akses transjakarta gratis, pembelian bahan pangan murah, dan akses masuk Ancol gratis. (af)

Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.