Jihad Rizieq Shihab, PSI: Beraninya Provokasi dari Jauh

Rizieq Shihab dinilai memprovokasi rakyat, termasuk soal ajakannya mengawal TPS ketika Pilpres 2019.
Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq bersama capres nomor urut 02 Prabowo Subianto di Mekah. (Foto: Istimewa)

Jakarta, (Tagar 9/4/2019) - Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Mohamad Guntur Romli merespons seruan pentolan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab yang meramalkan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto pasti menang Pilpres 2019 asal tidak dicurangi. Hal itu menurutnya, tak lain adalah upaya Rizieq untuk memprovokasi rakyat, termasuk soal ajakannya mengawal TPS.

Isu perihal adanya dugaan kecurangan pada Pemilu 2019, Guntur Romli maknai sebagai tuduhan-tuduhan yang tak berdasar. Sebab, proses pemilihan umum sejatinya belum dimulai.  

"Ya itu kan soal dia (Rizieq) hanya berani provokasi dari jauh saja, kalau dia berani ya pulang saja seperti gitu kan. Cuma berani koar-koar dari jauh saja itu. Soal kecurangan kan tuduhan, mana mungkin ada kecurangan, sementara pelaksanaan saja belum terjadi, kok disebut ada kecurangan," ucap Guntur Romli kepada Tagar News, Senin (8/4).

Bahkan, kata Guntur, bila merujuk pada survei-survei yang meneliti pemenang Pilpres 2019, mayoritas lembaga survei justru mengunggulkan capres incumbent melanjutkan 2 periode pemerintahan. "Malah sebaliknya yang bisa mengalahkan Pak Jokowi adalah kecurangan," kata Guntur Romli.

"Karena semua survei baik di dalam negeri, maupun luar negeri kan mengunggulkan Pak Jokowi. Kalau Prabowo kan gak ada yang unggulin survei, itu hanya satu sama dua survei abal-abal yang terbukti salah tahun 2014 kan," tambahnya.

Maka itu, seruan Rizieq yang mengajak masyarakat berjihad kawal TPS, ia nilai sebagai bagian untuk memprovokasi rakyat dari jarak jauh.

"Ini kan pesta demokrasi, bukan soal perang. Maka itu, kami tidak mau terpancing dengan provokasi mereka," pungkasnya. 

Selaras dengan pandangan Guntur Romli, Peneliti Politik LIPI Wasisto Raharjo Jati mengatakan konteks jihad yang disebut oleh Rizieq tak elok rasanya bila disematkan untuk momen pemilu ini. Sebab, kata jihad memiliki konotasi negatif layaknya peperangan, lalu ada pihak yang dikalahkan.

"Padahal sejatinya, pemilu bukan soal kalah atau menang, sehingga perlu ada jihad. Dalam bayangan saya, jihad itu terjadi ketika ada ancaman dari luar, sementara ini hanya proses pemilihan siapa yang layak dan pantas jadi pemimpin," kata Wasisto kepada Tagar News, Senin (8/4).

"Saya pikir, HRS (Rizieq) itu berusaha mengompori agar tanggal 17 itu seperti saat Pilgub DKI 2017 dengan menyuarakan jihad. Jihad itu ya esensinya ketika membela yang benar dan bukan melakukan intimidasi dan teror. Selalu saja narasi utamanya siap berjuang dan siap menang, tapi tidak siap merelakan dan siap berlapang dada," tandasnya.

Wasisto menilai, ramalan Rizieq yang menyatakan Prabowo adalah pemenang pilpres amatlah arogan. Sebab, hal itu diucapkannya terlalu dini, sementara proses elektorat saja akan dimulai 17 April mendatang.

"Pernyataan tersebut seolah sangat arogan, seolah kemenangan itu sudah didapat dan tanggal 17 itu formalitasnya. Pada faktanya klaim itu kembali lagi pada pemilih sebagai hakimnya," pungkas Wasisto.

Baca juga: Pernyataan Lengkap Rizieq Shihab dalam Kampanye Akbar Prabowo-Sandi di GBK

Berita terkait