Jakarta, (Tagar 19/8/2018) - Yohanes "Joni" Ande Kala Marcal (14) (sebelumnya disebut Yohanis Gala Marschal Lau), bocah pemanjat tiang bendera di Atambua, Nusa Tenggara Timur, akan dipertemukan dengan Presiden Joko Widodo Senin besok (20/8).
Aksi heroiknya menyentuh hati banyak orang, hingga Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengundangnya ke Jakarta.
Joni bertindak spontan memperbaiki pengait tali agar Merah Putih bisa berkibar saat upacara peringatan kemerdekaan ke-73 RI di kampung halamannya.
Hari Sabtu (18/8) dilansir Antara kali pertama bungsu dari sembilan bersaudara itu menginjakkan kaki ke ibu kota. Ia berdiri di samping ibu bapaknya ketika tiba di Kementerian Pemuda dan Olahraga, Jakarta, melayani permintaan wartawan yang ingin mengabadikannya lewat kamera.
Walau gugup menyelimuti wajahnya, Joni tetap tersenyum lebar, memperlihatkan giginya yang putih.
Remaja yang lahir di Desa Silawan pada 10 Oktober 2004 itu mengenakan seragam SMP, kemeja putih gombrong yang ujung tangannya menutupi siku, dengan celana pendek biru yang menutupi dengkul.
Baca juga: Video Detik-detik Joni Memanjat Tiang Bendera
Kakinya dibalut kaos kaki putih dan sepatu hitam mengilat yang terlihat masih baru. Selendang tenun merah menghiasi lehernya.
Kepada para wartawan, Joni mengaku baru pertama kali naik pesawat terbang.
"Senang," katanya sambil tersenyum lebar, ketika ditanya bagaimana perasaannya naik pesawat.
Joni sempat bercerita detik-detik sebelum dia spontan memanjat tiang bendera.
Saat upacara itu, Joni sedang berada di tenda kesehatan karena sakit perut. Di sana dia mendengar pengumuman dari wakil bupati yang mencari siapa pun yang bisa membetulkan tali di tiang bendera.
"Saya langsung lari keluar, buka sepatu dan naik tiang bendera, gigit tali, turun ke bawah," kata Joni.
Tak ada rasa takut ketika memanjat karena selama ini dia sudah terbiasa memanjat pohon.
"Pohon pinang, pohon asam, kelapa," kata bocah yang bercita-cita jadi tentara itu.
Kepiawaiannya memanjat tiang membuat Imam Nahrawi mencetuskan akan meminta Pengurus Besar Panjat Tebing di Indonesia untuk melihat potensinya.
Baca juga: Foto-foto Joni di Kantor Pak Menteri
Dengan polosnya, Joni mengaku tidak berminat jadi atlet panjat tebing. Dia masih tetap ingin jadi seorang tentara, cita-citanya sejak lama.
Di kantor Kemenpora, Joni juga diajak masuk ke ruangan pribadi Imam, juga duduk di kursi empuknya. Selama beberapa saat dia mendadak jadi Menpora, menerima "laporan" dari Imam yang berubah jadi "anak buah".
Dia meninggalkan jejak tulisan di buku yang berada di atas meja Imam. Joni menulis nama panjang, juga pesan untuk para pelajar Indonesia.
"Pesan dari Joni: anak Indonesia harus rajin belajar," tulis Joni yang juga membubuhkan tanda tangan yang terdiri dari tulisan sambung.
Baca juga: Joni Jadi Rebutan Pejabat
Dari kantor Kemenpora, Joni malamnya diajak menghadiri upacara pembukaan pesta olahraga Asian Games 2018 di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Imam membawanya berkeliling venue pertandingan Asian Games.
Imam juga mengatakan akan mempertemukan Joni dengan Presiden Joko Widodo, Senin besok.
Dia juga dijamin bisa menikmati jalannya pertandingan sepak bola, olahraga favoritnya. Dari semua pemain sepak bola, ada satu yang paling dia kagumi.
"Evan Dimas," kata Joni yang menyatakan ingin bertemu dengan idolanya.
Keberanian Joni menimbulkan decak kagum setelah videonya memanjat jadi viral di dunia maya. Banyak pihak langsung memberikan apresiasi atas aksi Joni.
Baca juga: Uang Permen Hotman Paris untuk Joni
Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto memberikan beasiswa hingga lulus SMA. Setelah itu, dia akan mendapat prioritas apabila masih ingin jadi Prajurit TNI.
Pendidikan Joni hingga meraih gelar sarjana di perguruan tinggi juga dijamin oleh PLN yang bersedia membiayai biaya sekolahnya.
"Kami senang dan bangga," kata ayah Joni, Victorino Fahik Marschal.
Joni diundang ke Jakarta bersama kedua orangtuanya, Victorino serta istrinya Lorensa Gama.
Ia berangkat dari Bandara El Tari Kupang pada Sabtu (18/8) pagi.
Kedua orangtua Joni adalah merupakan warga eks Timor Timur yang memilih menetap dan hidup di Indonesia setelah eksodus pada Agustus 1999 pascareferendum di bekas provinsi ke-27 Indonesia itu. []