TAGAR.id, Bangkok, Thailand - Mantan Perdana Menteri (PM) Thailand, Thaksin Shinawatra, dikabarkan akan mengakhiri pengasingan dan pulang ke Thailand. Kehadiran sosok kontroversial itu berpotensi memperkuat instabilitas politik jelang penentuan perdana menteri di parlemen.
Keputusan Thaksin, 74 tahun, mengakhiri 15 tahun pengasingan di luar negeri, dibuat di tengah gejolak politik di Thailand. Sosok yang dijatuhkan dalam kudeta militer itu diklaim akan tiba pada Selasa, 22 Agustus 2023, jam 9 pagi waktu setempat. Hal ini dikatakan oleh anak perempuannya, Paetongtarn Shinawatra, seperti dilansir Kantor Berita AFP.
Thaksin dibenci oleh kelompok royalis dan pro-militer, tapi sebaliknya diidolakan di kawasan pedesaan, lantaran dianggap berjasa memperbaiki taraf hidup warga pada masa pemerintahannya di awal tahun 2000-an.
Thailand saat ini masih bergulat memilih perdana menteri sejak pemilu tiga bulan lalu. Kepulangan Thaksin diumumkan pada Sabtu, 19 Agustus 2023, hanya beberapa hari setelah Paetongtarn Shinawatra menyepakati koalisi politik dengan junta militer.
Partai Pheu Thai, yang dikendalikan dinasti Thaksin, sebelumnya bersekutu dengan partai pemenang pemilu, Phak Kao Klai atau Partai Pergerakan Maju (MFP). Kedua kekuatan demokratis bercerai menyusul kebuntuan penentuan kandidat perdana menteri di parlemen.
Penjara bagi Thaksin?
Thaksin mengasingkan diri setelah dihujani dakwaan kriminal yang ditudingnya bermotifkan politik. Kasusnya belum ditutup hingga kini dan masih berpeluang menyeretnya ke penjara.
Menurut analis politik Jade Danovanik, kemenangan MFP yang digalang kaum muda di bawah Pita Limjaroenrat mengejutkan kaum elit Thailand. "Jika mereka harus memilih antara dua keburukan, mereka akan memilih yang mudaratnya lebih kecil,” kata dia kepada AFP.
Belum jelas berapa lama Thaksin akan mendekam di penjara sesuai kesepakatan antara Pheu Thai dan junta militer. Lingkaran terdekatnya berharap dia akan dipindahkan menjadi tahanan rumah.
“Tapi, tidak ada jaminan bagi terwujudnya harapan tersebut,” kata Thida Thavornseth, pegiat politik Thailand. "Thaksin memang menguasai Partai Pheu Thai, tapi ada kekuatan lain yang menguasai Thaksin,” kata dia.
Konflik antargenerasi
Persekutuan antara Pheu Thai, royalis kerajaan dan militer membuat gusar kaum muda yang kebanyakan mendukung MFP untuk mengubah tatanan politik Thailand. Pada pemilu Mei lalu, Pheu Thai untuk pertama kalinya gagal mengamankan mayoritas suara.
"Ketika dia pulang kampung, Thaksin mungkin membutuhkan dukungan baik dari militer atau monarki,” kata Korakot Sangyenpan, juru kampanye kelompok Restorasi Demokrasi.
"Bagi generasi muda, Thaksin adalah cerita lama, tapi bagi kelompok konservatif, dia adalah harapan baru,” imbuhnya.
Kepulangannya dianggap sebagai pengalihan isu, menurut seorang aktivis demokrasi Thailand, Bung. "Warga jadinya tidak fokus pada masalah utama, yakni kerajaan Thailand dan mereka berpikir bahwa Thaksin datang untuk menolong,” ujarnya.
"Hal itu akan menjadi langkah mundur bagi aksi protes pro-demokrasi di Thailand.” [rzn/hp (afp,rtr)]/dw.com/id. []