Kereta Api, Primadona Pemudik Jelang Lebaran

Tradisi mudik lekat dengan perayaan Lebaran atau Idul Fitri bagi masyarakat muslim Indonesia. Dan kereta api adalah primadonanya.
Seorang pemudik tampak berusaha masuk ke dalam kereta lewat jendela gerbong. (Foto:/Facebook/Andi Widodo)

Jakarta - Tradisi mudik begitu lekat dengan perayaan Lebaran atau Idul Fitri bagi masyarakat muslim di Indonesia. Arus mudik tercatat terus mengalami peningkatan, seiring pertumbuhan populasi warga perantau di kota-kota besar semisal Jakarta.

Mudik mulanya tercipta lantaran kebijakan pemerintah orde baru yang memusatkan pembangunan di wilayah ibu kota dan sekitarnya. Banyak perantau pergi mengadu nasib di Jakarta, membawa tradisi baru pulang ke kampung halaman saban jelang Lebaran tiba.

Medio 1980-an, kereta api menjadi moda transportasi favorit bagi para pemudik. Alasannya sederhana, kereta dianggap lebih cepat, aman dan murah, dibanding menggunakan moda transportasi lain semisal bus atau pesawat.

Namun, saat itu manajemen dan pengelolaan moda transportasi masih belum ditangani dengan baik. Hal itu terlihat dari banyaknya calo tiket berkeliaran, banyaknya pedagang asongan, atau diperbolehkannya penumpang tak memiliki tiket masuk ke dalam stasiun dan menjadi penumpang gelap dalam kereta.

Mudik Kereta 1Suasana moda tranportasi kereta api saat arus mudik pada zaman dulu. (Foto: Facebook/Andi Widodo)

Imbasnya, stasiun dipenuhi lautan manusia. Penumpang-penumpang kerap kesulitan mendapatkan tiket. Tak jarang dari mereka pada akhirnya terjebak rayuan calo dengan harga menipu, demi mendapatkan karcis kereta pulang ke desa.

Penumpang yang memiliki tiket, kadang justru harus mengorbankan kenyamanan lantaran harus ikut berdesakan dengan para penumpang gelap saat akan masuk ke dalam kereta.

Tak jarang, saat pintu sudah terlalu ramai, mereka melompat masuk melalui jendela gerbong untuk berburu kursi dalam kereta. Sisanya harus berdiri, duduk atau bahkan tertidur di lorong antara barisan kursi dalam gerbong. Sebagian lain berdesakan di ruang toilet sempit, atau berdiri di ruang sambungan antar gerbong bersama puluhan penumpang lain.

Kenyamanan benar-benar menjadi sesuatu yang diabaikan. Penumpang harus berebut udara tipis di ruangan panas lantaran banyaknya manusia berdesakan di dalam gerbong. Kadang, yang seperti itu harus ditambah lagi dengan asap rokok yang dikepulkan penumpang-penumpang bandel.

Soal keamanan dan keselamatan juga demikian. Puluhan penumpang tak punya tiket yang kehabisan ruang di dalam gerbong, banyak memilih naik ke atap kereta, atau berkerumun di pinggir kepala lokomotif kereta, demi bisa diantar pulang ke kampung halaman mereka.

Mudik Kereta 2Suasana moda tranportasi kereta api saat arus mudik pada zaman dulu. (Foto: Facebook/Andi Widodo)

Penuh sesaknya badan si ular besi, juga membuat risiko kehilangan atau pencurian barang semakin tinggi. Belum lagi bahaya copet dan jambret yang juga turut mengintai.

Semua yang demikian, mulai berubah setelah reformasi. Pada masa kepemimpinan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, manajemen dan pengelolaan moda transportasi kereta api benar-benar dibenahi.

Penggunaan metode check in dan boarding pass memastikan hanya penumpang bertiket yang dapat masuk ke area tunggu (peron) stasiun. Larangan merokok dan membuang sampah sembarangan, benar-benar berjalan dan diberlakukan lengkap dengan segala sanksinya.

Pada akhir 2013, seluruh kereta jarak jauh yang beroperasi, dilengkapi dengan fasilitas pendingin ruangan, baik untuk kelas eksekutif, bisnis dan kelas ekonomi. 

Polisi khusus, petugas PKD dan hingga tentara, kerap diperbantukan PT KAI sebagai operator pengelola layanan kereta api, untuk memastikan keamanan stasiun dan perjalanan kereta.

Tidak ada lagi pemandangan penumpang berjejal di lorong kereta, sambungan antar gerbomg, pintu, atau atas atap, apalagi di kepala lokomotif kereta.

Lingkungan dalam stasiun juga kini rapi dan bersih. Tak ada lagi pedagang asongan yang berkeliaran menjajakan dagangan. Kehadiran copet ataupun tangan-tangan jahat juga lebih diminimalisir.

Pada musim mudik 2017 dan 2018, jumlah pengguna moda transportasi kereta api jarak jauh selalu berada di angka lebih dari 900 ribu penumpang. PT KAI memprediksi hal yang sama terjadi pada mudik Lebaran 2019.

Senior Manager Humas PT KAI DAOP I Eva Chairunisa mengatakan, pihaknya optimis bisa mengangkut sebanyak 997 ribu penumpang selama 22 hari masa mudik dan balik Lebaran 2019, yakni sejak 26 Mei 2019 sampai 16 Juni 2019.

"Kalau dilihat, pengguna kereta api trennya setiap tahun selalu meningkat. DAOP I prediksi (total penumpang) mencapai 997 ribu penumpang. Jumlah ini meningkat di banding realisasi 2018 sebanyak 919 ribu penumpang selama masa arus mudik," kata Eva ketika ditemui wartawan di Stasiun Senen, Jakarta, Minggu 2 Juni 2019.

Baca juga:


Berita terkait