Jerman dan Korea Selatan Merintis Kerja Sama Intelijen Militer

Pertemuan kedua pemimpin dilakukan saat PM Scholz kembali dari pertemuan KTT G7 di kota Hiroshima, Jepang
Rudal Korsel Taurus buatan Jerman-Swedia ditembakkan dari pesawat tempur F-15K Korea Selatan dalam latihan gabungan di Teaen Gun. (Foto: dw.com/id - South Korean Defense Ministry/Getty Images)

TAGAR.id - Dengan pakta intelijen yang baru, Berlin dan Seoul bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan mereka di tengah konflik di Ukraina dan ketegangan di Indo-Pasifik. Julian Ryall (Tokyo) melaporkannya untuk DW.

Perdana Menteri (PM) Jerman, Kanselir Olaf Scholz, berada di Korea Selatan hanya beberapa jam pada hari Minggu, 21 Mei 2023, lalu. Tetapi, kunjungan dan pembicaraan singkatnya dengan Presiden Yoon Suk-yeol menghasilkan serangkaian kesepakatan, terutama pakta untuk berbagi intelijen militer dan merampingkan rantai pasokan untuk industri pertahanan kedua negara.

Pertemuan kedua pemimpin dilakukan saat PM Scholz kembali dari pertemuan KTT G7 di kota Hiroshima, Jepang, yang sebagian besar berfokus pada krisis keamanan yang sedang berlangsung di Ukraina dan ketegangan AS-China di Asia timur laut.

Para pengamat mengatakan bahwa kesepakatan pertahanan antara Scholz dan Yoon adalah contoh terbaru dari berbagai perjanjian serupa antara berbagai negara yang dapat dilihat sebagai upaya meredam dominasi China di Asia-Pasifik.

Jerman telah meningkatkan perannya di Asia-Pasifik dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2021, sebuah kapal perang Jerman dikerahkan Asia-Pasifik untuk melakukan serangkaian latihan dengan angkatan laut negara lain, sementara pesawat tempur Jerman baru-baru ini juga ikut serta dalam manuver bersama.

PM Scholz, berkunjung ke Zona Demiliterisasi di PanmunjomPM Jerman, Kanselir Olaf Scholz, berkunjung ke Zona Demiliterisasi di Panmunjom, Korea Selatan (Foto: dw.com/id - Michael Kappeler/dpa/picture alliance)

Hubungan Korea Selatan dan-NATO makin erat

Scholz dan Yoon bertemu di kantor presiden di Seoul setelah kanselir Jerman itu melakukan perjalanan ke desa Panmunjom di Zona Demiliterisasi yang membagi Semenanjung Korea. Saat berada di perbatasan yang dijaga ketat, Scholz mengatakan pengembangan senjata nuklir dan peluru kendali jarak jauh Pyongyang menunjukkan bahwa "masih ada situasi berbahaya" di semenanjung itu, dan bahwa Korea Utara tetap menjadi "ancaman terhadap perdamaian dan keamanan di wilayah ini."

Dalam pembicaraan mereka selanjutnya, kedua pemimpin menandatangani kesepakatan untuk berbagi dan melindungi rahasia militer, dan menetapkan mekanisme untuk meningkatkan ketahanan rantai pasokan militer.

Dan Pinkston, profesor hubungan internasional di Troy University di Seoul, menunjuk pada "kebijakan ekspansionistis di Beijing" sebagai alasan untuk kerja sama yang lebih kuat antara negara-negara yang tidak bersekutu dengan China.

"Saya sangat berharap untuk melihat lebih banyak hal yang sama," kata Pinkston kepada DW sehubungan dengan hubungan militer yang lebih dekat. "Masuk akal untuk mengharapkan pasukan Korea Selatan mengambil bagian dalam latihan dengan unit-unit dari NATO dan negara-negara lain yang punya masalah keamanan bersama. Latihan-latihan ini sangat penting untuk memastikan interoperabilitas amunisi, sistem senjata, dan komponen, dan sangat masuk akal untuk memastikan bahwa rantai pasokan terjamin."

Sementara angkatan laut dan udara Jerman telah mengambil bagian dalam latihan dengan pasukan Korea Selatan, Seoul mengekspor sistem senjata canggih ke Eropa. Tahun lalu, Korea Selatan menandatangani kesepakatan pertahanan besar-besaran dengan Polandia, yang diperkirakan bernilai 15 miliar euro, termasuk penjualan hampir 1.000 tank tempur utama K2, 648 howitzer dan 48 jet tempur jenis FA 050.

PM Scholz, dan Presiden YoonKanselir Jerman, Olaf Scholz, dan Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-yeol, memberikan keterangan pada konferensi pers bersama di Seoul, Korea Selatan, Minggu, 21 Mei 2023. (Foto: voaindonesia.com/AP)

Upaya China tingkatkan pengaruh di Asia-Pasifik

Korea Selatan memang berharap bisa menjalin aliansi yang lebih dekat dengan kekuatan di Eropa. "Jelas bahwa Korea mencari keterlibatan yang lebih dekat dan lebih besar dengan negara-negara Barat dan itu jelas dapat ditelusuri kembali ke pecahnya perang di Ukraina, yang sangat mengejutkan negara ini," kata Rah Jong-yil, mantan diplomat dan perwira intelijen senior Korea Selatan. "Di bagian dunia ini, China tentu saja menjadi kekhawatiran besar, tapi kita juga harus mengawasi Korea Utara dan Rusia," ujarnya.

Sementara Seoul mencari sekutu dekat di Barat, China tampaknya melakukan serangan langkah diplomatiknya sendiri di Asia Tengah. "Dalam beberapa bulan terakhir, Beijing telah menjangkau sejumlah negara di Timur Tengah dan Asia Tengah untuk membangun aliansinya sendiri, sehingga kedua belah pihak membangun kemitraan mereka dan bekerja untuk meningkatkan kepentingan mereka sendiri,” kata Rah Jong-yil.

Bersamaan dengan KTT G7 di Hiroshima, Beijing juga mengadakan KTT dengan lima negara Asia Tengah — Kazakstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan di kota Xi'an, China. Baru-baru ini China juga bertindak sebagai penengah antara Arab Saudi dan Iran yang selama ini saling bermusuhan.

Upaya China untuk meningkatkan pengaruhnya di Asia tidak akan luput dari perhatian di Seoul. "Korea Utara berada tepat di perbatasan dan merupakan ancaman militer paling akut dan langsung," kata Pinkston. "Tapi gambaran yang lebih besar adalah Selat Taiwan, Laut China Selatan, masalah hak asasi manusia dan masalah tata kelola global, dan semuanya kembali ke China. Itu akan menjadi tantangan ke depan." (hp/yf)/dw.com/id. []

Berita terkait
Jerman dan Korea Selatan Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Rantai Pasokan
PM Scholz dan Presiden Yoon menyampaikan ini ketika bertemu kembali di Seoul, setelah menyelesaikan pertemuan G7 di Hiroshima, Jepang