Kemenko Marves: Gambut dan Mangrove Dukung Fungsi Lingkungan

Kemenko Marves mengatakan, untuk mendukung fungsi lingkungan diperlukan ekosistem lahan basah yang baik.
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves, Nani Hendiarti. (Foto:Tagar/Kemenko Marves)

Jakarta - Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Nani Hendiarti mengatakan, untuk mendukung fungsi lingkungan dan sumber ekonomi yang berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat diperlukan ekosistem yang baik.

"Salah satu ekosistem tersebut adalah ekosistem lahan basah (wetlands) diantaranya ekosistem gambut, rawa, dan mangrove,“ tutur Nani saat menjadi pembicara kunci dalam Webinar Bicara Bumi yang digelar Bank Dunia di Jakarta, Kamis, 4 Februari 2021.

Indonesia sebagai negara tropis yang kaya akan sumber daya alam merupakan laboratorium dunia untuk exercise governance akibat adanya Water-Energy-Food Security Nexus.

Dalam webinar ini dibahas 3 topik antara lain pengembangan pertanian secara berkelanjutan di lahan rawa Indonesia, memperbaiki tata kelola lahan gambut dan lahan rawa lainnya di Indonesia, dan mengatasi kebakaran hutan dan lahan berulang di Indonesia.

Deputi Nani menjelaskan, Presiden Joko Widodo dalam berbagai forum bahkan memberikan arahan tentang peran pentingnya lahan basah tersebut. Misalnya pada rapat Peningkatan Pengendalian Karhutla pada 6 Februari 2020, Presiden menekankan untuk lebih intensif berupaya mencegah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) melalui penataan ekosistem gambut.

Lalu dalam Ratas Antisipasi Karhutla pada 23 Juni 2020, Presiden juga menggarisbawahi bahwa untuk mencegah kebakaran di lahan gambut agar penataan ekosistem gambut dilakukan secara konsisten dan untuk terus menjaga tinggi muka air tanah supaya gambut tetap basah. 

Kemudian pada Ratas Membahas Nilai Ekonomi Karbon pada 6 Juli 2020, kepala negara juga menyampaikan agar pemerintah konsisten menjalankan program pemulihan lingkungan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, perlindungan gambut, dan percepatan rehabilitasi hutan dan lahan.

“Indonesia sebagai negara tropis yang kaya akan sumber daya alam merupakan laboratorium dunia untuk exercise governance akibat adanya Water-Energy-Food Security Nexus (Hubungan antara air, energi dan ketahanan pangan). Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki kompleksitas atau tantangan dalam pengelolaan lahan basah," ungkap Deputi Nani.

Tantangan itu, menurutnya antara lain peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan pemanfaatan lahan basah secara berkelanjutan, perbaikan tata kelola lahan basah berbasis ekosistem/lanskap, penurunan laju deforestrasi melalui pencegahan kebakaran hutan dan lahan, dan penurunan Emisi Karbon dari degradasi lahan basah.

Selanjutnya, Deputi Nani mengungkapkan bahwa kompleksitas tersebut semakin meningkat kerena dipicu berbagai macam faktor seperti ekonomi, lingkungan, demografi, teknologi, dan politik. 

Agar mencapai tujuan peningkatan kualitas lingkungan hidup dan sustainability value added dalam Global Value Chain, maka diperlukan dukungan kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Hal ini tentu dapat mendukung ketahanan pangan nasional, peningkatan ekonomi, dan kesehatan masyarakat.

Sejauh ini, pengelolaan sumber daya alam tersebut masih dilakukan secara sektoral sehingga menyebabkan terjadi degradasi dan bencana lingkungan, seperti deforestasi, DAS kritis, kebakaran lahan dan hutan, serta banjir, dan longsor.

“Oleh karena itu, diperlukan pendekatan baru dalam pengelolaan lingkungan yang berbasis pada Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan ( Sustainable Landscape Management) dilakukan secara multi-stakeholder yang saling terkoneksi dan lintas administrasi sesuai dengan konsep 3P ( People, Planet, dan Profit) yang melibatkan peran pemerintah, dunia usaha, akademisi, maupun masyarakat,“ jelas Deputi Nani.

Sementara saat ini pendekatan baru dalam tata lingkungan global sangat diperlukan menuju pada tren Environmental Governance. Hal ini meliputi bebagai aspek seperti pengelolaan berbasis baku mutu yang bersifat biofisik bergerak menuju pendekatan tipping point penyediaan jasa dan fungsi lingkungan, konsumen yang menuntut bisnis siap dengan metriks ramah lingkungan yang terkoneksi dari hulu ke hilir sesuai nilai rantai pasok.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Nani menyebutkan bahwa kajian yang dilakukan oleh Bank Dunia telah sejalan dan mendukung dengan program dan kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam pengelolaan lahan basah saat ini.

“Ada rekomendasi dari Bank Dunia bahwa perlu ada penguatan koordinasi antar lembaga dan transisi menuju tata kelola lahan rawa secara terpadu menggunakan pendekatan lanskap," sebut Deputi Nani. 

"Hal tersebut telah selaras sebagaimana yang dimandatkan Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang mengatur fungsi lindung untuk gambut dalam, telah ditetapkan dalam SK Menteri LHK Nomor 246 Tahun 2020 tentang Rencana Pengelolaan dan Perlindungan Ekosistem Gambut Nasional,“ sambungnya.

Salah satu program yang saat ini sedang dijalankan dalam pengelolaan lahan basah adalah penguatan infrastruktur pembasahan sebagai pendukung tata kelola air. Hal ini dikuatkan dengan salah satu rekomendasi dari Bank Dunia terkait perlunya penguatan tata kelola air, khususnya pada lahan gambut.

Sebagai rekomendasi tindak lanjut Kemenko Mareves mendorong KLHK, BRGM, dan K/L terkait untuk segera menyusun business process terkoneksi dan terintegrasi, yang memetakan peran dan fungsi lintas K/L dalam pengelolaan lahan basah/low land yang dilakukan bersama pemerintah melalui K/L, swasta, dan masyarakat.

Rekomendasi berikutnya ialah KLHK diharapkan menyempurnakan perhitungan IKEG (Indeks Kualitas Ekosistem Gambut) sesuai mandat pada RPJMN 2020-2024 yang bisa menggambarkan kinerja pengelolaan ekosistem gambut. Lalu, penetapan regulasi tentang Instrumen Nilai Ekonomi Karbon harus segera diikuti implementasinya agar insentif nilai ekonomi karbon dapat dimanfaatkan dalam mendukung pengelolaan lahan basah secara berkelanjutan.

Pada Webinar Bicara Bumi sekaligus Peluncuran Laporan Bank Dunia: “Melindungi Sumber Daya Alam dan Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Tangguh dan Hijau melalui Pertanian Berkelanjutan, Pengelolaan Kebakaran yang Efektif, serta Tata Kelola Lahan Gambut dan Lahan Rawa yang Berkelanjutan“ ini hadir Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Hartono Prawiraatmadja, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Ruandha Agung Sugardiman, dan beberapa lainnya sebagai narasumber. []

Berita terkait
Kemenko Marves Tinjau 4 Wilayah Usulan Pengembangan Nganjuk
Kemenko Marves mengunjungi Nganjuk untuk meninjau langsung kondisi 4 wilayah yang diusulkan oleh daerah untuk dibantu pemerintah pusat.
Marves Dorong Pembangunan Politeknik Industri Logam Konawe
Kemenko Marves melaksanakan Rakor Persiapan Pembangunan Politeknik Industri Logam di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara.
Kemenko Marves Bahas Optimalisasi Perikanan Tangkap Talaud
Kemenko Marves membahas potensi perikanan tangkap dan budidaya laut di Talaud, Sulawesi Utara.
0
5 Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Membeli Hunian di Sentul
Selain Bekasi dan Tangerang Selatan, Bogor menjadi kota incaran para pemburu hunian di sekitar Jakarta. Simak 5 hal ini yang perlu diperhatikan.