Jakarta - Peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai ada faktor kecemasan atau rasa khawatir dari bank swasta sehingga mereka menghindari penempatan dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dari pemerintah.
"Ada ketakutan bahwa direksi bank swasta menghindari penempatan dana pemerintah khawatir diseret apabila ada kasus penyalahgunaan dana," kata Bhima saat dihubungi Tagar, Kamis, 1 Oktober 2020.
Bank swasta belum urgen mendapatkan suntikan penempatan dana pemerintah.
Sebab, kata Bhima, para bankir swasta juga takut untuk diaudit karena tekait dengan dana pemerintah. Peristiwa tahun 1998 dan 2008 menjadi trauma berat bagi pemain swasta.
"Karena ada konsekuensi hukum dan politik dari penyalahgunaan dana pemerintah atau bank sentral," ucap Bhima.
Selain itu, kata dia, bank swasta belum tertarik dan belum merasa terdesak atau urgen untuk mengajukan suntikan dana PEN dari pemerintah. Salah satu faktornya karena dari sisi likuiditas secara umum tidak masalah. Hal ini terlihat dari data per Agustus 2020 loan to deposit ratio (LDR - rasio antara besarnya volume kredit yang disalurkan dengan penghimpunan dana) menurun ke 85,1 persen dari 94,4 persen per Desember 2019.
"Ini menunjukkan likuiditas bank cukup longgar, dan ditopang oleh CAR (rasio kecukupan modal) per Agustus 2020 sebesar 23,1 persen," ujar Bhima.
Bhima menambahkan, sumber dana murah dari dana pihak ketiga (DPK) bank tumbuh 11,6 persen (yoy) di periode yang sama. "Artinya bank swasta belum urgen mendapatkan suntikan penempatan dana pemerintah," tuturnya.
Terlebih dana ini milik pemerintah yang harus diawasi dengan ketat. "Apalagi masalah konsekuensi pengawasan yang lebih rumit karena dana pemerintah," ujar Bhima. []