Untuk Indonesia

Jokowi Melawan Thanos

'Thanos tidak merujuk ke satu orang. Thanos ada dalam diri kita semua dalam bentuk keserakahan.' - Presiden Joko Widodo
Ilustrasi. (Foto: Marvell)

Oleh: Eko Kuntadhi*

Di hadapan para pebisnis dunia dalam forum Word Economic Forum on ASEAN di Hanoi, Vietnam, Presiden Jokowi berpidato merespon kondisi ekonomi dunia yang sedang terjadi. Perang dagang AS-China membuat ekonomi meriang. Banyak negara menjadi korban akibat fluktuasi nilai mata uang khususnya dolar AS.

Awalnya ambisi Presiden Trump untuk menutup defisit neraca transaksinya. Maksudnya begini. Kan, AS banyak mengimpor barang dari luar negeri. Dia juga ekspor produknya. Nah, dihitung negara mana yang jumlah barangnya di AS lebih banyak ketimbang jumlah barang asal AS yang masuk ke negara tersebut. Kepada negara-negara inilah dikenakan kebijakan peningkatan bea masuk. Akibatnya barang mereka jadi mahal jika memaksakan masuk ke pasar AS.

Mana ada orang yang mau membeli barang dengan harga mahal?

Tentu negara yang terkena kebijakan itu membalas. China misalnya juga menaikkan bea masuk berbagai produksi unggulan AS. Gantian. Barang AS gak bisa dijual di China karena mahal. Ini yang disebut perang dagang. Saling menjegal. Saling mematikan.

Karena banyak barang impor yang dihambat masuk ke AS, mau tidak mau mereka harus menyiapkan sendiri barang tersebut untuk kebutuhan dalam negerinya. Peluang ini dimanfaatkan pengusaha untuk membangun pabrik. Pengusaha butuh modal, bank AS bisa menyiapkan. Tapi bank di AS juga butuh duit nasabah disimpan di sana. Dinaikkanlah suku bunga.

Investor yang pegang dolar dan ditempatkan di berbagai negara dunia, melirik, eh di AS kalau naruh duit untungnya lumayan. Maka dipindahkanlah duit mereka ke AS. Negara-negara lain yang tadinya menikmati perputaran dolar dari investor kini kekeringan. Makanya harga dolar naik dibanding berbagai mata uang dunia.

Negara yang produknya banyak didominasi barang impor jadi babak belur. Utang dolarnya bertambah. Harga-harga ikut naik. Inflasi tinggi. Ekonomi kolaps. Itulah yang dirasakan Turki, Afrika Selatan atau Venezuela.

Sebuah suasana dimana jika satu negara mau untung maka ada negara lain yang buntung.

Perang dagang ini, diibaratkan Jokowi dalam pidatonya sebagai Infiity War atau peperangan tanpa tapal batas. Istilah itu diambil dari film produksi Marvel Studios. Tokoh antagonisnya bernama Thanos. Dia bermaksud menghancurkan separuh dunia untuk membuat dunia baru yang lebih sejahtera. Alasannya karena sumber daya bumi terbatas. Makanya separuh penduduk bumi perlu dimusnahkan agar dunia menjadi lebih sejahtera. Dalam pengertian Thanos, dunia bergerak zero sum. Jika yang satu dapat 10, yang lain kehilangan 10.

Para super hero Avengers berusaha mencegah itu. Orang boleh saja menikmati kesejahteraan tetapi menghancurkan kehidupan lain tetaplah sebuah kejahatan. Lagipula asumsi bahwa sumber daya bumi terbatas sama dengan melecehkan manusia sebagai mahluk kreatif. Toh, semakin hari teknologi berkembang untuk mengurai berbagai keterbatasan tersebut.

"Kita bisa maju tanpa saling menghancurkan," seru Jokowi dalam pidatonya. Artinya setiap negara bisa mencapai kesejahteraan maksimal tanpa harus membuat negara lain hancur. Negara-negara bisa bekerja sama untuk sama-sama memetik manfaat. Bukan seperti yang sedang dilakukan Trump di AS.

Tentu saja analogi yang sederhana dan seruan yang luar biasa itu disambut para pemimpin dunia dalam forum itu dengan suka cita. Di tengah Infinity War, Jokowi seperti The Avangers yang mencegah Thanos menghancurkan separuh dunia. Seruannya membuka mata dunia bahwa kerja sama dan peningkatan kemampuan manusia adalah jawaban untuk menerobos kebuntuan perang dagang.

Satu hal yang juga menarik disampaikan Jokowi dalam forum itu. "Thanos tidak merujuk ke satu orang. Thanos ada dalam diri kita semua dalam bentuk keserakahan."

Seorang Presiden Indonesia telah mengembuskan angin segar baru untuk menjawab ruwetnya masalah ekonomi dunia. Kuncinya adalah kemauan untuk bekerja sama dan tidak saling menghancurkan. Dia menawarkan sebuah perspektif optimis bahwa sumber daya dunia masih cukup untuk menyejahterakan kehidupan. Tapi bukan untuk memenuhi hasrat keserakahan.

Jokowi menyerukan kerja sama para Avangers untuk melawan Thanos. Untuk menghentikan aksinya yang berbahaya. Caranya, dengan bergandengan bersama menciptakan kehidupan ekonomi dunia yang saling mengisi dan saling memberi manfaat.

Saya pikir publik dunia kini dibukakan matanya oleh seorang tukang kayu asal Solo. Lelaki kerempeng itu, berdiri dengan gagah menyerukan sebuah keyakinan pada dunia untuk tidak saling menghancurkan hanya karena berebut kesejahteraan.

Pidato Jokowi bukan hanya berisi seruan moral. Juga berisi contoh-contoh teknis ekonomi. Tapi ini juga bukan hanya pidato soal ekonomi namun sebagai basis kebijakan yang bisa diambil para pemimpin dunia agar tidak saling menghancurkan.

Jokowi mengajak dunia melawan Thanos. Melawan kekuatan yang ingin memusnahkan separuh kehidupan kita.

Sebagai rakyat Indonesia, baru kali ini kita bisa berbangga hati kepada dunia. Jokowi berhasil membawa nama Indonesia melambung. Dunia makin mengenal Indonesia. Dunia mengagumi Jokowi.

Ketika warga dunia mengagumi perspektif dalam pidato Jokowi itu, di Indonesia malah ada orang yang sibuk mengajak debat Capres dengan bahasa Inggris. Dia pikir, hanya dengan cas-cis-cus rakyat bisa dibuat kagum?

Mereka salah besar.

*Eko Kuntadhi Pegiat Media Sosial

Berita terkait