Kemenkeu Laporkan APBN Defisit Rp 169,5 Triliun per Oktober 2022

Menkeu Sri Mulyani katakan pendapatan negara per Oktober 2022 mencapai Rp 2.181,6 triliun atau naik 44,5 persen dibandingkan Oktober tahun lalu
Ilustrasi - Kereta Mass Rapid Transit (MRT) melintasi rel yang membelah jantung kota Jakarta, 10 Februari 2022. (Foto: voaindonesia.com/BAY ISMOYO/AFP)

TAGAR.id, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per Oktober 2022 mengalami defisit sebesar Rp 169,5 triliun. Sasmito Madrim melaporkannya untuk VOA.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, mengatakan pendapatan negara per Oktober 2022 mencapai Rp 2.181,6 triliun atau naik 44,5 persen dibandingkan Oktober tahun lalu.

Sedangkan belanja negara mencapai Rp 2.351 triliun atau naik 14,2 persen dibandingkan tahun lalu. Dengan demikian, APBN per Oktober 2022 mengalami defisit sebesar Rp 169,5 triliun.

"Jadi sampai dengan Oktober 2022, defisitnya Rp169,5 triliun atau 0,91 persen dari GDP. Masih jauh lebih rendah dari Perpres," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, Kamis, 24 November 2022.

Menkeu Sri MulyaniMenteri Keuangan RI, Sri Mulyani. (Foto voaindonesia.comKemenkeuCourtesy)

Perpres yang dimaksud Sri Mulyani adalah Perpres Nomor 98 Tahun 2022 tentang Rincian APBN 2022. Dalam Perpres tersebut, defisit total APBN dihitung sebesar Rp 439,9 triliun. Lebih rinci, Sri Mulyani menjelaskan pendapatan negara diperoleh dari perpajakan sebesar Rp 1.704,5 triliun dan PNBP sejumlah Rp 476,5 triliun. Adapun belanja negara, belanja pemerintah pusat mencapai Rp 1.671,9 triliun dan transfer ke daerah Rp 679,2 triliun.

Sedangkan sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) per Oktober 2022 mencapai Rp 270,4 triliun, turun dibandingkan September 2022 sebesar Rp 490,7 triliun.

Penerimaan negara dan akselerasi belanja negara tersebut, kata Sri Mulyani menunjukkan kinerja APBN hingga bulan Oktober 2022 masih terjaga. Kendati, kata dia, pemerintah akan tetap waspada guna mengantisipasi rambatan tekanan global.

"Kita tidak hanya berpikir untuk tahun 2022. Tapi juga tahun 2023 yang menurut berbagai proyeksi lembaga internasional diperkirakan jauh lebih berat," tambahnya.

Direktur CELIOS Bhima YudhistiraDirektur CELIOS, Bhima Yudhistira. (Foto: voaindonesia.com/Screenshot)

Pengamat: Pemerintah Perlu Tingkatkan Penerimaan Pajak

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira melihat pemerintah menahan belanja modal dan barang untuk menekan defisit APBN. Ia memprediksi kemungkinan penyerapan belanja negara hanya akan berkisar 83 persen hingga akhir tahun ini.

Sebab, penerimaan negara sudah mulai menunjukkan penurunan terutama dari pajak dan PNBP karena ancaman resesi global. Belum lagi, kata dia, sejumlah komoditas seperti tambang atau perkebunan kemungkinan akan mengalami koreksi tajam.

"Jadi kalau belanja pemerintah ditahan, terutama di level pusat dan daerah maka efeknya khawatirnya pada perlambatan pertumbuhn ekonomi di kuartal empat tahun ini,"jelas Bhima kepada VOA, Kamis, 24 November 2022.

Bhima juga menyarankan pemerintah untuk mendorong belanja tranfer ke daerah. Sebab, menurutnya, saat ini merupakan momentum yang tepat untuk menggenjot belanja pemerintah agar pertumbuhan ekonomi terjaga.

Kata Bhima, upaya lain yang dapat dilakukan pemerintah yaitu memaksimalkan pendapatan negara dari pajak. Semisal dengan menarik pajak royalti batu bara dan sawit yang lebih tinggi.

Selain itu, pemerintah dapat melakukan kerja sama antar negara untuk meningkatkan kepatuhan pajak. Sebab, pengampunan pajak yang diberikan pemerintah pada 2016 dan 2022 kurang membuahkan hasil.

"Ini yang harus dikejar agar rasio pajak kita bisa naik, targetnya di atas 11 persen. Sekarang rasio pajak terus menurun," tambah Bhima.

Bhima menyebut opsi lain yang dimiliki pemerintah saat defisit melebar yaitu utang. Meskipun, kata dia, opsi ini tidak mudah karena hampir 98 persen berbentuk Surat Berharga Negara yang bunganya mahal. Pada saat bersamaan, ada kecenderungan investor asing mulai mengurangi kepemilikan SBN.

Karena itu, ia menyarankan pemerintah untuk menjaga defisit tidak melebar di atas tiga persen pada 2023 mendatang. Caranya yaitu dengan menjaga pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan belanja dan menunda mega proyek yang belum mendesak. (sm/em)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Prediksi Defisit APBN 2021 Lebih Rendah dari Target 5,7 Persen
Menkeu Sri Mulyani memperkirakan defisit APBN tahun 2021 berada di antara 5,1 hingga 5,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)
0
Kemenkeu Laporkan APBN Defisit Rp 169,5 Triliun per Oktober 2022
Menkeu Sri Mulyani katakan pendapatan negara per Oktober 2022 mencapai Rp 2.181,6 triliun atau naik 44,5 persen dibandingkan Oktober tahun lalu